"Kata-katamu terngiang bak pisau di hatiku. Aku hanya manusia biasa yang bisa berdarah."***
Levi kejam.
Ucapannya selalu tak berperasaan. Ia dipandang sebagai orang yang tak memiliki hati.
Dan kata-katanya yang terlontar sering tak sadar telah melukai hati lembut sang gadis yang berstatus kekasih si lelaki.
Levi tidak peka.
Sementara kau -gadis itu- selalu memberinya kode. Sayang, kau harus menelan sakit yang mencubit hatimu.
Sering kau bertanya-tanya dalam benak tentang bagaimana perasaan Levi yang sesungguhnya padamu. Karena selama kalian berpacaran setahun lamanya, belum pernah Levi menunjukan kasih sayang romantis seperti yang kau bayangkan. Levi tetap Levi. Ia dingin bak es batu dari kutub utara.
Entah bagaimana bisa kau bertahan dengannya?
Kau sendiri tak tahu mengapa. Rasa cintamu pada Levi mempertahankan hubungan ini. Sesekali menyingkirkan ego untuk berakhir.
Tapi, hari ini lelaki itu kembali melukai hatimu.
Dia selalu mengatakan bahwa kau adalah orang yang merepotkan. Kau sudah mencoba menjadi bebal, namun kali ini dinding di hatimu mulai runtuh perlahan. Tak jarang kau mendapat caci maki Levi yang kelewat kasar bagi seorang perempuan.
Seperti saat ini, kau sedang berada di apartemennya. Tak sengaja memecahkan piring milik Levi. Dan Levi menghampirimu. Kau takut dengan aura yang dirasakan di belakangmu.
Terasa mencekam hingga buat tubuhmu kaku.
"Kenapa bisa sampai pecah piringnya?"
Kau mematung.
"Berbalik," kata Levi dengan nada yang terdengar dalam.
Dengan gerakan bak robot, kau beranikan berbalik ke arah suara.
"Jawab, kenapa?" Tuntut lelaki itu. Seakan menghiraukan ketakutanmu yang sedang menunduk tak berani bersitatap.
"I-itu.., tanganku basah sehabis mencuci tangan kemudian saat aku meraih piring, piring ini terjatuh. Maafkan aku."
Levi menghela napas. "Dasar.., merepotkan saja," tandasnya dingin.
Sejak kejadian itu kau jadi agak menjauhi Levi hingga sekarang. Telepon darinya sengaja tak kau angkat, pesan hanya dibalas singkat nan padat dan yang paling parah tiga minggu ini kau sama sekali tak bertemu.
Biar saja, kau ingin menguji lelaki itu.
Namun sayang, kau kira lelaki itu akan datang menemuimu dan membujukmu yang sedang merajuk.
Hal ini sudah sering terjadi sejak kau menjalin hubungan dengannya. Sampai Levi mengerti dan membujukmu saat kau tak berbicara dengannya selama dua hari. Usaha Levi untuk memperbaiki hubungan kalian dulu meluluhkan hatimu.
Tapi itu dulu.
Sekarang seharusnya Levi tau kebiasaan ini.
Dan ini sudah tiga minggu Levi seolah mengacuhkan hal ini.
Kau muak menjadi pihak yang terus bertahan dan tersakiti.
Akhirnya--- kau mendatangi apartemen Levi. Menemuinya.
Kau sedikit merasa terkejut saat melihatnya. Levi tampak dengan baju kasualnya saat membukakan pintu untukmu. Sepertinya hari ini ia sedang bersantai-ria. Ini membuatmu semakin menambah aura negatif menyerangmu.
"Levi. Kita perlu bicara."
"Aku juga," sahutnya dengan wajah datar seperti biasa.
"Aku tidak akan basa-basi, karena kau tak suka itu." Kau menghirup udara. "Kita sampai di sini saja."
Levi bergeming. Sekilas kelihatan sedikit shock, tapi wajahnya yang datar memanipulasi ekspresinya.
Kau tak ingin berlama-lama di tempat ini, lantas putuskan untuk berbalik pergi.
Namun baru selangkah beranjak, langkahmu tertahan sejenak saat lengan dipegang erat oleh sebuah tangan besar di belakangmu. "Tunggu, [firstname]"
"Apa maksudmu?" Levi meminta penjelasan.
"Kata-katamu terngiang bak pisau di hatiku. Aku hanya manusia biasa yang bisa berdarah." Kau mulai meracau. Pandangan mengabur. Bening kristal sudah memenuhi pelupuk matamu dan siap meluncur. Namun kau gigit bibir. Menahan rasa yang siap meledak.
"Aku sudah lelah. Levi. Lepaskan aku. Bukankah ini yang kau inginkan?"
Levi terdiam. "Tidak."
Kau tersentak saat dirimu ditarik berbalik dan semua terjadi begitu cepat.
Kau merasakan sebuah kelembutan menekan bibirmu. Levi menciummu. Tak peduli dengan posisi di pintu apartemen.
Kau tentu membelakakan mata kaget. Ini adalah ciuman pertama dalam hubungan ini.
Tubuhmu menegang seketika saat lengan kekar itu merengkuh pinggangmu. Memelukmu erat dan semakin memperdalam ciumannya. Mata Levi terpejam. Levi seakan sedang menyalurkan seluruh perasaan lewat ciuman ini.
Jantungmu berdegup sangat kencang. Kau menjadi gugup dan wajah pun merah merona.
Perasaan sakit hatimu perlahan meluruh hanya dengan sikapnya yang tiba-tiba ini.
Levi perlahan menjauhkan bibirnya. Berbisik di depan bibirmu dengan mata yang menyayu gelap. "Hei, [firstname]. Maafkan aku. Aku telah membuatmu terluka dengan ucapanku--"
"Dan kau membuatku hampir gila. Aku hanya tidak tau harus bagaimana menyikapimu. Maafkan aku. Tapi jangan putus denganku. Aku ingin bersamamu."
Kau masih terdiam menyimak.
"Maka, agar kau tidak lagi pergi dariku, aku ingin kau menikah denganku."
"Eh?" Kau mengerjap. Apa telingamu bermasalah atau karena kebanyakan berfantasi? Apa dirimu tak salah dengar?
"L-levi.."
"Kita menikah besok."
***
Scene selanjutnya tergantung imajinasi sendiri ya!^^
Author tau cerita ini receh banget sekaligus gajenya ga ketulungan. Author cuma nulis saja untuk pertama ketik.
Jya~ bye-bye!
KAMU SEDANG MEMBACA
Akashi X Reader X Levi
Cerita Pendekbutuh asupan? masuk! Oneshoot. #Cerita gaje >.<