~Tentang sebuah masa lalu, simpan sebagai sejarah, kenang untuk pembelajaran, lupakan untuk sebuah masa depan~
®®®
"Ya Hanzel sedang berteduh, sebentar lagi Hanzel kirim lokasinya" Hanzel menutup teleponnya segera memasukkan kembali kedalam tasnya, gadis ini sedang berteduh di halte bus.
Bruuuug!!
Pandangannya kini tertuju pada wanita yang sedang tergeletak, meronta berusaha berdiri dari genangan air. Tanpa menunggu waktu lama Hanzel segera berlari kearah wanita itu, membantunya berdiri.
"Seseorang melemparmu dari mobil, apa itu benar? Apa yang terjadi?" Hanzel segera memboyong wanita itu menuju Halte dengan sedikit panik, Hanzel benar-benar melihat dengan jelas bagaimana wanita itu melayang hingga mendarat pada genangan air.
Hanzel masih merapikan baju wanita yang berantakan itu, dia terlihat sangat berantakan, Hanzel menyibakan beberapa helai poni yang menutupi matanya, penampilannya macam avril lavigne berambut hitam sedikit urakan, Hanzel tidak tau apa yang terjadi yang jelas perasaannya bertambah iba saat melihat diujung matanya terlihat luka lebam amat parah bukan hanya satu, bahkan pada dahinya.
"Mereka...mereka...memperkosaku" Ujarnya dengan suara begitu lirih diujung kata diakhiri dengan sebuah isakan yang teramat menyakitkan. Airmatanya terus mengalir tanpa henti.
Hanzel membelalak mendengar yang dia katakan, begitu sulit di cerna namun pahit dibayangkan, Hanzel tidak sanggup membayangkannya, namun Hanzel bisa merasakan betapa perihnya perasaan wanita ini, Hanzel bisa merasakannya.
Tubuh wanita itu bergetar, terutama kakinya yang sedaritadi masih bergetar membuat Hanzel juga meneteskan air matanya, pantas saja wanita ini sulit berdiri, kakinya bergetar seakan hilang fungsinya, Hanzel tidak sanggup melihat wanita ini.
"Siapa namamu? Bagaimana bisa? bagaimana bisa terjadi?" Hanzel mendekap tubuh gadis ini di dadanya, begitu sulit Hanzel harus memandangi wanita yang begitu terlihat hancur ini, Hanzel tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya apa yang terjadi pada wanita ini, dia sangat hancur dan Hanzel dapat merasakannya.
"Heeeeey, apa kau masih disana Hanzel?" Ujar Emilie memecah lamunan temannya ini. Hanzel mengerjap, kesadarannya kembali pada tempat semula, seakan suasana malam hari itu berganti posisi juga situasi dalam sekejap.
"Apa aku cantik sampai kau melamun memandangiku sedaritadi hah?" Ujar Emilie dengan memainkan rambutnya sedikit genit.
"Kau sangat cantik sayang" Balas Hanzel mencubit kedua pipinya gemas. "Kau sangat cantik Harley, aku sangat senang kau tidak pernah menampakkan wajahmu seperti saat pertama kali kita bertemu setahun lalu, hanya wajah ini yang bisa aku lihat, riang dan cantik. Sulit untukku sepertimu, aku masih terperangkap dalam kisahmu. Aku masih merasakan kehancuranmu dulu Harley, itu bayangan terburuk dalam hidupku" batin Hanzel.
Entah apa yang tuhan tambahkan dalam hati Hanzel, perasaan yang begitu sensitif dan rapuh. Gadis ini sungguh berempati tinggi, Hanzel bisa merasakan apa yang orang lain rasakan hanya dengan melihatnya, kemarahan, kehancuran, kebahagiaan, Hanzel bisa masuk begitu saja pada suasana hati seseorang dan dia ikut merasakan hal yang sama pula.
Karna perasaannya yang terlalu rapuh membuat pikiran gadis ini begitu liar, Hanzel mencoba masuk pada dunia orang lain menerima resiko baik maupun buruknya. Jiwanya mungkin terlalu kuat untuk membela hal yang menurutnya sama rapuh dengan dirinya.
"Kita sudah bertemu dengan Darren, Brad dan Barack. Harley, tinggal Jacob, dia jarang masuk kuliah" Ujar Emilie kembali memecah lamunan Hanzel.
"Oh ya Jacob, anak perdana menteri itu?"
"Sepertinya Jacob akan sedikit sulit, dia seperti tidak menyukai wanita"
"Apa dia Gay?" Hanzel tertegun mendengar ucapan Emilie.
"Bagaimana ya aku menjelaskannya, dia sulit jatuh cinta ya begitulah mungkin, dia tidak Gay bodoh, dia tampan mana mungkin Gay"
"Aaaah kau ini, jaman sekarang pria tampan banyak yang Gay seperti tidak tau saja" Lanjut Hanzel dengan menilik malas.
"Dia yang tersulit, dan itu bagianmu" Emilie tertawa puas kali ini.
"Kau!! mengapa yang sulit untukku haaah?" Hanzel memicingkan matanya pada Emilie.
"Kau kan cantik, setidaknya yang sulit akan sedikit melirik padamu, sedangkan aku hanya bermodalkan tubuhku yang sexy ini bagaimana lagi, terima sajalah" Ujar Emilie memasang wajah pasrahnya.
"Oh ya walaupun Jacob sulit tapi dia tampan, awas saja sampai kau tergoda, ingat apa niat awal kita, tapi aku tidak yakin, Jacob bisa membuatmu jatuh cinta, dia akan sulit di gapai, dia dingin, justru aku khawatir pada Darren dia bisa melakukan apapun untuk membuat wanita takluk Hanzel, apapun!" kali ini Emilie memasang wajah serius penuh aura mengancam.
"Emilie aku tidak akan jatuh cinta pada keduanya, Darren tampan tapi jujur saja aku tidak punya rasa setitikpun aku justru sangat jijik pada mereka semua, tenang saja, dan awas jika kau--" Ucapan Hanzel kini terhenti di tengah jalan.
"Ya ya yaaa aku tidak akan jatuh cinta lagi pada Barack, sudah cukup saat aku jatuh cinta pada Barack dia membuat seluruh hidupku hancur. Aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi bahkan pada siapapun!" Tegas Emilie berbicara begitu padat, jelas dan lantang.
"Kita akan sama-sama jatuh cinta nanti, pada orang yang tepat Emilieku," Hanzel merangkul tubuh Emilie dari samping memeluk begitu hangat.
"Berjanjilah, kita berdua tidak akan pernah mencintai salah satu diantara mereka? Berjanjilah!" Emilie mengulurkan jari kelingkingnya pada Hanzel.
"Berjanji, kita tidak akan terperangkap pada permainan yang kita buat ini" Hanzel membalas dengan kelingkingnya, mereka begitu antusias.
"Berjanji" Mereka kini saling bercengkrama satu sama lain. Penuh senyum kebahagiaan.
®®®®®
Voment terus yaaa hehe
Semoga pada suka.
Stay with my story
Love ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
WILD (REVENGE)
Romance(21+) "Berjanjilah, kita berdua tidak akan pernah mencintai salah satu diantara mereka? Berjanjilah!" *** Saat seseorang harus berada diantara dua pilihan, melanjutkan dendam atau menikmati rasa cinta. "Aku mencintaimu, namun kita tidak akan pernah...