LDR 19

507 21 0
                                    

Lisa menatap ponselnya dengan tatapan kosong. Berharap ponsel itu berdering dan muncul foto Rendy disana. Sebagai tanda masuknya satu panggilan dari Rendy.

Lisa POV

Sebenernya gua kangen, kangen banget malahan. Tapi gua bisa apa. Gua ga mau ngehubungin duluan. Gua takut ganggu Rendy. "Gua kangen lu, Rendy."

Author POV

Pandangan Lisa mulai mengabur karena air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Air mata itu sebentar lagi akan jatuh, tapi dengan cepat Lisa membalikkan tubuh dan menjatuhkannya kasar ke tempat tidur.

Saat itu, mulai pecahlah tangisan Lisa. Tak ada suara dalam tangis itu, yang ada hanya suara dari hatinya. Yang menyuarakan bahwa dia merindukan Rendy.

Keadaan ini sangat menyiksa untuk Lisa. Mungkin tak hanya Lisa, tapi Rendy, dan bahkan semua pasangan yang baru mulai merasakan LDR. Rasa selalu ingin bersama tak dapat terwujud karena harus terhalang oleh jarak dan waktu.

Getar ponsel Lisa membuyarkan pikiran rindunya pada Rendy. Lisa meraba tempat tidurnya untuk mengambil ponsel. Satu pesan masuk ke whatsappnya dari nomor tak di kenal.

No name : Lis

Lisa tak berniat untuk membalasnya. Tapi satu pesan dari nomor yang sama kembali muncul.

No name : Udah gua duga. Pasti ga bakal di bales.

Lisa baru akan mengetikkan jawaban untuk nomor tak dikenal itu, saat ponselnya menampilkan foto Rendy. Secepat kilat Lisa membenahi posisinya.

"Hallo.Bi?" Terdengar suara sapaan dari seberang. Lisa masih mencoba mengatur nafasnya agar terdengar sebiasa mungkin di telinga Rendy.

"Maaf, beberapa hari ini ga ada kabar. Gua lagi sibuk sama tugas sekolah. Lu tau sendiri kan kemarin-kemarin gua asik main. Jadi sekarang banyak tugas numpuk. Gua harus nyelesein semua tugas yang ada. Maaf banget ya Bi."

"Jadi ini semua salah siapa?"

"Iya gua tau ini semua salah gua. Sekali lagi gua minta maaf sama lu." Suara Rendy terdengar kembali memelas.

"Makaannya lain kali kalo disuruh ngerjain tugas itu, langsung kerjain. Jangan ditunda-tunda."

"Iya-iya. Eh kok suara lu kaya beda. Lu, abis nangis kah?"

Rendy mulai merasakan perubahan pada nada suara Lisa. Kepekaan Rendy kembali terlihat disaat-saat seperti ini.

"Gua itu sebenernya penting gak buat lu?" Lisa tersenyum miris menanggapi pertanyaan Rendy.

"Kenapa ngomong gitu? Ya jelas lah lu itu penting. Penting banget malahan. Lu kenapa sih? Cerita sama gua kalo ada apa-apa."

"Lu pikir sendiri aja. Apa salah lu." Diam. Tak ada percakapan di sana. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Lisa tak seperti gadis lainnya, yang bisa langsung meluapkan segala isi hatinya saat marah. Sulit bagi Lisa untuk mengungkapkan semuanya. Karena itu, Lisa lebih suka memendam semua masalahnya sendiri. Menyimpannya rapat-rapat, sehingga tak ada yang tau isi hatinya selain dirinya dan Tuhan.

Di lain tempat, Rendy berpikir keras tentang apa yang harus dilakukannya. Perasaan lelah, rindu, dan kesal mulai berkecamuk dalam pikiran Rendy.

"Sekali lagi, gua minta maaf ya. Bukan maksud gua buat gak ngabarin lu. Gua cuma belum sempet aja."

"Dalam waktu dua puluh empat jam, mungkin lu cuma butuh sekitar lima menit buat kabarin gua. Atau malah ga sampai lima menit. Dan lu ga bisa lakuin itu?."

"Maaf. Gua tau gua salah. Tapi tadi kan gua udah ngejelasin kenapa gua sampe ga ngabarin lu. Tolong ngertiin gua, Bi."

"Iya. Lu itu emang salah. Gua... argh gua kesel banget sama lu. Lu pikir selama ini gua ga ngertiin lu? Waktu itu lu bilang kita bakal susah buat chatingan, waktu itu llu juga bilang nantinya kita bakal susah buat video call, apa semenjak lu bilang kaya gitu gua masih terus ngerengek rengek sama lu biar lu tetep chatingan sama gua. Tetep video call? Engga kan? Lu mikir lah. Gua itu capek nunggu kabar dari lu. Gua itu kangen sama lu."

Lisa mulai meninggikan nada suaranya dan berakhir dengan suara tangis kecil yang masih bisa didengar jelas oleh Rendy. Seketika, rasa kesal dan lelah Rendy menguap begitu saja saat mendengar luapan kekesalan Lisa yang bercampur rindu dan tangis.

"Udah ga usah nangis lagi, gua minta maaf banget, Bi. Lain kali gua ga bakal kaya gini lagi. Gua usahain bakal kabarin lu. Sesibuk apa pun kegiatan gua."

"Buktiin aja. Ga usah cuma ngomong."

"Iya. Gua bakal buktiin ke lu. Udah ya. Ga usah nangis lagi. Nanti mata lu sembab. Kasian juga hidung lu. Itu hidung udah kecil, nanti nambah kecil kalo lu nangis.

"Ih... Rendy. Nyebelin. Terus aja ngebully gua. Mentang-mentang hidung lu lebih panjang dari gua." Seulas senyum kembali terukir pada bibir Lisa. Masih dengan mata yang sembab, Lisa menanggapi ucapan Rendy. Perlahan, Lisa melupakan kesalahan Rendy.

"Emang kenyataannya hidung gua lebih panjang dari hidung lu. Apa? Lu mau bilang apa lagi hah? Ga bisa ngeles lagi kan lu?"

Perlahan ketegangan diantara mereka mulai mencair, karena sikap Rendy yang menyenangkan dapat mengembalikan suasana hati Lisa. Sehingga Lisa terlarut dalam obrolan serunya dengan Rendy tanpa tahu bahwa seseorang di lain tempat tengah sibuk menanti balasan chatnya.

TEGAR POV

Gua paling benci sama yang namanya nunggu. Apalagi nunggu yang ga pasti gini. Tapi entah kenapa, buat cewe sedingin dia, gua rela lama-lama ada di posisi ini. Mungkin gua mulai gila gara-gara Lisa.

 Mungkin gua mulai gila gara-gara Lisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LDR STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang