Chapter 1

4.8K 256 60
                                    

[Kalau ada typo tolong kasih tau aku ya, hehe. Makasih...]


***

Senyumku ada padamu, begitupun hatiku.

Kisahku tentang kamu, begitupun duniaku.

Lalu, aku harus apa jika kamu pergi,

meninggalkanku.

Malang, 18 Oktober 2016

Langit masih gelap dengan semburat kemerahan. Seharusnya, gadis yang tengah menekuk wajahnya dengan ekspresi masam itu masih tidur dan bergelung dengan guling dan selimut tebalnya. Seharusnya, gadis dengan tas gunung dan jaket tebal yang melekat memeluk tubuhnya itu masih bermimpi indah tentang oppa-oppa yang semalam ditontonnya. Seharusnya, di hari libur yang indah ini ia bisa bermalas-malasan dengan aktivitas makan, tidur, ke kamar mandi, dan menonton drama Korea.

"Harusnya aku pelihara kucing ganas biar bisa cakar muka kamu yang ngeselin bukan main!" desis Silva sembari menatap ganas kearah kekasihnya yang tengah memandangnya geli.

Lelaki dengan tampilan yang tak jauh bebeda dari Silva terkekeh kecil, "Kemarin kan kita udah ke pantai, sekarang gantian ke gunung dong!" Suho merangkul bahu Silva dengan sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lelaki dengan tampilan yang tak jauh bebeda dari Silva terkekeh kecil, "Kemarin kan kita udah ke pantai, sekarang gantian ke gunung dong!" Suho merangkul bahu Silva dengan sayang. "Kamu juga udah setuju mau ikutan, nanti kalau udah pulang kupinjami Mamal deh. Dia kuiijinin nginep disini," rayu Suho dengan iming-iming Mamal kucing gendut berwarna putihnya yang selalu ingin Silva bawa pulang.

"Males~ aku pengen bobo aja!" rengek Silva saat Suho menyeret gadis imut itu kearah motor besarnya. Pagi buta ini Suho dengan penuh percaya diri menggedor kamar Silva atas seijin orang tuanya untuk membawa sang kekasih mendaki gunung Lawu. Ini adalah kali ketiga Silva mengikutinya menikmati puncak alam, tentu saja dengan paksaan dan sedikit penculikan. Gadis itu akan terus merengek saat akan pergi seperti ini, namun akan berubah menjadi penuh semangat saat hidung mancungnya sudah mencium aroma khas pegunungan. Ah, wanita dengan kelabilannya, pikir Suho dengan sebal.

"Nanti waktu pulang kutraktir makan pedes deh! Kamu bisa makan sepuasnya!" rayu Suho kedua kalinya.

"Apaan! Aku nggak bisa makan pedes! Sengaja traktir makan pedes biar aku nggak makan banyak kan! Yang suka pedes kan kamu! Ih!" gerutu Silva dengan kesal bukan main. Pintar sekali lelaki itu, pikirnya.

Suho tertawa lebar, lelaki itu lalu mengacak rambut Silva dengan gemas lalu tanpa permisi memasangkan helm bogo coklat ke kepala gadis tersayangnya. Lelaki itu menakup helm Silva dengan kedua tangannya, menatap wajah gadisnya dengan senyum geli. "Katanya cinta, kok diajak berjuang nggak mau sih?" godanya.

"Kalau manjat masa depan aku mau, tapi kalau manjat gunung aku pikir-pikir dulu," jawab Silva dengan cepat dan ringan. Gadis itu menatap kekasihnya lama. Perasaanya saja atau Suho nampak lebih tampan hari ini. Silva tersenyum kecil saat lagi-lagi manik matanya menangkap senyum lebar dari Suho. Senyum yang mau tidak mau membuat gadis itu ikut mengangkat sudut bibirnya. Senyum yang memenjara hatinya, dan ingin ia lihat untuk seterusnya tanpa ada jeda.

Memoar [PCY-Suho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang