LDR 20

400 23 2
                                    

Author POV

Setengah tujuh lewat. Sebenarnya Tegar mendengar suara Bi Inah yang membangunkannya sejak tadi, tapi Tegar tak bersuara. Rasa malas menyelimutinya. Tegar baru saja akan masuk ke dalam selimutnya saat mengingat aktivitasnya semalam. Menunggu sesuatu yang tak pasti. Segera, Tegar menyambar ponselnya yang berada di atas nakas.

Lisa : ???

"Arghh, elah. Dingin banget jadi cewe." Tegar melempar ponselnya sembarang, dan segera bersiap-siap untuk ke sekolah.

Masih dengan tampang kusut yang tertutup oleh wajah tampannya, Tegar berjalan melewati lorong-lorong kelas yang penuh dengan siswi yang menatap kagum padanya.

"Gar, kem..." Arif datang dan langsung menyapa Tegar. Tapi Tegar tak menghiraukannya. Langkah kaki Tegar terus membawanya menjauh dari Arif. Membuat perasaan tak enak muncul dalam diri Arif.

Arif masih menatap kepergian Tegar. Tegar yang merasa di perhatikan dari belakang, tetap melanjutkan jalannya tanpa menoleh. Terlalu menyakitkan  bagi Tegar saat mengingat Arif begitu dekat dengan Lisa.

"Gua ga bisa diemin ini." Arif berlari mendekati Tegar. Di tepuknya pundak Tegar dan Arif mengajak Tegar untuk mengikutinya ke pinggir lapangan basket. Tempat dimana Tegar melihat Arif asik bercerita dengan Lisa. Itu yang di ketahui Tegar.

"Beberapa hari ini lu diemin gua. Ga biasanya Gar. Ceritalah sama gua kalo lu ada masalah."

"Hah ga guna juga gua cerita sama penghianat kaya lu."

"Maksud lu apa?"

"Apa perlu gua inget kesakitan gua tentang lu yang asik berduaan sama Lisa beberapa waktu lalu?"

"Gak gitu Gar, waktu itu..."

Bughhh... Satu pukulan keras mendarat di rahang Arif. Wajah Tegar merah padam saat menatap Arif, Tegar sangat kalap saat ini. Pukulan kedua kembali akan Tegar arahkan pada Arif, namun tangan lembut itu mencengkeram lengan Tegar dengan kuat. Di tambah pandangan tajam yang menusuk dari Lisa, membuat Tegar semakin merasakan kesakitan pada hatinya.

"Ini sekolahan. Tempat buat belajar bukan buat berkelahi."

Tanpa berkata lagi, Lisa segera membantu Arif berdiri dan berlalu dari hadapan Tegar. Tegar yang melihat hal itu hanya mampu menatap kepergian keduanya dengan hati sesak. "Apa lu semua liat-liat." Tegar menatap beringas pada setiap siswa yang tengah menontonnya.

Unit Kesehatan di Sekolah

"Awh sakit, pelan-pelan dong." Arif meringis kesakitan karena Rina, petugas jaga UKS hari itu menekan luka memar pada pelipis Arif dengan kuat.

"Eh, Lis. Kok lu masih di sini?"

"Lu ga suka gua di sini?" Lisa sudah akan berbalik saat Arif memanggilnya kembali.

"Bukan itu, gua cuma ga enak sama Tegar. Kayaknya dia salah paham." Terdengar nada suara penyesalan dalam ucapan Arif.

Hening, ruang UKS itu sepi tak ada suara. Perasaan tak enak yang muncul dalam hati Lisa mulai mendominasi.

"Lis? Kok diem?"

"Gak ko. Gua pergi dulu ya."

"Iya." Seolah tak butuh jawaban Arif, Lisa pergi begitu saja dari hadapan Arif.

Lisa melewati koridor dengan ekspresi datarnya. Mengabaikan mata-mata sinis yang menatapnya. Dari arah berlawanan, Tegar berjalan lurus ke arahnya. Menatap Lisa dengan penuh kesakitan yang di milikinya.

Pertemuan mereka, berada tepat di depan kelas Lisa. Membuat kegaduhan seisi kelas karena Tegar berdiri tepat di hadapan Lisa. Jarak mereka begitu dekat. Hingga Lisa dapat merasakan hembusan nafas Tegar menerpa anak-anak rambutnya.

"Minggir."

Tak ada respons dari Tegar. Lisa yang mulai jengah, bergeser satu langkah ke kiri, tapi itu juga di ikuti Tegar. Lisa geser ke kanan, Tegar masih mengikutinya. Kesal dengan ulah Tegar, Lisa menatap Tegar yang lebih tinggi darinya. Tak kuasa melihat tatapan itu, Tegar memeluk Lisa.

Keduanya hanyut dalam moment langka itu. Dalam dekapan Tegar, Lisa dapat merasakan detak jantung Tegar yang terdengar jelas olehnya. Membuat perasaan hangat menjalar dalam tubuh Lisa.

Bisik-bisik yang cukup keras, membuat Lisa terusik hingga tak sadar, Lisa mendorong Tegar begitu keras. Tubuh Tegar limbung, tapi beruntung tak sampai terjatuh dan hanya mundur beberapa langkah.

"Sorry, Lis." Tegar berbisik lirih saat Lisa melewatinya.

Tak ada balasan dari Lisa. Sesaat setelah berhenti dan menatap Tegar dengan pandangan yang sulit diartikan sendiri oleh Tegar, Lisa kembali melanjutkan langkahnya. Bisik-bisik yang cukup kencang kembali memenuhi koridor kelas yang tadi sempat sepi karena kejadian pelukan Tegar dengan Lisa.

Di dalam kelas

Pelajaran terakhir terasa sangat membosankan bagi Lisa. Sejak kejadian di koridor kelas tadi, perasaan Lisa tak enak. Terasa ada yang berbeda dengan detak jantungnya. 'Ah apa-apaan. Ko jadi aneh gini rasanya. Rendy... kenapa tiba-tiba inget Rendy ya' tanpa pikir panjang, Lisa mengeluarkan ponselnya dan diam-diam mengetikkan pesan untuk Rendy.

Selesai mengetikkan pesan untuk Rendy, bel sekolah berbunyi nyaring. Bergegas, Lisa menyambar tasnya dan berlari meninggalkan kelas, hingga tak sadar jika earphonenya tertinggal di kelas.

Saat bersamaan, Tegar melihat Lisa yang tak sengaja menjatuhkan earphonenya. "Lis, Lisa! Earphone lu jatuh." Tegar mengejar Lisa, namun terlambat karena Lisa telah menaiki angkutan umum yang berhenti di depannya sesaat setelah Lisa keluar dari gerbang sekolahnya.

Tak hilang akal, Tegar segera berlari menuju parkiran dan memacu motornya untuk mengejar angkutan umum yang  di naiki oleh Lisa. Diam-diam Tegar mengikuti angkutan umum itu, yang akhirnya membawa Tegar ke rumah Lisa.

"Lis." Tegar menatap Lisa yang seolah tak peduli dengan kehadiran dirinya.

Lisa tak menjawab, hanya menatap Tegar dengan pandangan penuh tanya. "Gua ga ngikutin lu ko. Gua cuma..." Tegar berpikir untuk memberikan alasan pada Lisa. "Ah ya, gua mau balikin ini." Tegar menyerahkan earphone ungu milik Lisa.

"Kenapa ada di lu?"

"Tadi jatuh waktu lu lari keluar kelas."

"Mau lu itu apa sih sebenernya?"

Tegar kembali berpikir, 'mau gua apa? Gua pengen sama-sama terus sama lu.' "Gua mau lu ajarin gua main gitar."

"Lu..."

"Gua ga sengaja nemuin akun instagram lama lu, yang namanya Elzh, Elzh..."

"Heh, stop! Stop! Ga usah sebut disini juga. Stalker."

"Tau kan sekarang, kenapa gua bisa tau lu suka main gitar dari mana. Dan ternyata, lu dari dulu emang cantik ya." Tegar tersenyum menatap Lisa.

"Ish, apaan sih."

"Ajarin gua ya Lis, gua pengen bisa main gitar."

"Hm, oke tapi ada syaratnya."

"Syarat? Apa?"

"Lu harus jauhin gua setelah lu bisa main gitar. Gimana?"

Berat bagi Tegar untuk menyanggupi syarat dari Lisa. "Syarat yang lain, bisa?"

"Gak. Kalau lu mau, turuti syarat gua itu. Kalau ga mau, ya udah terserah." Lisa telah sudah berbalik saat Tegar memanggilnya kembali.

"Oke gua mau, tapi gimana sama jadwal latihannya?"

"Lu yang atur. Eh bukannya taun ini lu udah harus persiapan buat ujian?"

Tegar berpikir cukup lama. Kemudian dia baru ingat bahwa saat ini adalah tahun terakhir bersekolah dengan seragam putih abu-abunya.

"Ya udah nanti gua kabarin lagi. Trus satu, lu bales wa gua. Udah ya gua balik dulu. Bye." Tegar melajukan motornya, meninggalkan Lisa sendiri di halaman rumahnya.

Bismillah. :3 Lama cerita ini ga update. Jarang update banget malahan. Hm pasti yang baca udah mulai dikit :') tapi gapapa lah. Buat kalian yang udah baca makasih😊dan tolong tinggalin vote sama komennya ya. Happy reading gaes...

LDR STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang