Tsabita mendengus, tangannya terlipat didepan dadanya. Matanya tak lepas menghunus ke arah laki-laki dihadapannya.
"Kamu ngapain sih disini? Ganggu orang aja!" ujar Tsabita mengomel, entah sudah ocehan ke berapa kalinya semenjak mereka bertiga duduk dipojok cafe bernuansa serba kucing ini.
Laki-laki yang diomelinya, justru tertawa sambil terus tersenyum dengan sederetan gigi putihnya. Ia hanya menopang dagunya dengan tangan dan menatap wajah Tsabita lamat-lamat. Seakan-akan ingin menganalisis tiap mili wajah Tsabita.
"Biasa aja kali ngeliatinnya!" ujar Karel menyemprotkan jus mangga ke arah Alden. Alden reflek memundurkan wajahnya, lalu menggerutu.
"Terserah gue dong! Mata-mata gue!" bela Alden sewot. Karel malah mendengus, dan menunjuk Tsabita dengan dagunya. "Liat noh, Tsabitanya aja gak suka lo liatin gitu!"
Tsabita memeletkan lidahnya, "Tuh, Karel aja paham!".
Alden mendengus, "Ya udah deh iya." Alden segera menarik kepalanya agak menjauh dari wajah Tsabita. Lalu tangannya masuk ke dalam saku, mengambil handphonenya dan, Cekrek! Sebuah foto terabadikan.
"Ish kamu!" Tsabita segera meraih handphone Alden, namun nyatanya Alden lebih gesit ketimbang Tsabita.
"Katanya ngeliatin muka lo terang-terangan gak boleh! Ya udah gue foto aja, biar gue pelototin melulu kalau mau tidur!" ujar Alden santai, membuat Karel kembali geleng-geleng kepala.
"Jadi, apa aja yang biasa kalian lakuin di cafe ini?" tanya Alden kembali membuka topik. Tsabita tampak berpikir.
"Ya ngobrol. Tentang banyak hal, apa aja. Kita bertiga emang udah bisa ngambil topik absurd tapi seru. Apalagi kalau udah ngomongin kucing-kucingnya Cassie." jawab Karel lugas, membuat Tsabita tanpa sadar sudah mendengus kencang. Membuat Karel sempat terkejut melihat reaksi Tsabita.
'Cassie lagi, Cassie lagi. Kamu ternyata kudet banget ya, Rel! Sampai semua topik taunya cuman soal Cassie aja!' gerutu Tsabita dalam hati.
"Ya udah dong, sekarang kan gue bukan Cassie. Kesannya lo nyindir banget gara-gara gue yang sekarang gabung bareng kalian." Alden segera berceloteh.
Karel berdecak, "Gak gitu juga, Len. Si Cassie mah emang lagi jengukin tantenya, jadi gak bisa ikut ke sini." jelas Karel. Alden manggut-manggut hanya ber-oh ria. Lalu matanya menangkap Tsabita yang kembali mulai bete. Ah, Karel kalau punya mulut suka gak disaring dulu!
"Kenapa cafe ini sih?" tanya Alden lagi, kini mulutnya sibuk mengunyah pie apple milik Karel. Berharap kali ini alasannya tak ada sangkut pautnya dengan Cassie. Ah, dia jadi merasa bodoh sendiri sekarang. Kenapa dia bertanya tentang hal yang berpeluang muncul lagi nama Cassie didalamnya?
"Oh, ini mah karna Tsabita suka cafe ini." ujar Karel membuat hati Alden mengendor seketika, lega.
Semenjak beberapa minggu yang lalu, Alden jadi sering nimbrung bareng Tsabita dan Karel. Sedangkan Cassie entah menghilang kemana. Ia selalu siap dengan alasan logis untuk menghindari mereka, itu tebakan Karel. Ia merasa memang Cassie seperti memberi jarak pada mereka. Membuat Karel bingung dan kecewa bersamaan.
"Ih, enak banget kuenya! Coba deh!" ujar Alden heboh, memecah lamunan Karel. Kini tangannya menyodorkan sepiring kue bercita rasa blueberry itu ke hadapan Tsabita.
Tsabita mendengus, "Udah pernah nyoba!" ketus Tsabita. Alden hanya bisa meringis, lalu sibuk menghabiskan kuenya sendiri. Sedangkan Karel kembali melamun, dan Tsabita menatap Karel diam-diam.
💐
"Akhirnya, ketemu juga sama lo!" ujar Karel memberikan senyum terbaiknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
COLOUR [END]
Historia CortaTerkadang, hal yang paling menyakitkan adalah melakukan dan mencoba suatu hal berulang-ulang, walau kita tau pada akhirnya akan tetap sama. Dan hal yang lebih menyakitkan adalah, mengetahui kita sebodoh itu untuk tak pernah henti melakukannya. Tapi...