Tantangan Hijrah

2.7K 216 2
                                    

Sebuah mobil mewah warna hitam memasuki area pondok. Tak lama, turunlah seorang pemuda dengan pakaian modern. Celana jeans hitam modern dengan dua garis sobekan di bagian lutut, dipadu dengan kaus abu-abu polos. Sepatu kets putih dengan merk yang cukup terkenal. Dan tak lupa kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya. Pemuda itu berjalan menuju bangunan pondok. Ia menjadi pusat perhatian santri yang sedang berada di luar kelas. Pemuda itu memandang bangunan pondok dengan raut sinis.

Salah satu guru di pondok itu pun menghampiri sang pemuda. "Assalamu'alaikum," sapanya ramah pada pemuda itu.

Pemuda itu membuang wajah. "Di mana adikku?" tanyanya.

"Adik Anda? Siapa nama adik Anda?" tanya guru itu.

Pemuda itu menatap sang guru tajam. "Jangan pura-pura tak tahu! Saya yakin adik saya di sini!" geramnya.

Sang guru merasa bingung dengan ucapan pemuda itu. "Bagaimana saya tahu, jika Anda tidak menyebutkan nama adik Anda."

Mata sang pemuda menyala. Ia meraih kerah pakaian sang guru. "Jangan berlagak sok suci. Saya tahu kalian meracuni pikiran adik saya untuk keluar dari agama kami. Di mana adik saya?!" tanya pemuda itu dengan nada keras.

Akbar segera keluar dari ruangannya, lalu menghampiri mereka ketika mendengar keributan dari luar ruangannya. "Ada apa ini?" tanya Akbar melihat pemuda itu menarik kerah pakaian sang guru.

"Nggak tau, Gus. Tiba-tiba pemuda ini datang marah-marah menanyakan adiknya." Sang guru menatap Akbar sambil menghempaskan tangan pemuda itu dari kerah bajunya.

"Anda bisa bicara baik-baik tanpa kekerasan." Akbar menyarankan.

"Jangan sok suci kalian. Kalian sudah membuat adik saya hancur." Pemuda itu mengacungkan jari telunjuk di depan wajah Akbar.

"Sebutkan nama adik Anda." Akbar menatap pemuda itu tenang tanpa merasa tersulut.

"Jodha Malikha." Pemuda itu menatap Akbar dengan sorot mata tajam.

"Bisa tunjukkan kartu identitas Anda?" tanya Akbar tenang.

"Kau pikir aku pembohong?!"

"Ini untuk menjaga kehati-hatian pondok ini. Tidak sembarang orang bisa menemui santriwati di pondok ini. Jika Anda ingin menemui adik Anda, maka Anda wajib menunjukkan kartu identitas Anda. Ini peraturan pondok."

Pemuda itu merasa kesal dengan perkataan Akbar, tapi ia menurut. Diraihnya dompet di saku celananya dan memberikan kartu identitas pada Akbar.

Akbar pun menerima kartu identitas itu.

Brian Leonardo. Akbar membaca nama pemuda itu dalam hati. Ia pun menyusuri alamat yang tertera. Akbar terkesiap ketika kartu nama itu direbut oleh sang pemilik.

"Sekarang tunjukkan di mana adikku."

"Mari ikut denganku," ajak Akbar.

Brian pun menurut. Ia berjalan di depan Akbar. Akbar meraih ponselnya dan menghubungi pengurus pondok putri.

"Assalamulalaikum," sapa seseorang dari sebrang sana.

"Wa'alaikumussalam," sahut Akbar, "Tolong suruh Jodha Malikha dan Safa ke ruang pertemuan santriwati." Perintah Akbar.

"Baik, Gus."

"Assalamulalaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Akbar pun menutup panggilan. Ia bergegas membawa Brian menuju ruang pertemuan santriwati. Abinya sedang tidak ada di pondok karena ada urusan di pondok pusat. Jadi-lah Akbar di beri amanah untuk mengurus pondok beberapa hari selama Gus Wahyu di Jawa.

Menggenggam HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang