Chapter 11

539 90 0
                                    

#Tolong koreksi jika ada typo. Selamat membaca!

Silva berdiri di ujung tangga dengan manik mata yang menyorot penuh kearah Chanyeol. Bibirnya bergetar, dan matanya berkaca-kaca. Silva tidak percaya dengan apa yang kini ia lihat. Sungguh, rasa sakit di hatinya tidaklah main-main. Sejenak lalu, jantungnya bertalu begitu kuat kala melihat sosok Suho berdiri disana, dengan pakaian yang seringkali ia kenakan. Ilusi itu begitu memabukkan, sejenak, sebelum berganti menjadi begitu menyakitkan.

Suho pergi, hilang. Sekali lagi dalam pandangannya kala kenyataan menyapanya dan menampilkan sosok Chanyeol yang kini memakai baju Suho. Kemeja flannel abu-abu yang seringkali Silva beri parfum beraroma cendana, lalu ia sesap kuat setelahnya. Berharap aroma Suho yang khas kembali melingkupinya.

Sedikit saja, sebentar saja. Hanya sekilas ia berharap aroma Suho kembali padanya. Untuk menguatkan segala memorinya tentang lelaki itu. Namun, seberapa kuat dan seberapa sesak apapun hati dan benaknya memohon. Hal itu tak pernah terwujud, karena segala hal tentang Suho telah menguar bagai embun yang tersinari. Menguap, membawa segalanya.

"Kenapa kamu pake baju itu?!" teriaknya bersamaan dengan Sarah, ibunya yang berjalan cepat menghampirinya. Ia masih menatap penuh kearah Chanyeol yang balas menatapnya dengan pandangan bingung.

"Silva naik!" Sarah menarik lengannya untuk kembali menaiki tangga.

"Ma, tapi dia—"

"Naik!" Sarah membentak. Membuat Silva terdiam dan mengamati wajah ibunya yang selalu lembut itu.

Silva mengmempaskan tangan ibunya dan menaiki tangga dengan cepat, hampir berlari. Hatinya begitu sakit saat ibunya membentaknya. Ibunya marah, Silva tahu itu. Tapi yang lebih menyakiti Silva adalah fakta bahwa harusnya ia yang marah saat ini. Itu baju Suho. Barang berharga milik Silva yang selalu ia jaga.

Silva memasuki kamarnya dan langsung menghempaskan tubuhnya pada ranjang. Menutup wajahnya dengan bantal seperti yang biasa ia lakukan saat menangis. Ini tidak adil.

"Kamu nggak sopan!"

Silva bisa mendengar suara ibunya yang memasuki kamar dan langsung menodongnya dengan ucapan itu. Apanya yang tidak sopan? Bagian mana yang tidak sopan? Batinnya tidak terima dengan tuduhan ibunya.

"Mama yang ambil baju itu?" Silva bertanya dengan suara seraknya. Ia masih menelungkupkan wajahnya pada bantal untuk meredam isaknya.

Sarah terdiam, menatap anak gadisnya lama. "Ya," ucapnya mendadak diliputi sesal. Ia tahu benar baju siapa yang ia ambil dari lemari Silva. Itu baju Suho, tapi sisi egoisnya yang menginginkan Silva untuk segera melupakan lelaki itu membuatnya berpikiran sempit. Baju itu, baju yang seringkali Silva peluk lama, hanya membuat anak gadisnya semakin terpuruk.

"Mama tau kan kalau itu punya Suho?!" Silva menjauhkan bantal, hingga membuat wajah penuh air mata itu terlihat dengan jelas. Ini adalah kali pertama, setelah kematian Suho tahun lalu ia memperlihatkan wajah menangis di depan ibunya. Tak hanya hati Silva yang sakit. Namun hati Sarah sebagai seorang ibu juga tak kalah sakit saat melihat kondisi anaknya.

Sarah mengangguk, "Mama tau, dan Mama minta maaf karena sudah lancang. Tapi, bukankah ada baiknya kamu nggak simpan baju itu lagi?" Sarah berujar dengan hati-hati.

Silva masih terisak, ia menatap ibunya dengan sorot mata yang kelam. Perasaannya berkecamuk, segala emosi seakan berkumpul dan teraduk menjadi satu. Marah, tidak terima, sedih, kecewa, sesal, dan masih banyak lagi. Ia kini benar-benar berusaha menahan dirinya untuk tidak berteriak dan marah kepada ibunya.

Memoar [PCY-Suho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang