15

508 56 16
                                    

KETIKA Baekhyun mendengar suara Alice di luar kantornya, dengan suara-suara Peach dan Nancy yang bersahutan saat mengajukan pertanyaan bertubi-tubi, dia terdiam sesaat untuk mendengarkan lebih jelas. Karena suara Chanyeol yang lebih rendah tidak terdengar, dia menghembuskan napas lega dan membuka pintu dengan sentakan, meskipun dia harus memandang berkeliling untuk memastikan Chanyeol sudah pergi sebelum bertanya, “Apa yang terjadi?”

“Dia mengajukan beberapa pertanyaan tentang kegiatanku kemarin sore, dan mencatat banyak hal,” Alice menjawab. “Kupikir dia memastikan aku tidak membunuh Joy, tapi tidak mungkin. Setelah kita makan muffin di Claire’s, aku tak punya waktu untuk kembali dan melakukan tindakan itu, kemudian langsung pergi ke pesta pernikahan.”

“Kalian makan muffin di Claire’s?” Peach bertanya.

“Kemarin sore, setelah Joy memecat kita,” Baekhyun menjawab.

“Oke,” Nancy bersungut-sungut. “Nomor satu: kalia bisa membelikan cukup banyak muffin untuk kita hari ini. Itu hanya pendapatku. Nomor dua: barangkali, dia memastikan kebenaran tentang keberadaanmu kemarin. Alice adalah alibimu.”

“Mungkin,” Baekhyun mengiyakan dengan muram. Seharusnya dia tahu Chanyeol akan menanyai Alice. Jika memikirkan itu sebelumnya, mungkin dia akan lebih siap untuk menerima kejutan tadi. Namun, dia malah merasakan amarah yang tiba-tiba membuncah bagaikan kobaran api, dan setelahnya, dia merasa gemetar.

“Entahlah,” Alice menambahkan. “Dia bertanya tentang kegiatanku sejak pukul tiga kemarin sore hingga aku tiba di pesta pernikahan, jadi—“ Dia mengangkat bahu, mengisyaratkan “siapa tahu”. “Ada yang membeli koran pagi ini? Berita di televisi tidak mengungkapkan terlalu banyak detail. Mungkin di koran ada berita tentang perkiraan waktu pembunuhan.”

Tidak ada yang membeli. “Aku akan keluar untuk membelinya,” ujar Nancy. Dia menyambar tas dan kunci mobilnya, lalu terburu-buru keluar.

“Aku membutuhkan kopi lagi,” Peach berkata. “Dan tambahan brownies.” Dia berbalik dan menuju area dapur.

“Mengapa?” Alice bertanya sambil mengikuti Peach. “Bukan kau yang ditanyai.”

Karena berpikir bahwa dia harus menenangkan saraf-sarafnya yang tegang dengan menyantap cokelat lagi dan tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, Baekhyun memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Dia tiba di dekat mereka tepat saat Peach berkata, “Aku menghibur diri karena aku tidak ditanyai.”

“Apa?”

“Tuhan yang Mahabaik, Alice, apakah kau mati rasa dari pinggang ke bawah?” Saat Baekhyun melewati pintu, Peach tampak bersalah. “Maaf, Sayang. Tapi kau tentu tahu ibumu memiliki kehidupan cinta—“

“Peach!” Alice menegur dengan nada suara yang mengancam.

“Tentu saja, aku tahu.” Baekhyun menuangkan sedikit kopi untuk dirinya sendiri dan mengambil sepotong brownies lagi dari baki.

“Nah, kau tidak perlu bersikap bagaikan Kepala Biarawati di sebuah biara.” Peach memberi Alice tatapan “sudah kubilang” dan menggigit brownies-nya. “Seperti yang sudah kukatakan, lelaki itu menguarkan testosteron. Reaksi kimia itu nyaris membuatku terbakar—dan aku marah kepadanya, jadi bayangkan apa yang akan terjadi jika aku tidak merasa begitu!”

Baekhyun nyaris tersedak saat meneguk kopinya.

“Aku lebih tua dua puluh tahun dari detektif itu, dan kau juga, Peach Reynolds. Aku tidak merasakan pancaran testosteronnya dan seharusnya kau pun tidak.”

VEIL OF NIGHT ㅡ CHANBAEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang