LDR 21

413 23 4
                                    

"Hallo. Kenapa Bi?" Suara Rendy menyapa terlebih dahulu dari seberang telepon.

"Engga. Gua cuma kangen aja."

"Tumben jam segini minta di telpon."

"Tadi kan udah bilang. Gua cuma kangen."

"Iya Bi. Ga usah ngegas." Tawa Rendy terdengar di ujung kalimatnya.

"Gua kangen sama lu."

"Gua juga kangen sama lu Bi."

Cukup lama Lisa berdiam diri. Tidak merespons ucapan Rendy. Pikirannya sibuk tengah sibuk dengan kejadian yang barusan di alaminya. Soal Tegar yang akan menjadi murid lesnya.

"Bi?"

"Eh iya. Kenapa?" Lisa kaget mendengar panggilan Rendy.

"Ko diem? Ada apa Bi?"

"Ga ada apa-apa ko."

"Bener?"

"Iya Bi."

"Nada suara lu beda. Kaya ada yang di sembunyiin."

"Kalau gua deket sama cowo lain di sini, lu marah ga?"

"Ya tergantung. Lu deketnya kaya gimana. Cuma kaya sebatas teman aja atau lebih dari itu."

"Kalau gua jalan sama cowo lain? Gimana?"

"Kalau ramean gapapa. Tapi kalau lu cuma berdua, ga boleh."

"Gitu ya Bi."

"Iya lah. Kenapa sih nanya itu?"

"Gapapa ko."

"Aneh deh. Lu ga kaya biasanya."

Perasaan Lisa mulai tak enak. Rasa ragu untuk menceritakan tentag Tegar mulai menyelimutinya. Berbagai kemungkinan bahwa Rendy akan marah saat Lisa menyebutkan nama Tegar kembali bermunculan. Hingga tak sadar, tercipta lagi keheningan diantara mereka.

"Cerita aja kalau ada yang mau lu ceritain, Bi"

"Tapi janji dulu ya, lu jangan marah ke gua," ucap Lisa, hati-hati.

"Iya, ga marah. Kenapa sih?"

Lisa menarik nafas cukup panjang dan menghembuskannya perlahan. Berharap hal itu dapat  mengurangi kegugupan yang di rasakannya saat ini. Walau pun Lisa sebenarnya juga tak yakin bahwa Rendy akan baik-baik saja setelah Lisa menceritakan tentang Tegar kepadanya.

"Lu inget kakak kelas nyebelin yang waktu itu gua ceritain?"

"Inget. Kenapa?"

"Kedepannya, gua bakalan jadi guru les dia."

"Lu jadi guru les dia? Emang mau belajar apa?"

"Dia pengen bisa main gitar."

"Ya udah."

"Lu ga marah?" Lisa bertanya dengan nada sedikit khawatir.

"Ga. Kenapa harus marah?"

"Ya aneh aja. Zaman sekarang, mana ada sih cowo yang bisa diem aja ke cewenya kalau dia tau cewenya mau deket-deketan sama cowo lain."

"Emang lu mau deket-deketan sama cowo lain?"

"Ya, ga gitu Bi. Maksud gua..." suara Lisa tertahan. Seperti ada yang mengganjal dalam hatinya. Rasa bersalah dan tak enak hati bercampur menjadi satu.

Keheningan tercipta di antara mereka. Meski ini bukan yang pertama kali terjadi saat keduanya sedang marah, tapi tetap saja rasa tak enak menjalari hati masing-masing. Rendy, terbiasa menunggu ucapan selanjutnya dari Lisa. Tapi Lisa juga memilih untuk diam. Keduanya sama-sama meredam emosinya agar tak meluap berlebih, dengan cara diam. Semenjak pindah ke Tangerang, Lisa memang lebih banyak diam. Mungkin karena itu saat marah pun Lisa terlihat lebih kalem. Meski kelihatannya kalem, ucapan Lisa saat marah terkadang sangat tajam. Hal itu yang di takutkan Rendy saat ini. Mengingat perasaannya saat ini mengatakan bahwa akan terjadi hal besar berujung kemarahan di antara keduanya.

"Bi?"

"Apa gua harus jelasin ke lu? Gua pikir lu udah tau."

"Gua tau. Gua cuma mau mastiin. Lu emang mau deket-deketan sama cowo lain atau gimana?"

"Ya mga mau Bi. Soalnya nanti dia bakal jadi murid gua. Mau ga mau gua pasti bakal deket-deket terus sama dia. Gua gurunya."

"Huh gitu ya."

"Jadi gimana Bi? Boleh ga." Tanya Lisa hati-hati.

"Gua sayang sama lu." Terdengar nada serak dari ucapan Rendy.

"Gua juga sayang sama lu. Maaf ya kalau gua jadi gini ke lu. Harusnya gua ga usah nerima tawaran Tegar buat jadi guru les musik dia. Walaupun nantinya setelah dia bisa main gitar, gua bakal bener-bener jauh sama dia. Soalnya gua minta sama dia buat jauhin gua, setelah dia bisa main gitar."

Rendy terdiam mendengar ucapan Lisa. Gadis polos dan juga suka bicara apa adanya itu, kini mulai membuka suara. Tanpa Rendy minta dengan paksa, Lisa menjelaskan semuanya sendiri. Secara rinci. Jarang di temui gadis dengan tipe seperti ini, itu yang di pikiran Rendy. Karenanya, Rendy memilih Lisa menjadi pacarnya.

"Apa lu ga mikirin saat-saat lu nanti jadi guru les dia? Lu bakal terus deket sama dia. Kontak fisik dan lainnya Bi. Trus gua? Ya gua emang jauh, tapi tolong hargain gua. Hargain gua sebagai cowo lu, dan hargain komitmen yang udah kita buat sama-sama." Suara Rendy terdengar melemah.

"Maafin gua Bi. Gua udah terlanjur bilang 'iya' ke Tegar. Waktu itu gua ga mikir sejauh itu. Maaf Bi. Maafin gua." Hati Lisa terasa teriris saat mengingat pertemuan terakhirnya tadi dengan Tegar.

"Lu suka sama Tegar?"

Deghh...

Pertanyaan Rendy yang tiba-tiba, cukup membuat perasaan Lisa semakin tak karuan. Seperti ada batu yang menghimpit dadanya saat mendengar pertanyaan jtu dari Rendy.

"Ga Bi. Gua ga suka sama dia. Gua sayang sama lu. Kenapa lu nanya ini?"

"Gua cuma ngerasa aneh aja. Kaya ada yang beda dari diri lu. Semenjak lu sering cerita tentang Tegar ke gua. Selama ini mungkin gua emang cuma diem. Tapi sebenernya, gua juga merhatiin lu Bi. Lu beda."

"Ga Bi. Gua masih sama. Masih Lisa yang sama kaya yang lu kenal. Jangan pernah mikir yang gak-gak tentang gua. Lu udah tau gua lumayan lama. Jadi gua harap lu masih percaya gua."

Lisa tau akan kekhawatiran Rendy tentangnya. Tentang kedekatan dirinya dengan Tegar. Namun yang bisa di lakukan Lisa hanya menenangkan Rendy. Meyakinkan Rendy bahwa semua akan baik-baik saja. Hubungan mereka akan baik-baik saja. Walaupun Lisa sendiri agak tak yakin dengan hal itu. Karena jauh di lubuk hatinya, setitik rasa untuk Tegar mulai tumbuh.

Rasa yang hanya di abaikan Lisa, karena Lisa masih menghormati Rendy sebagai kekasihnya. Sedangkan sosok lain yang mengisi hatinya, masih setia menunggu kejadian demi kejadian kecil yang memberinya harapan akan sebuah cerita baru antara dirinya dengan Lisa.

Duh sinyal jelek banget😖😖😖😖😖. Happy reading gaes😊. Don't be silent riders 😙😙😘😙😘Lup Lup pokok e yes.

LDR STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang