1

3K 250 24
                                    

ENAM pernikahan dalam lima hari. Astaga Naga.

Yang bisa Byun Baekhyun pikirkan hanyalah bahwa ibunya, Alice— sekaligus rekan bisnisnya dalam Premier, perusahaan perencana pesta yang harus dipekerjakan di area Atlanta dan sekitarnya jika ingin membuat para tamu terkesan—pasti menenggak dua atau bahkan dua belas sloki sampanye martini saat menerima begitu banyak pesanan pekerjaan yang waktunya sangat berdekatan. Pasti tidak akan seburuk ini jika proyek-proyek tersebut bukan pesta pernikahan: sekedar pesta bisa disebut sederhana jika dibandingkan pernikahan, karena relatif bebas dari pergolakan emosional. Sementara itu, pernikahan penuh dengan seluruh emosi yang ada pada diri manusia. Bukan hanya para pengantin wanita yang merepotkan; para ibu pengantin wanita, para ibu pengantin pria, pengiring utama, para pengiring lain, orangtua anak penabur bunga dan pembawa cincin, para sepupu yang tidak diundang ke pesta perikahan, warna apa yang harus dipilih, tanggal, lokasi, jenis huruf menyebalkan pada kartu-kartu undangan sialan...

"Bryce Wilde," si petugas memanggil nama asingnya—Wilde adalah nama belakang dari ayahnya yang berdarah Virginia asli, sedangkan Byun adalah marga dari ibunya yang berkebangsaan Korea—menyela pikiran-pikiran Baekhyun yang semakin tertekan dan panik.

Suara petugas itu terlalu ceria. Tidakkah dia sadar, terdengar ceria sama sekali tidak pantas bagi seseorang yang bertugas menerima pembayaran denda atas pelanggaran lalu lintas? Mungkin terlalu berlebihan jika harus menuntut si petugas untuk berbicara dengan nada suram, tapi setidaknya dia bisa mengesankan sedang bosan atau datar, bukannya bersenang-senang karena menerima uang seseorang.

Baekhyun menekan kekesalannya; sebenarnya itu lebih disebabkan beban kerja yang nyaris mustahil dia tanggung, yang menunggunya minggu depan, bukan karena harus membayar denda akibat mengebut. Yang membuatnya semakin tertekan adalah fakta bahwa karena mereka bekerja begitu keras, dia lupa mengirim uang denda karena mengebut. Dan hari ini adalah tenggat pembayaran, jadi pilihannya adalah pergi dari pekerjaannya sebentar—yang pada akhirnya akan membuatnya semakin tertekan—atau menerima surat resmi penahanan. Yeah, itu pasti mengurangi stres yang dia rasakan.

Datang terlambat adalah kesalahannya. Jika kota Hopewell, tempat tinggal Baekhyun adalah lokasi dia menerima surat tilang, sudah bisa menerima pembayaran online, dia tidak perlu susah payah begini. Namun, ternyata sebaliknya. Dia bangkit, menyerahkan uang tunainya tanpa bersuara, dan semenit kemudian sudah menyebrangi aula, surat tilangnya sudah terlupakan karena sudah tercoret dari daftar kewajibannya.

Dia melirik jam tangan. Waktu yang dia miliki cukup untuk menempuh perjalanan menuju janji berikutnya—menemui Joy Parker, perempuan jalang sepanjang masa, dan salah satu alasan mengapa enam pernikahan dalam jangka waktu lima hari menjadi seperti film Mission Impossible—Misi yang mustahil. Namun, pernikahan Joy bukan salah satu dari enam pesta ini; bahkan tidak akan berlangsung sampai bulan depan, tetapi Joy terlalu banyak menyita waktu mereka dengan perilaku histeris dan keputusan yang selalu berubah. Salah seorang pengiring pengantin bahkan sudah mendampratnya—mendamprat Joy, bukan Baekhyun—dan ini merupakan pengalaman pertama Baekhyun. Biasanya, apa pun yang pengantin wanita inginkan, para pendukung pesta pernikahan hanya akan mengertakkan gigi dan menjalaninya. Bahkan saat mengundurkan diri, mereka akan memberikan alasan-alasan yang sopan. Namun, gadis ini tidak. Dia mengutarakan kekesalannya kepada Joy dengan sengit dan mengungkapkan secara blak-blakan.

Saat pertikaian meledak, Baekhyun mundur sejenak, membiarkan dirinya tersenyum lebar dan mengepalkan tangan penuh kemenangan. Kemudian dia mengendalikan ekspresinya dan kembali untuk melerai pertarungan saling menjambak dan mencolok mata. Dia pasti senang melihat Joy dengan mata memar, tetapi bisnis adalah bisnis.

Jika tidak begitu sibuk dengan pikirannya, dia pasti akan berjalan lebih cepat. Tetapi, saat pintu berayun keluar, dia terperanjat dan menabrak sesosok lelaki tinggi, berambut gelap, dan bersetelan jas bewarna gelap yang memasuki koridor. Baekhyun berseru "Umph!" Tabrakan itu menjatuhkan tas kerja dari tangannya hingga terseret jauh dilantai keramik kelabu. Dia merasakan sebelah kakinya, yang mengenakan pantofel kulit casual yang memiliki sedikit hak berukuran tiga sentimeter, mulai tergelincir. Dalam kepanikan, otomatis dia menyambar lengan lelaki itu untuk menyeimbangkan diri. Lengannya yang bebas terselip ke dalam jas si lelaki yang terbuka, dan dia mencengkram kain kemeja lelaki itu, berpegangan sekuat tenaga. Sisi lengannya menyapu sesuatu yang sangat keras, dan sekilas tampak sebuah benda dari kulit sebelum dia mengenali dengan terkejut bahwa itu adalah sarung pistol, diikuti oleh pistol, kemudian polisi. Mengingat dia sedang berada di balai kota. Kesimpulan itu logis sekaligus tepat.

VEIL OF NIGHT ㅡ CHANBAEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang