9. Rinai Rindu...

51 5 0
                                    


"Makasih banget ya Vin, udah nganterin aku pulang, gak tau deh gimana jadinya kalo gak ada kamu tadi."

Cowok bernama Kevin itu terkekeh mendengar penuturan gadis didepannya ini.

Menepuk beberapa kali bagian belakang celananya lalu mengangguk

"Iya Nai, santai aja. Untung aku masih ngenalin kamu."

Rinai menyelipkan rambut dibelakang telinganya.

"Iya yah, padahal kita udah lama banget gak ketemu, kamu sih sibuk banget kuliahnya."

Kevin mengacak rambut gadis didepannya itu "Yaudah, aku balik dulu ya. Mobil kamu paling besok juga udah dianterin."

Rinai mengangguk "Hati-hati Vin."

Kevin masuk kedalam mobil hitamnya, dan membuka kacanya sedikit.

"Iya, salam ya Nai buat Tante, maaf aku gabisa lama-lama." Rinai mengangguk dan tersenyum "Sip."

Setelah mobil itu sudah pergi, Rinai membuka gerbang yang tingginya hanya sebatas pinggang itu.

Setelah berada di dalam, ia begitu dikejutkan oleh sosok didepannya.

"Dari mana aja?"

Suara berat dan dingin itu memenuhi indra pendengarannya sekarang, walaupun hari sudah gelap, tetapi Rinai dapat melihat dengan jelas terdapat raut wajah khawatir disana.

Rinai mengernyit lalu tersenyum.

"Habis dari toko kue tadi, ada apa malem-malem kesini?" tanyanya

Bukannya menjawab, Juna malah sibuk menatap datar wajah cantik yang selalu ia rindukan.

"Jun, masuk ke dalam dulu yuk. Biar gue buatin teh hangat." Rinai menarik tangan Juna, mengajak cowok itu masuk kedalam.

Sesampainya didalam, Juna langsung duduk disalah satu sofa, dan menyenderkan kepalanya.

"Nih, tehnya. Diminum dulu." selang beberapa menit gadis itu sudah kembali dengan satu cangkir teh di tangannya

Juna mengambilnya, lalu meminumnya hanya satu tenggukan, cowok itu memang tidak suka teh, dan Rinai tau itu, mungkin karena sudah malam jadi gadis itu memberinya teh hangat. Demi menghargainya Juna meminumnya.

"Cupcakesnya enak, gue suka. Kapan-kapan bawa lagi ya."

Rinai menoleh dan bingung

"Eh, udah dimakan?" tanyanya.

Juna mengangguk dan menaruh kepalanya di bahu gadis itu, lalu melingkarkan tangannya di pinggang Rinai. Rinai pun mengelus kepala Juna dengan lembut, menyisir helai demi helai rambut cowok itu, yang membuat Juna memejamkan matanya. Sepertinya cowok itu sangat menikmati.

"Iya, kiraiin gue itu lo yang buat." Rinai menggeleng

"Tadinya mau buat, cuma bahan di dapur habis, jadinya gue beli aja deh ke toko kue pulang sekolah tadi."

Juna mengangguk, masih dengan mata yang terpejam, cowok itu melontarkan beberapa pertanyaan.

"Udah minum obat?" tanyanya

Rinai menolehkan kepalanya ke Juna "Ehh, emang gue sakit?ngaco deh." kekehnya

Juna menggeleng "Satria bilang tadi, makanya gue langsung kesini. Sakit apa?"

Rinai tersenyum, walau Juna tidak melihat, namun ia tetap merasakan kelembutan dari gadis itu.

"Gak sakit apa apa Jun."

"Udah ganti hobi ya? Kenapa suka banget bohong sih Nai, gue ini cowok lo, harusnya lo bisa terbuka sama gue." decak sebal cowok itu

Rinai menghembuskan nafas kasar "Cuma pusing dikit aja kok."

Secangkir kopi HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang