U

13 3 0
                                    

"Selamat pagi, Rapunzel!" sapa laki-laki bertopi biru tengah tersenyum lebar pada gadis bercardigan merah. Gadis itu membulatkan matanya, seolah kehadiran laki-laki yang baru dengan ajaibnya muncul dihadapannya ini, memang suatu hal yang benar-benar mengejutkan.

"Kok kamu bisa ada disini?" Tsabita masih membulatkan matanya. Laki-laki itu justru malah memperlebar cengirannya. Ia bergerak mendekat ke arah Tsabita, membuat laki-laki yang memang sedari tadi berada disamping Tsabita mengernyitkan alisnya.

Tsabita langsung menengok ke arah laki-laki yang kini tengah menunjukkan wajah meminta penjelasan. "Enggak-enggak, aku gak kenal dia. Aku aja gak ngerti kenapa orang gila bisa ada dikantin kampus kita." ujar Tsabita panjang lebar.

"Enak aja, mana ada orang gila ganteng? Nanti banyak fansnya dong!" laki-laki itu segera protes, ia lalu menjabat tangannya dengan laki-laki dihadapan Tsabita sambil tersenyum.

"Kenalin, Alden Bimaaksa. Calon pacarnya Rapunzel."

Karel mengernyit, "Rapunzel?".

"Iya, dia itu kayak Rapunzel yang dikurung dalam istana hati lo, lo kayak emaknya gitu deh, jahat. Udah jahat, caper lagi! Nah gue pangerannya, yang kelak membebaskan sang Rapunzel dari kekangan lo. Siapa tah namanya? Oh, Robin Hood ya? Weiss, namanya keren, pas lah sama wajahnya." celoteh Alden sambil tersenyum bangga, membuat kedua insan dihadapannya sama-sama bergumam 'orang freak'.

Tsabita geleng-geleng kepala, "Sejak kapan Rapunzel satu cerita sama Robin Hood?".

Tsabita segera mengamit tangan Karel, mengajaknya untuk pergi dari tempat ini. Mengajaknya untuk pergi dari mahluk tidak jelas yang selalu berkeliaran dimana saja.

"Eheh, mau kemana? Ikut dong!" Alden segera mencegat, ia merentangkan tangannya didepan Karel dan Tsabita.

"Gak boleh berduaan, nanti yang ketiganya setan."

"Iya, kamu setannya!" potong Tsabita, menyingkirkan lengan Alden.

Karel otomatis tertawa, "Haha, iya iya ikut aja, kita cuman mau nonton bareng kok! Kayaknya kalo nambah orang lebih seru!" ujar Karel membuat Tsabita membulatkan matanya sempurna, ia segera mengarah ke arah Karel, meminta penjelasan. Karel yang ditatap sehoror itu, hanya bisa mengedikkan bahunya sambil tersenyum.

"Yes, makasih ya saingan! Gak nyangka lo baik juga!"

"Apa? Saingan? Dalam hal?" Karel segera memotong ucapan Alden, Alden segera menggeleng dan berkata, "Enggak jadi, abaikan aja." lalu mengamit lengan Tsabita seenak jidat dan berjalan meninggalkan Karel dibelakang. Karel yang melihat itu, hanya bisa geleng-geleng kepala, membenarkan kalimat Tsabita kalau laki-laki berpenampilan serba biru ini memang agak tidak waras.

💐

"Mas tiket 'Death Cure'nya tiga, ya." Karel memberikan beberapa lembar uang bergambar presiden Soekarno-Hatta pada petugas.

"Gak jadi mas, 'Dilan' aja tiga." ucap Alden membuat Karel terkejut. Pasalnya, sejak kapan Alden ikut mengantri. Lagipula, kenapa ia yang menentukan filmnya?

"Yang suka film kayak gitu tuh Cassie, bukan Tsabita." ucap Alden datar, menerima tiga tiket yang disodorkan petugas dan lekas berbalik ke arah Tsabita yang duduk disofa hitam.

Karel mencegat lengan Alden, "Lo tau Cassie juga? Kok bisa?"

Alden tertawa menghina, memberi senyum miringnya terang-terangan. "Gak penting gue tau Cassie darimana. Yang penting bagi gue ialah ternyata, lo gak tau apa-apa tentang Tsabita. Haha, miris bukan?" ujar Alden masih dengan tawa menghinanya, dan berjalan menuju Tsabita.

Tsabita masih memamerkan senyumnya, lalu matanya nyaris membulat sempurna ketika melihat tiga tiket yang disodorkan Alden.

"Kamu beneran milih film ini?" ujar Tsabita antusias, matanya mengarah pada Karel yang padahal baru saja datang.

Karel tersenyum sungkan, diliriknya Alden yang masih memasang wajah datar. "Bukan gu__"

"Udah udah, kalo mau memuji-muji ria jangan disini. Mendingan langsung masuk aja, udah mau mulai filmya." potong Alden beringsut menuju teater 4. Karel malah masih terdiam ditempatnya, terpaku dengan apa sebenarnya maksud Alden.

💐

"Cassie bilang hari ini ada kerkom, jadi gak bisa ikut." ujar Karel membuka topik sembari menunggu film dimulai.

Tsabita tersenyum tipis, "Oh, kamu ngajak Cassie juga."

Karel mengangguk, "Pastilah, kalian kan sepaket."

"Emangnya dia gak ngasih tau lo ya?" tambah Karel, Tsabita terdiam sebentar lalu mengangguk ragu.

"Kalian lagi gak marahan kan?" Tsabita hanya terdiam, Karel kembali berdialog, "Abis kamu waktu itu gak ikut nge-suprise-in dia bareng anak-anak sih!"

"Oh, itu mah gara-gara aku sibuk bantuin saudara aku pindahan. Aku gak marahan kok sama dia." ujar Tsabita tertawa renyah.

Karel manggut-manggut, "Oh, soalnya gue jarang liat kalian ngumpul lagi, gue pikir kalian marahan. Apalagi kalo ditanya satu sama lain, kayak losecontact gitu." tambah Karel, dan selama penayangan trailler film lain sebagai selingan sebelum film dimulai, Karel hanya membicarakan mengenai Tsabita yang seolah-olah menjauh dari Cassie.

Hal itu membuat Tsabita kesal, dan berargumen dalam hati, mungkinkah Cassie cerita tentang mereka pada Karel? Ah, sungguh menyebalkan!

Dan saat itu pula, ada Alden yang melihat Tsabita dengan raut khawatir.

💐

"Cassie!" panggil seseorang setengah berteriak. Tentunya membuat Cassie memberhentikan langkahnya. Ia mendapati seorang gadis tengah mengarah padanya.

"Ini, dari Tsabita. Tadi dia nitip ke gue." ujar gadis itu menyerahkan sebuah kado berbungkus corak batik.

Cassie tersenyum, ternyata Tsabita tak lupa dengan ulang tahunnya.

"Kenapa dia gak ngasih langsung ke gue?"

Gadis itu mengedikkan bahunya, "Lah, mana gue tau."

Cassie akhirnya mengucapkan terima kasih dan lekas kembali menuju rumahnya. Namun sebelumnya, gadis tadi kembali memanggil Cassie.

"Oh ya, besok kerkom dirumah gue ya! Kuota gue abis, jadi takut besok masih belom bisa ngabarin lo!" ujar gadis itu. Cassie mengangguk, lalu pamit untuk segera pulang ke rumah. Iya, ke rumah. Kalian dengar kan kalau temannya tadi bilang kalau kerkom itu besok?

Cassie pikir, ini yang memang Tsabita inginkan.

COLOUR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang