Ramalan Hujan

978 108 4
                                    

Suasana sepulang sekolah sudah lengang. Hanya bersisa beberapa anak yang masih menunggu jemputan dan berjalan kaki lewati trotoan. Beberapa meter dari gerbang sekolah, dua anak remaja melangkah.

Berdampingan susuri setapak aspal hitam. Satu pemuda berwajah kalem tak bersuara. Sedangkan yang di sebelah tengah menyusun kata.

Itu tampak di wajahnya. Lalu, berujarlah dia, "Hari ini aku meramal akan turun hujan."

Rangga--si pendiam menaikkan alis sebelah. Cukup terheran akan pernyataan sang preman.

"Mengapa hujan?"
Matahari masih bersinggah angkuh di atas permadani biru langit, apa iya hujan akan turun dengan mudahnya?

"Hehehe.. Coba tebak dong?" cengiran tertangkap bola mata kelam sang pemuda di sebelah.

Ah, mulai lagi deh, Panglima 'Gombal' Tempur Dilan kepadanya. Rangga tahu akan ke mana topik dibawa. Sesama penyuka sastra, kalau tidak hobi main kata, berarti main lidah. Tetapi ia turuti sajalah apa mau sosok yang sudah menyusupi hatinya itu.

"Entahlah. Saya tak pandai menerka Dilan." jawaban jujur yang didustakan. Karena Rangga tak ingin Dilan berenggut sebal. Nanti dia malah mogok menemani pulangnya. Jangan dulu, deh kehilangan momen langkah mereka.

"Tapi kamu pasti bakal kasih tahu saya." sahutan terdengar lagi sebelum pemilik senyum menawan beri balasan. "Benar, kan?"

Rangga tolehkan kepala. Untuk kembali menemukan sesuatu yang disukai bertengger di bawah hidung.

"Hehehe, soalnya kalau hujan turun, kau bisa berteduh padaku."

Di bibir Dilan, terpoles lengkung manis bercampur kekehan ringan. Dua kombinasi yang sangat renyah dan begitu dinikmati Rangga.

Dia suka senyuman Dilan. Apalagi kalau untuknya.

"Memang di sebelah mananya saya bisa berteduh?"

Dilan secara spontan menunjuk dadanya. "Di sini dong. Biar kamu nggak basah. Nanti kalo sakit. Aku yang susah."

Rangga hampir tergeli dengan pernyataan barusan.

"Tapi saya nggak ingin hujan tuh."

Sontak, kepala Dilan berputar pada Rangga. "Eh, kenapa?"

Ah, lagi-lagi. Ada segaris seringai membayangi muka Rangga. Duh, alamat tidak baik nih.

"Sebab, saya maunya Dilan. Juga hatinya, agar sudi turun menetap di belahan tersembunyi hati saya. Seperti hujan yang rela turun ke bumi, kira-kira dia mau tidak ya?"

Oke! Setelah ini Dilan janji, akan membaca banyak sajak-sajak yang lebih puitis dari Rangga. Agar besoknya, dia tak kalah telak.

Kan, penat juga kalau tiap bertemu, masa' dia terus yang harus terpoles warna semu delima?

Kan, ingin juga dia lihat wajah cuek bebek Rangga--tapi tetap ganteng sih--sesekali seperti dirinya!!

#

/Dilan, dalam rangka menaklukkan wajah es Rangga untuk dipulas seperti musim semi. Walau sudah gagal yang ke--jangan cerita. Nanti dia tambah malu./
.
.
.
a/n:
Padahal, tanpa usaha yang susah pun, hati Rangga sudah bersemu tiap Dilan di sisinya.

R A D I U STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang