Chapter 1

338 13 0
                                    


"Jaga kesehatan disana ya, Sayang. Perhatikan makan dan minummu. Jaga diri baik-baik.  Ditempat orang harus pintar-pintar menyesuaikan diri."

"Ya Allah... Mama.. Cuma Jakarta-Makassar loh, Ma. Lagipula Eja cuma seminggu disana. Begitu semua acara kelar, kami langsung pulang. Doain Eja ya, Ma."

Khadeeja menggelengkan kepala. Ini bukan pertama kalinya dia meninggalkan Mamanya. Namun perempuan separuh baya itu tetap saja berlebihan mengkhawatirkan dirinya.

"Namanya orang tua, Nduk. Mana ada orang tua yang nggak khawatir sama anaknya," bisik Mas Arya.

Khadeeja tersenyum. Dia membalas bisikan Mas Arya dengan kencang, "Titip Mama ya, Mas. Jadwal makan Mama nggak boleh telat. Jangan lupa setiap selasa jadwal check up. Kalau Mama nggak makan bilang aja sama Eja, biar Eja tinggal aja terus disana."

Wanita setengah baya itu mencubit manja pinggang putrinya. Dalam hatinya beliau amat bersyukur, karena Allah telah  menjadikan putra putrinya itu tumbuh besar menjadi sepasang anak yang sangat akur dan saling mendukung. Mas Arya, selaku anak sulung sadar akan posisinya untuk memberikan teladan pada Khadeeja. Sementara Khadeeja tahu diri sebagai anak bungsu tidak melulu harus dimanja. Tau diri kapan harus membantu meringankan beban saudaranya. Meraka pun selalu baik dalam membagi tugas merawat Mamanya.

Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?

Wanita itu menangis sesegukan, antara bersyukur dan sedih. Bersyukur atas semua nikmat Tuhan padanya, sedih karena lambaian tangan Khadeeja mulai menghilang dari pandangan matanya. Taxy yang ditumpangi khadeeja sudah keluar dari kompleks perumahannya.

"Pak, kita langsung ke Bandara aja ya, Pak. Saya tidak jadi ke kantor polisi."

"Baik, Mbak."

Khadeeja melihat list bawaanya, dia memang orang yang sangat detail, rapi dan teliti. Ketika berpergian keluar kota begini, dia hampir tidak pernah ketinggalan barang-barang keperluanya. Karena dia selalu pre-pare jauh hari dan mengeceknya bawaanya berulang kali.

"Alhamdulillah. Tidak ada yang tertinggal," kata Khadeeja sambil tersenyum sendiri.

Sekarang dia mulai bisa menikmati perjalanannya dengan tenang. Melihat ruas-ruas jalan yang padat dengan kemacetan. Satu dua kali dia mendapati supir taxy nya  melihat kebelakang. Khadeeja tidak ingin berpikir buruk, mungkin dia sedang memastikan penumpangnya baik-baik saja. Dia mengacuhkanya, kembali fokus pada ekspresi pengendara motor yang sedang berusaha menerobos jalanan. Dia menyukai hal demikian.

Sebagai Master Psikologi, Khadeeja amat suka bergaul dengan banyak orang. Walaupun dalam pergaulanya, dia hanyalah penonton raut wajah dan sorot mata dalam diam. Dia lebih suka berada dalam keramaian sebagai orang yang tak terlihat dan di acuhkan. Jika dia berada disebuah perkumpulan, dia bukanlah orang yang akan datang dengan  suara dan tampilan yang lantas mengundang perhatian. Namun dia adalah orang yang menerobos masuk bersama keramaian, kemudian diam dipojokan sambil memperhatikan. Baginya, setiap pribadi adalah pelajaran. Semakin banyak dia mengenal orang semakin banyak gambaran kepribadian   yang dia dapatkan.                                                               
Seperti kali ini, dia kembali mendapatkan satu pelajaran. Karena sedari tadi dia memperhatikan sosok gadis kecil yang berdiri di simpang lampu merah. Tanganya gemetar memegang kicrikan. Wajahnya pucat, bibirnya tampak meradang dan pecah-pecah, dandananya semrawut tidak karuan. Dibalik tampilan itu semua, ada hal lain yang menjadi fokus Khadeeja. Dia melihat kedalam sorot mata gadis kecil itu, tergambar ketakutan, desakan, dan kesedihan.
Khadeeja melihat sekeliling sambil menduga-duga, dimana kiranya orang yang memeras gadis itu untuk menghasilkan rupiah yang tak seberapa dipersimpangan lampu merah. Karena dia amat yakin, gadis itu melakukanya karena dipaska, sorot matanya was-was penuh kekhawatiran seperti diperhatikan, berkali-kali matanya menatap ketakutan ke sebrang jalan, lalu tertunduk dan melanjutkan kembali menagih simpati demi rupiah tak seberapa dari mobil-mobil yang berhenti didalam kemacetan.

Taxy yang ditumpangi Khadeeja mulai melesat jauh. Tanpa sadar dia sudah memutar kepalanya hampir sembilan puluh drajat. Matanya tak lepas dari sosok gadis yang menarik perhatianya, hingga gadis itu tampak mengecil ditelan jarak.  Gadis itu butuh pertolongaku. Ya, dia pasti butuh bantuanku. Bathin Khadeeja. Sesaat kemudian kepalanya penuh dengan dugaan-dugaan dan perkiraan akan tindakan apa yang harus dia lakukan.

Prokk! Prokk!

Khadeeja tersadar. Tepuk tangan yang cukup keras dari supir taxy mengagetkanya. Rupanya dia sudah melamun panjang. Hingga tidak mendengar ucapan supir yang memberitahunya berkali-kali bahwa mereka sudah sampai.

"Maaf ya, Mbak. Saya mengagetkan. Soalnya dari tadi Mbak ngelamunya asyik banget, sampai mobil berhenti dan saya beritahu tidak sadar-sadar."

"Hhee.. tidak apa-apa. Terimakasih ya, Pak. Ini ongkosnya," kata Khadeeja. Dia tersenyum menahan malu. Sedikit salah tingkah menyerahkan lembar-lembar rupiah.

****

"Aamiin.." bisik Namima ditelinga  Khadeeja, sambil mengulas senyum tipis menatap sahabatnya yang sedari tadi mendukan kepala sambil memejamkan mata, mungkin berdoa.

"Ini perjalanan kita yang keberapa?" tanya Namima bersemangat, berusaha mengusir kebisuan.

"Entahlah, Aku tidak pernah menghitungnya, Mim."

"Kita keluar kota sudah lebih dari lima puluh kali dalam setahun ini, Eja!"

Khadeeja hanya tersenyum kecil. Lalu tertunduk dan memejamkan matanya kembali. Mereka memang sudah terbiasa untuk keluar kota. Namun seberapa seringpun mereka bepergian tak akan menyurutkan ketakutan Khadeeja saat harus pergi dengan pesawat. Namima menggenggam tangan sahabatnya itu erat. Dingin. Menggigil. Dan tangan itu membalas genggaman tangan Namima dengan genggaman yang kecang. Apalagi saat pesawat siap lepa landas. Khadeeja berulang kali berucap istigfar dengan suara lirih yang bergetar.


Terimakasih buat pembaca yang udah setia menunggu. Terimakasih juga udah support dengan memberikan votenya. Semoga kisah sederhana ini memberikan inspirasi bagi hidupmu. Teruslah istiqomah dalam hijrah. Karena Tuhan akan melimpahkan kepada kalian kebaikan-kebaikan yang tak terduga. Salam cinta dariku; semoga melalui karya bermanfaat kita akan bertemu sebagai tamu di surga Tuhan.

Kekasih SetiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang