01. Ada Apa Dengan Pelanggan Ini?

3.6K 487 59
                                    


Namanya Dilan. Modal tampang yang manis bikin dia jadi gula-gulanya "Good morning, Breakfast", café milik bapaknya Milea. Dilan itu salah satu rahasia umum kenapa café ini selalu rame di kalangan perempuan. Tentu saja selain cita rasa makanan yang enak, plus harga yang juga gak kemahalan.

Tapi ayolah. Jaman sekarang, siapa sih yang peduli ama rasa makanan kalo ada Dilan? Eh maksudnya, kalo ada pelayan seganteng dia. (Setidaknya, semua 'pengunjung setia' café ini sependapat). Biasanya sih orang sekarang mentingin cuci mata ketimbang cuci mulut.

Moving on, ada satu ciri khas café ini yang udah jadi daya tarik tersendiri, jauh sebelum Dilan kerja di sini. Iya. Sebelum Dilan direkrut halus oleh bapaknya Milea (yang mungkin melihat potensi ekonomi dari muka temen SMA anaknya itu), café ini emang udah ramai pengunjung.

Alasannya yaitu cara penyajiannya.

Dari awal café berdiri, karyawannya wajib minta pelanggan buat nulis nama mereka di kertas pesanan. Entah nama kecil atau nama akte, nggak jadi masalah, asalkan nama. Alasannya simpel. Biar karyawan bisa nulis nama pelanggan di sebuah miniatur papan tulis hitam, dalam kalimat "Selamat Pagi, (nama pelanggan)".

Papan ini nanti bakal datang barengan pesanan ke meja pelanggan. Kan enak gitu, sarapan di café trus ada yang ngucapin selamat pagi, biar sekedar di papan doang. Gara-gara ide ini trus cafénya kemudian dinamain "Good morning, Breakfast".

Sejak dulu, gak pernah ada masalah dalam proses 'permintaan nama' pelanggan oleh pelayan. Sampe sekarang sih, masih gak ada masalah. Kecuali beberapa hal yang nggak perlu ditulis, trus ditulis pelanggan di kertas pesanan sejak Dilan kerja di sini.

"Lan, satu lagi nih. Katanya, 'Dewi Utami, 08***'. Ini nomor ke berapa hari ini sih?"

Dilan buang nafas berat. Iya. Selain nama, nomor hp pun sering ditulis pelanggan setiap Dilan yang kerja di kasir.

Awalnya sih, Dilan malu tiap ada pesanan yang nyertain nomor hp. Lama-lama Dilan udah males buat ngecek pesanan lagi. Palingan orang-orang di dapur yang bakalan bilang ke dia tiap ada nomor hp di bawah nama pelanggan.

Jadi orang yang punya tampang cakep mah emang susah.

Dilan narik nafas.

"4 kayaknya. Tenang, ini masih jam 9," jawab Wina, salah satu pelayan café.

"susah ya, orang femes~," ejek Joni dari balik mesin eskrim.

"hilih," Dilan mendengus. Ujung bibirnya sih udah dikit naik keatas, hampir aja ngakak. Kalo aja tu imej gak dijaga. "kinthil"

"Baru beberapa bulan, Lan. Kamu malah makin mirip orang Jakarta ketimbang orang Bandung," ujar Milea yang berdiri beberapa meter di kiri Dilan. Temen SMAnya itu lagi nata cake di pajangan.

Oh ia. Dilan dan Milea itu satu SMA di Bandung. Sebelum ke Jakarta buat kuliah, cara Dilan ngomong itu halus nan lembut kayak orang Bandung pada umumnya. Tata bahasa juga lebih cenderung puitis. Tapi sekarang, kamus Dilan yang dulunya ekstra puitis, sekarang udah lebih berwarna.

(berwarna agak alay, maksudnya.)

Ardi, salah satu karyawan café, angkat suara buat Dilan, "Yaa orang temenan ama Joni, wajar lah Mil!"

"Gue lagi!" protes Joni. "Udah ah bubar-bubar, tet*k lu bedua"

Dilan sempat-sempatnya julurin lidah ke Joni yang masuk ke dapur, lalu kembali ke posnya; kasir.

Dilan layanin lumayan banyak pengunjung. Rata-rata cewek, penggemar pribadinya lagi. Karena udah kebiasaan, jadi Dilan santai aja sambil ngelakuin tugasnya dengan baik dan benar.

Selamat Pagi, Om Ganteng (a Rangga/Dilan story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang