Chapter 28 (TAMAT)

1.6K 103 20
                                    

Terima kasih telah membaca dan vote! ^^


Sayup-sayup Silva bisa mendengar sebuah obrolan yang tidak dapat ia pahami. Keningnya berkerut, ia ingin membuka mata namun kedua kelopak matanya terasa begitu berat.

"Aku pengen makan ayam," sepertinya Silva paham betul suara ini.

"Nggak boleh, nanti lukanya jadi gatel."

"Emang dokternya ngomong begitu?"

"Ya enggak. Udah deh! Kamu makan lalapannya aja, noh ada timun sama kemangi!"

"Nggak boleh makan ayam itu mitos!"

Silva membuka matanya perlahan. Kesadarannya pulih setelah beberapa saat ia terdiam lama. Di hadapannya kini terlihat Chanyeol yang tengah berdebat dengan kakaknya. Bebatan perban masih melingkari kepalanya. Cowok itu kini duduk dengan sebuah kursi tepat di samping dirinya, dengan tiang infus yang menjulan di sebelahnya.

Sesaat kemudian, Chanyeol menoleh kearahnya dan tersenyum seperti biasanya. Benar-benar seperti biasanya. "Pagi marmut. Di meja ada kuwaci, mau?" sapa Chanyeol saat menyadari bahwa Silva sudah bangun dan tengah terbengong menatapnya.

Silva buru-buru mendudukkan tubuhnya, ia tersadar bahwa dirinya kini berada di sofa rumah sakit. Silva lalu kembali mengalihkan pandangannya kearah Chanyeol yang menatapnya dengan senyuman. Tangan Silva terulur perlahan, dan dengan takut-takut menyentuh sisi wajah Chanyeol. Sedetik kemudian, tangisannya pecah. Silva menangis keras hingga membuat Chanyeol kelabakan dibuatnya. Tangan Silva perlahan turun dan mencengkeram kaos oblong yang Chanyeol pakai. Ia terisak, dan terisak semakin keras saat cowok itu memeluknya.

Hatinya lega bukan main, Chanyeol bangun. Chanyeol bisa tersenyum kearahnya. Chanyeol tidak pergi meninggalkannya seperti Suho.

"Jangan seperti itu lagi," ucap Silva disela isak tangisnya. "Kumohon jangan," pintanya sepenuh hati.

"Maaf," Chanyeol membisikkan kata itu tepat di telinga Silva. "Maaf udah bikin kamu khawatir."

Silva menggelengkan kepalanya dalam dekapan Chanyeol, "jangan minta maaf, aku yang minta maaf."

"Aku nggak akan ninggalin kamu," ujar Chanyeol yang membuat hati Silva diliputi ketenangan. Silva mendongakkan kepalanya, menatap wajah Chanyeol yang mengulas senyum kecil. Dengan tangan gemetar, Silva mengangkat tangannya dan meletakkannya di dada Chanyeol. Tepat di jantungnya. Merasakan detak kehidupan cowok itu mengalir menuju telapak tangannya.

"Terus bernapas—jangan pernah berhenti. Terus hidup, oke?" pinta Silva yang dibalas kecupan lama di dahinya.

"Oke," seru Chanyeol setelahnya.

Silva memejamkan matanya, memeluk Chanyeol erat. Dengan harapan cowok itu tak pernah meninggalkannya. Tak akan pernah. Chanyeol sudah berjanji untuk terus bernapas. Jadi, harusnya semua akan baik-baik saja. Mereka masih berada di dunia yang sama, dan Chanyeol masihlah nyata.

Chanyeol menarik dagu Silva, lalu mengusap air mata yang berada di pipi Silva dengan hati-hati. "Jangan nangis, kamu jelek kalo nangis."

"Nggak sakit?" tanya Silva saat manik matanya bergulir menilik perban yang membalut kepala Chanyeol.

"Sakit, coba dicium. Kalo dicium sakitnya pasti hilang." Silva menaikkan tubuhnya setengah berdiri, mengecup dahi Chanyeol, lalu melepasnya setelah beberapa detik.

"Udah nggak sakit?" tanyanya.

Chanyeol mengangkat tangan kanannya untuk menutup bibirnya menggunakan sebelah tangan. "Udah ilang," jawabnya dengan wajah memerah.

Memoar [PCY-Suho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang