~Tuhan menciptakan sebuah senyuman, sesuatu hal mudah dirasakan namun sulit dilakukan~
®®®
Hanzel bisa bernafas lega, Jacob melepaskan genggamannya dan berlalu menuju sofa.
"Sampai kapan aku harus disini?" Suaranya kembali melembut.
"Besok pagi" Ujarnya tanpa menatap Hanzel.
"Kemarilah" Jacob menepuk-nepuk sofa disebelahnya.
Hanzel berjalan mendekat ke arahnya, kali ini dia menjadi gadis penurut, dia sedikit takut, karna Jacob dibawah pengaruh alkohol, Jacob bisa melakukan apapun, mungkin yang terburuk.
"Aku ingin membuat coffee dulu" Hanzel tersenyum dan segera kembali berjalan menuju machine coffee. Dia tidak ingin dekat dengan Jacob terutama kondisi yang seperti ini, bukan ide yang baik, menghindar mungkin keputusan yang benar. Dia tidak akan menurut, hanya sedikit menghindar dengan cara baik-baik.
Hanzel melihat ke arah Jacob yang terus menerus menenggak minuman di botol yang dia genggam, perasaan takut dalam diri Hanzel mulai menguasai sepenuhnya, Jacob sangat banyak meminum alkohol entah apa yang dia pikirkan sekarang.
"Sudaaah jangan dihabiskan, aku juga mau Jac" Hanzel menyeringai dan merebut botol di genggaman Jacob, Kini tatapan Jacob beralih pada Hanzel sedikit meneliti dan benar sekali Jacob sudah dibawah alam sadar, dibawah pengaruh alkohol lebih tepatnya.
Hanzel berjalan dan membuang botol itu yang isinya sisa seperempat lagi, setidaknya Jacob tidak menghabiskan seluruhnya, ya walaupun Jacob sudah dibawah pengaruh alkohol setidaknya dia tidak kehilangan sadarnya.
"Oh ya Emilie" Hanzel meraih ponsel disakunya. Mungkin menghubungi Emilie saat ini adalah keputusan terbaik.
"Emilie ayolaah angkat" gumamnya masih menyimpan ponsel di telinganya.
"Simpan ponselmu" Jacob kini berada di belakang Hanzel dan mengambil alih ponselnya. Dia mengunci pergerakan tubuh Hanzel sekarang.
"Jac..Jacob sadarlah" Hanzel menyimpan tangannya didada, setidaknya sedikit bisa membuat jarak diantara keduanya.
"Aku mengantuk, temani aku tidur!!" Bentak Jacob tepat di wajah Hanzel.
"Tidak!! Tidak mungkin Jacob, sadarlaah"
"Cepat ikuti sajaa" Jacob merangkul pinggang Hanzel membawanya berjalan.
"Sadarlaaaah Jacob!!"
Dan Jacob menunduk dengan seluruh tubuh yang basah terkena air, Hanzel mengguyur Jacob dengan air didalam pas bunga yang ada disana, sedangkan Jacob masih menunduk, Hanzel hanya refleks melakukannya, mungkin menyelamatkan diri namun entah itu menyelamatkan diri atau bunuh diri.
"Apa itu dingin ? Sepertinya kau harus mandi" Hanzel menyeringai saat mendapati wajah Jacob yang kini menatapnya. Sedangkan Jacob hanya memandang tajam tanpa berkata apapun tatapan yang sangat tajam, setelah menatap cukup lama Jacob lekas menuju kamarnya, menutup pintu cukup kencang sampai membuat jantung Hanzel nyaris melompat.
®®®®®
Sinar pagi sangat menyengat menyelusup disela jendela, Jacob terbangun dari tidurnya mulai merasakan kepala yang teramat sakit dan berat, seperti sehabis tertimpa reruntuhan gempa bumi, itulah yang dia rasakan saat ini. Jacob mulai duduk di tepi ranjang menekan kepalanya yang masih sangat berat sedikit meringis, dia tidak ingat apa yang terjadi.
Tunggu dia sedikit mengingat sesuatu, Saat merasakan seluruh tubuhnya basah dan mendapati wajah gadis menyeringai di hadapannya, setelahnya sakit kepala yang sangat dan tertidur hingga lelap. Ya dia cukup mengingatnya sampai terbangun dengan kepala yang cukup sakit.
Jacob beranjak keluar kamar, mendapati ruangan yang sangat berkilau, harum dan bersih, sempurna. Pikirannya kembali memutar mengingat dimana saat dia mencium bibir Hanzel entah mengapa bayangan itu membuatnya sedikit tersenyum namun dengan segera Jacob menyadarkan pikirannya, wajahnya kembali datar seperti semula.
"Dimana dia ?" Gumamnya masih memandang ke setiap sudut.
Namun penciumannya membawa dia ke arah meja makan, Jacob mendaratkan setengah tubuhnya pada kursi, matanya melihat ke arah meja yang sudah dihiasi dengan makanan, 2 jenis makanan yang Hanzel buat, namun si pembuat makanan tampaknya tidak berada dirumah ini, makanannya masih hangat, menandakan jika gadis itu belum lama meninggalkan rumah ini.
*Jangan menuntut apapun lagi, satu malam bersamamu sangat berat bahkan mempertaruhkan nyawaku, jadi sudah cukup TIDAK ADA LAGI HUTANG BUDI. Anggap saja makanan ini bonusnya, Hanzel*
Tulisan dibawah piring yang baru saja Jacob balikkan untuk menyantap sarapan, dia tersenyum kecil lagi namun sepersekian detik kembali dingin seperti biasa, oh tuhan mahal sekali senyummu Jac.
®®®®®
"Hanzel banguuuuuun!!"
"Oh tuhan kenapa kau mengganggu tidurku Emilie!" Hanzel masih menutup seluruh wajahnya dengan bantal setelah selimut di tubuhnya dirampas paksa oleh temannya ini.
"Hanzel kenapa kau tidak hadir hari ini hah?"
"Karna kau, aku harus bergadang semalaman!!" Hanzel melempar bantal tepat pada wajah Emilie untung saja keseimbangannya masih terjaga.
Semalaman penuh dia harus berjaga dirumah Jacob bukan pengamanan rumah namun pengamanan diri, dia sedikit waspada, mungkin jika dia tidur Jacob bisa saja menerkamnya mungkin melakukan hal terburuk. Pikiran buruk Hanzel membuat dia terjaga semalaman tadi.
"Apa? Karna aku?" Ujar Emilie memasang wajah manja.
"Kemana kau kemarin aku menghubungimu sangat sulit Emilie" Hanzel memicingkan mata manjanya.
"Bersama Barack, akukan sedang menjalankan misi, dimana letak kesalahanku?" Ujar Emilie memasang wajah cemberutnya.
"Akupun menjalankan misi bahkan sampai harus menginap dirumah Jacob dan...Tidak jangan mengatakan itu Hanzel, atau dia akan mengoceh semaunya" Batin Hanzel kali ini bergelut.
"Tidak, baiklah lupakan saja" Ujar Hanzel beranjak dari tempat tidur dengan memberi senyuman manisnya seperti biasa.
"Ada apa kau kemari sayang? Sangat langka"
"Aku hanya ingin mengatakan jika kau harus membantuku menyiapkan ulang tahun anakku yang ke 1 tahun"
"Seharusnya kau mengatakannya sejak tadi!!" Hanzel kembali mengambil bantal dan melemparkannya pada wajah polos Emilie, dia segera beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
WILD (REVENGE)
Romance(21+) "Berjanjilah, kita berdua tidak akan pernah mencintai salah satu diantara mereka? Berjanjilah!" *** Saat seseorang harus berada diantara dua pilihan, melanjutkan dendam atau menikmati rasa cinta. "Aku mencintaimu, namun kita tidak akan pernah...