Gadis Abu-Abu di Kota Bau-Bau (part 2)

46 0 0
                                    

Sebelum lanjut, aku masuk sebentar ya.

Setiap subjudul punya kaitan erat satu sama lain. Jadi, sedikit saran dariku.

Kudu sabar dan tenang dalam membaca cerita ini.

Tapi aku gak maksa kok kalau teman2 merasa gak srek dgn ceritaku. Boleh ditinggalkan. Dan terima kasih buat teman2 yg tetap stay.

Oh ya, buat teman2 yg nungguin bagian romantis-nya, maaf saja. Aku gak menghadirkan itu di cerita ini. Meski kuakui unsur cinta-cintaan ala anak sekolahan tetap kusinggung disini.
Yah, namanya ABG. Ye kan 😆 .

Itu saja untuk saat ini. Selamat membaca 😊

-----

Siang yang sangat panas. Lalu lalang kendaraan bermotor menghiasi jalan raya. Aku termenung, sembari berpikir untuk mencari penjual es.

Kota Bau-Bau.

Kubaca di sebuah spanduk, sambil terus menyedot es jeruk. Aku mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Waduh, Dek, nggak ada kembaliannya," tutur si bibi saat kusodorkan uang Rp 100.000,-
"Yah, sudah terlanjur kuminum." Aku berkata dalam hati.

"Tidak apa-apa kok, Bi. Biar saya yang bayar!" Ucap seorang wanita yang mengenakan helm fullface.

"Jangan, Mbak. Makasih banyak. Tapi nanti saya bayar sendiri aja." Aku menolak sesopan mungkin.

Segera aku ke warung sebelah hendak memecahkan uang.

Begitu aku kembali, gadis itu sudah tidak ada. Bonku telah dibayar olehnya.

Ah. Aku berutang balas budi pada orang yang tidak kuingat wajah dan tidak kutahu namanya.

-------

Pkl 15. 02

Aku berjalan meninggalkan taman kota.

Aku menikmati suasana yang kulalui. Cermin-cermin toko mengukur tinggi tubuhku.

Kutiti trotoar yang membentang sejauh panjangnya jalan.

"Annyeonghaseo!" seorang gadis berambut sebahu dan berponi memberi salam saat melewatiku. Ia dan beberapa temannya cekikikan.

"Dia menyapa siapa?" tanyaku membisik.

Orang yang aneh.

Ponselku berbunyi.

Jantungku tiba-tiba memompa cepat.

Ibukah?

Bapakkah?

SMS Hosan membuat otot-ototku lemas.

"Hai, pis. Aku di Bau-Bau nih. Kutunggu di Kamali yah!"

Langkahku tidak jadi kusambung.

Seumur hidup baru kali ini aku bertandang ke Bau-Bau.

Hanya satu tempat yang kutahu.

pelabuhan.

Ingin kubalas pesannya, sayangnya aku mengalami krisis pulsa di waktu yang tidak tepat.

"Bang, Kamali dimana ya?" tanyaku pada seorang abang tukang bakso di pinggir jalan.

Keringatnya berjatuhan di mangkuk. Aku mencoba berekspresi -- tidak terjadi apa-apa--.

"Jalan lurus saja, Mas! Hati-hati tersesat loh!" suara waktu di warung es tadi muncul kembali.

Aku berbalik.

Aku tidak mendapati bayangannya di antara kerumunan warga yang hendak menyeberang jalan. Aku terbengong.

Siapa dia? mengapa bisa aku tidak ingat untuk berkenalan dengannya? setidaknya tahu siapa nama dan wajah gadis itu.

-------

Kuputuskan naik taksi menuju ke pantai Kamali.

Banyak juga orang yang berjalan-jalan sore. Sekadar jogging, cari jodoh, tebar pesona, pun hanya untuk memandang dramatisnya sunset.

"Depan, kiri ya, Om!" aku menepuk pundak si sopir, setelahnya kusodorkan uang tumpangan.

"Jangan bayar pake uang seratus yah!" suara perempuan itu kembali terngiang.

Aku menoleh.

Dimana dia? gadis itu lagi-lagi menghilang. Dia menguntitkukah? Ada urusankah dia denganku?

"Mungkin dia mau minta ganti uang es," sadarku.

Aku masih termangu sampai taksi yang kutumpangi tadi telah pergi jauh.

Bunyi getaran HP dalam saku celanaku menggelitik khayalku.

Ada sebuah pesan singkat masuk.

Aku pengagummu! bukan penguntit atau yang mau minta uang es! aku gadis dengan helm fullfacenya 8) jangan bingung, aku punya nama kok! Nona Kotak Pos. Salam kenal ;)

"Hah?" Dahiku berkerut.

Darimana dia tahu nomorku?

Dan...

Seingatku, aku selalu berbicara dalam hati.

Kenapa dia bisa...?

Sambil terus bertanya pada diri sendiri, kusimpan nomor itu di phonebook.

NONA KOTAK POS

Nama macam apa itu.

Sialnya, aku paranoid.

Benang KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang