Naya POV
Rasa takut menghantui, berbagai ancaman ia lontarkan melalui teman sebagai perantara. Tuhan apa yang harus kulakuan, apa yang harus kupilih.
Waktu menunjukan pukul 9.30 siswa siswi berebut keluar, berdesak - desakan melalui pintu yang cukup sempit. Aku tak beranjak dari tempat ku duduk, masih memikirkan hal yang sedari tadi menggangu hidupku hari ini.Tiba - tiba uluran tangan lembut menggengam tanganku. Dia meyakinkan ini akan baik - baik saja.
"Nay, keluar ada yang mau ketemu." Suara itu bagai pisau yang menggores setiap urat yang berada di tubuhku.
Tanpa berbicara aku beranjak.
Dia bukan orang yang asing, aku mengenali dirinya. Duduk di tangga lapangan dengan wajah yang begitu datar.
"Nay maksudmu deket sama dia apa?"
"Harusnya aku yang tanya, maksudmu deket sama irma apa?"
"Jawab!" Nadanya mulai meninggi.
"Kamu ngilang gitu aja, janji mau pulang tapi deket sama cewek lain. Terus aku suruh nunggu kamu?. Sedangkan kamu asih sama yang lain?."
"Aku kan dah bilang aku ndak mau ganggu pores belajarmu."
"Itu kamu jadiin alesan biar bisa deket sama cewek gitu?"
Dia hanya terdiam tak menatap.
Dengan cepat ia beranjak, mengepalkan tangan mendarat tepat di pipi kiri Lindu. Dengan tubuh yang sedikit gemetar aku berdiri membuat jarak diantara mereka. Mencegah mereka bertengkar, sayangnya aku tak sekuat itu. Satu pukulan lolos dari Putra mengenai ujung bibir dan membuatnya mengeluarkan sedikit cairan merah mengalir.
"Heh udah. Apaan coba kayak gini kayak anak kecil."
Aku menyuruh Lindu untuk pergi. Saat keadaan sedikit tenang, aku kembali berbicara dengan Putra aku tau dia orang yang mudah emosi dan tak berfikir panjang. Kata perkata ku susun sesederhana mungkin suapaya mudah di mengerti olehnya yang sedang terbawa emosi.
Egois, mementingkan dirinya sendiri, berbicara sangat angkuh tak bersahaja menatap pun tidak sama sekali.
Putra POV
Bodo amat gak perduli, pokoknya kamu gak boleh sama orang lain. Mungkin aku terlihat egois tapi ini semata - mata untuk kembali memperjuangkan kamu, sebelum terlanjur melangkah jauh.
Tapi ngapain jugak ya, lagian ada Irma. Bodo amat dua juga boleh.
Lindu POV
Gila tu anak, kalo gak ada Naya udah aku habisin sekalian. Ya kali aku cuma diem gini doang.
Naya POV
"Kamu ngapain kayak tadi. Dengan cara baik - baik kan bisa."
"Aku dah pernah bilang sama dia sebelumnya."
Sedari tadi gemetar ini belum hilang juga. Sial. Aku benar - benar lemah.
"Waktu istirahat dah habis pada masuk sana."
Suara itu lagi, suara yang terdengar seperti malaikat penjemputnya nyawa saja.🍁🍁🍁
Aku masih saja bergumul dengan diriku sendiri. Bertanya apa yang harus ku lakukan. Kusimpulkan satu hal aku ini terlalu bodoh, karena rasa sayang aku terlihat lemah. Hanya karena terlalu banyak kenangan aku tak bisa beranjak, masih saja singgah di reruntuhan harapan yang berserakan walau sebenarnya aku juga mulai menyukai orang lain.
Kuputuskan untuk tidak memilih salah satu dari antara mereka. Mencoba bersikap biasa sebagai seorang teman, sama pada saat rasa ini belum menjadi raja yang berujung petaka.
Hay readers
terimakasih sudah membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive
Teen Fictionketika aku mendapati separuh hatiku kosong, menunggu sesuatu yang tak pasti hingga mulai membenci. Tersadar dan pada akhirnya memaafkan, namun aku masih saja menunggu meski ku tau kau takkan pernah kembali. Aku lelah bolehkah aku melepasmu? Dan bia...