10

521 71 29
                                    

“Kami menanyai semua orang,” Chanyeol menjawab dengan santai. “Apa alasannya Kasper Delaney meneleponmu?”

Baekhyun tidak memercayai Chanyeol. Oh, dia percaya, mereka akhirnya akan menanyai siapa pun yang ada di gedung resepsi sore tadi, tetapi saat memikirkan peristiwa ini, pasti dia berada di urutan teratas dalam dafta tersangka mereka.

Lilitan rasa sakit yang tajam dalam dadanya membuatnya terkejut sekaligus kecewa. Dia tidak ingin terluka. Ini bodoh. Jika dipikirkan, dia tahu Chanyeol melakukan pekerjaannya, tahu bahwa seharusnya dia tidak mengharapkan hal lain dari Chanyeol. Mereka tidak memiliki ikatan. Mereka bahkan belum pernah berkencan. Tidak ada apa pun di antara mereka selain hubungan semalam.

Namun, selogis dan serasional apa pun pikirannya, secara emosi, dia bagaikan mendapatkan tonjokan di perut. Bukan hanya satu jenis, tetapi perasaannya campur aduk: rasa kaget dan kegelisahan setelah mengetahui seseorang dibunuh di gedung resepsi, dan berpikir bahwa itu mungkin Sunny, yang berteman dengannya meskipun bukan sahabat. Kemudian, ada perasaan panik lanjutan yang tak dapat dijelaskan kata-kata, saat dia berpikir Chanyeol datang untuk memberitahunya bahwa sesuatu telah terjadi pada Alice. Baekhyun menganggap dirinya adalah seseorang yang pada dasarnya kuat, tetapi pada saat itu, teror menyeramkan ini nyaris membuatnya kehilangan kesadaran. Ketika berhasil menahan diri agar tidak pingsan, dia merasa sekujur tubuhnya bagaikan dihantam oleh kesadaran bahwa Chanyeol, orang yang mendapatkan lebih banyak dalam waktu semalam dibandingkankan yang didapatkan mantan pacar apalagi mantan istrinya, benar-benar menduga bahwa dia pembunuh.

Baekhyun nyaris tidak dapat menahan diri untuk melemparkan diri ke pelukan Chanyeol, mencari kedamaian dan kenyamanan dari saat mengerikan ketika dia pikir sesuatu terjadi pada ibunya. Dia ingin meringkuk di pangkuan Chanyeol bagaikan seorang anak, menyembunyikan wajah di dada Chanyeol yang bidang, dan membiarkan Chanyeol melindunginya dari dunia ini. Apa yang dia pikirkan? Hubungan semalam tadi tak berarti apa pun selain seks? Jika begitu, Chanyeol jelas menyalahgunakan kebodohannya. Bukannya rasa nyaman yang Baekhyun peroleh dari Chanyeol, dia malah mendapatkan interograsi. Astaga, itu suatu tamparan di pipinya.

Baekhyun hampir tak mampu bernapas karena beban yang menekan dadanya. Dia sadar, perasaan dikhianati ini tidak rasional. Namun, itu tak mampu menghilangkan kepedihan yang dia rasakan. Selama sedetik, Baekhyun berpikir bahwa mungkin dia bisa mempermalukan diri dengan menangis, tetapi dia menelan ludah dan memusatkan perhatian kepada lelaki yang satunya, yang tak dapat dia ingat namanya. Lelaki itu lebih tua daripada Chanyeol, lebih tinggi, dengan rambut yang mulai kelabu, tetapi memiliki pundak yang juga lebar dan kewaspadaan tinggi dalam tatapannya.

“Maafkan saya,” akhirnya Baekhyun bisa berbicara, meskipun suaranya masih pelan dan gemetar. “Saya tidak mendengar nama Anda.”

“Kris,” lelaki itu menjawab. “Sersan Kris Wu.”

“Sersan Kris,” Baekhyun mengulangi, lalu menelan ludah lagi. Beban di dadanya berkurang dan dia mampu menghirup udara yang sangat dia butuhkan. Pikirannya sedikit jernih. Chanyeol telah mengajukan pertanyaan yang sama dua kali, dan baik dirinya maupun Sersan Kris pasti tidak senang jika harus menanyakan untuk ketiga kalinya. “Kasper—saya pikir dia khawatir ada sesuatu yang terjadi pada diri saya. Pertemuan sore tadi dengan Joy adalah suatu bencana, dan dia beserta para vendor lain meninggalkan saya hanya bersama Joy, kecuali Sunny—Sunny Lee—tapi Sunny ada di kantornya.”

“Mengapa Kasper Delaney khawatir?’

“Mengapa kau bertanya saat kau tahu Joy menamparku?’ Baekhyun memanas, tetapi dia terus menatap Sersan Kris meskipun Chanyeol yang mengajukan pertanyaan itu. Sungguh aneh harus menatap mata Kris saat harus berbicara dengan Chanyeol, jadi Baekhyun memusatkan perhatiannya ke arah dasinya.

VEIL OF NIGHT ㅡ CHANBAEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang