Buku Milik Wali Kelas Kami (part 1)

20 0 0
                                    

Nana Pov:

Bel apel pagi berbunyi. Hari sebentar lagi dimulai.

Tidak seperti biasanya, anggota OSIS kali ini ramai yang berjaga.

Banyak yang memakai jas OSIS berwarna hijau tua, di punggungnya ada slogan CERDAS DAN BERWIBAWA.

Mungkin ada acara akbar.

“Salah jalan kau, Ta!” temanku yang bawel ini berjalan membelakangi lapangan.

“Oh iya! aku melupakan satu hal. Jadi, sekolah kita punya tradisi di hari pertama tahun ajaran baru. Masa Orientasi Siswa tidak diberlakukan hanya kepada kelas satu saja, melainkan semua tingkatan kelas juga merasakan hal yang sama.” terang Ita.

“Bukankah orientasi tujuannya untuk mengenalkan seluk-beluk sekolah ke kelas satu karena mereka masih asing dengan lingkungan baru?"

"Serta untuk membina dan mendisiplinkan siswa. Jangan lupakan itu! Paling penting paling utama. Lantas, dalam pelaksanaannya kupikir emang gak salah kalau dibebankan kepada semua tingkatan kelas."

“Aneh banget."

"Nggak kok. Justru dengan cara begini budaya senioritas ditekan."

"Tetap saja aneh. Baru aku tahu ada sekolah yang punya aturan main begini."

"Kenapa aturan ini malah membuat sekolah kita terlihat aneh? Jawaban yang tepat ialah karena sekolah kita mendobrak tradisi. Just that!" Ita membela dengan semangat 45.

"Iya sih." Aku mati kutu.

“Tapi, aku tidak bawa perlengkapan apapun,” hardikku.

“Kau’kan sudah senior, tua dan karatan! tak usah berdandan kayak anak-anak teka,” ledeknya sambil mencubit pipiku.

“Kau mau kemana?”

“Aku pengurus OSIS, tahu! kau? sana buruan! ntar didapat Ketos baru tahu rasa!” ancamnya. Ketos : Ketua OSIS.

“Wuuh, iya! iya!” aku menyerah.

“Eh, tunggu!”

“Apalagi?!” aku mendengus, semoga Ita tidak ceramah kilat lagi.

“Ketos kita itu kayak magnet loh! cewek-cewek banyak yang jadi besinya. Jomblo lagi!” sempat-sempatnya gadis bertubuh subur ini genit di hadapanku.

“Huuh! Dikiranya novel teenlit apa,” aku komat-kamit, bergegas memotong jalan menuju ke lapangan.

-----

Pruuuuuttt…….

Seorang anggota OSIS meniup pluit. Tanda agar kami semua ‘tak bersuara’ dan dalam posisi ‘siap’.

Dari sebelah kiri, seorang siswa cowok yang memakai rompi masuk ke barisan kami.

Sejak tadi dia terus mengawasi kami. Jujur, aku tidak nyaman terhadap sorot matanya yang melotot meski tidak ditujukan kepadaku.

Sialnya, dia berhenti tepat di hadapanku.

Ita dari kejauhan melotot sambil menggetok jidatnya yang tak bersalah.

“Siapa namamu?” tanyanya tegas.

“Nana, Kak,” jawabku sepolos mungkin.

“Siapa?!” suaranya meninggi.

“Nana!” teriakku.

“Kau pikir aku tuli?!” marahnya, mukaku langsung ‘bengkok’

“Siapa suruh bertanya terus,” ledekku dalam hati.

Benang KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang