LDR 24

396 19 1
                                    

Pagi ini Lisa berangkat sekolah seperti biasa. Melewati koridor panjang yang penuh dengan tatapan menghina dan juga bisik-bisik. Selalu begitu setiap harinya. Tapi Lisa tak peduli itu, selama mereka tak pernah mengusik hidupnya semua tetap akan berjalan seperti biasa. Earphone yang selalu terpasang di telinga cukup untuk menghilangkan suara yang tak enak di dengarnya.

"Pagi Lis. Mau kemana?" Lisa berhenti dan menatap cowo yang ada di hadapannya.

"Ke kelas lah."

Tegar tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bisa-bisanya ia melakukan hal bodoh seperti itu di saat keadaan masih sepagi ini.

"Mau ke kantin ga?"

"Iya kalik."

"Bareng ya."

Lisa mengangguk dan berjalan mendahului Tegar. Tegar mengekor di belakang Lisa. Tatap mata memuja dan bisik-bisik siswi lainnya di abaikan Tegar.

Sesampainya di kantin, Lisa duduk di salah satu bangku kosong yang tersedia. Suasana kantin masih lumayan sepi pagi ini. Tegar datang dan duduk di hadapan Lisa. Meletakkan dua botol teh. Satu untuknya dan satu lagi untuk Lisa.

"Serius amat. Dengerin musik apa sih?"

Tegar mencondongkan tubuhnya ke depan dan mendekatkan telinganya pada Lisa. Bermaksud mendengarkan apa yang di dengar Lisa melalui earphonenya.

Lisa terpaku beberapa saat. Tegar begitu dekat dengannya. Lisa takut hembusan nafasnya, akan terasa oleh Tegar. Karena itu sebisa mungkin Lisa menahan nafasnya. Rasanya sangat aneh Tegar berada di hadapannya dengan posisi seperti ini. Apalagi di tambah hawa panas yang menjalar di pipinya. Pasti pipinya sekarang sedang terlihat memerah.

"Lu dengerin rekaman suara Bu Shofi?" Tegar menjauh dan tertawa keras.

"Engga. Ini rekamannya kepencet waktu gua lagi tidur. Jadi suara Bu Shofi yang lagi ngajar terekam."

"Pinter ya ngelesnya." Tegar memicingkan mata dan tertawa lagi.

"Tegar apaan sih. Diem bisa ga? Berisik tau."

"Ini kantin Lis, wajar kalau berisik, sama ramai gini."

Gemas karena sikap Tegar, Lisa mencubit lengan cowok di hadapannya. Tegar berjingkat sesaat dan meringis kesakitan. "Galak banget. Udah kaya singa betina," beruntung suara lirihnya tak terdengar Lisa.

"Lis nanti sore jangan lupa kerumah ya?"

"Iya siap."

"Perlu gua jemput?"

"Engga. Gua bisa sendiri."

"Bener?"

"Iya ih. Bawel kaya cewe."

Lisa dan Tegar asik mengobrol. Terlalu larut dalam perasaan membuncah di dada, keduanya tak menyadari bel masuk telah berbunyi sejak tadi dan kantin telah sepi.

"Kalian berdua! Lari keliling lapangan 15 kali." Suara Pak Eko yang masih berdiri di ambang pintu kantin mengagetkan Tegar dan Lisa.

"Bel masuk sudah berbunyi sejak tadi. Apa kalian tidak mendengarnya?"

"Kalau kami dengar, pasti kami akan langsung masuk Pak. Berhubung tidak dengar jadi kami telat masuk."

"Tegar! Hukuman kamu Bapak tambah. Lari 20 putaran sekarang juga."

Lisa menatap Tegar dengan wajah nelangsanya. Rasanya sangat malas untuk terkena matahari di saat sinarnya begitu terik seperti sekarang. Seharusnya Lisa menikmati sisa pelajaran hari ini dengan tidur di kelasnya yang sejuk oleh udara dari AC.

"Ayo lari." Tegar menarik Lisa ke tengah lapangan. Lisa sempat hampir jatuh karena tarikan Tegar. Tapi dengan cepat, Lisa mengimbangi kecepatan lari Tegar dan berlari di sisi Tegar.

"Maaf ya. Lu jadi kena hukuman gara-gara gua."

"Harusnya sekarang gua tidur di kelas yang sejuk. Bukannya panas-panasan gini." Lisa berlari sambil mengerucutkan bibirnya.

"Cahaya matahari pagi itu sehat."

"Ya tapi tetep aja, lu udah nyita waktu gua."

"Gimana kalau sebagai permintaan maaf, gua anter lu pulang. Sorenya gua jemput lu lagi. Hari ini jadi ke rumah gua kan?" Sebersit ide muncul di benak Tegar.

"Emm, boleh deh. Deal ya." Lisa menunjukkan jari kelingkingnya, yang kemudian di tautkan oleh jari kelingking Tegar.

Tanpa sadar, Tegar menggenggam jari Lisa dan melanjutkan hukumannya. Keringat yang menetes dari dahi Tegar, membuat Lisa harus susah payah menelan salivanya. Saat ini Tegar terlihat lebih menarik di matanya. 'Duh, jantung gua..."

"Hei, kalian Bapak hukum biar jera. Ini kok ya malah cari kesempatan buat pacaran saat di hukum. Mau di tambah lagi hukumannya?"

Tegar buru-buru melepas genggaman tangannya pada Lisa saat mendengar suara Pak Eko yang kembali menegurnya. Lisa menatap Tegar dan tertawa tertahan karena takut hukumannya akan di tambah juga oleh Pak Eko.

Beberapa waktu kemudian, Lisa sudah selesai melakukan hukuman. Kakinya terasa sangat lemas. Untungnya Lisa masih memiliki sisa tenaga untuk ke kantin membeli dua botol air mineral dan tisu. Di pinggir lapangan basket, Lisa menatap Tegar yang masih terus berlari.

Masih dengan raga di tempat, Lisa menatap Tegar dengan pikiran yang entah melayang kemana. Tegar yang baru saja menyelesaikan hukumannya menatap heran Lisa yang sedang melamun. Terlihat lucu dan menggemaskan bagi Tegar, karena saat dirinya ada di hadapan Lisa, gadis itu tetap tidak menyadari keberadaanya.

"Lis."

"Emm." Lisa terlonjak sesaat, kemudian langsung menguasai keadaan.

"Ini, buat lu." Lisa berdiri dan menyamakan tingginya dengan Tegar. Walaupun sebenarnya tinggi Lisa jelas jauh berbeda dari Tegar. Tinggi Lisa hanya sebatas leher Tegar.

Tegar menerima botol air mineral dari Lisa dan meminumnya, menyisakan sedikit air di botol. Kemudian mengambil sesuatu dari saku celana abu-abunya.

Sebuah kain berwarna hitam akan di gunakan Tegar untuk mengelap keringatnya. "Pakai ini aja," Lisa mengulurkan selembar tissue kepada Tegar.

"Gua biasa pakai ini. Ini bersih ko."

Lisa segera menepis tangan Tegar dan mengelap keringat yang menempel di wajah Tegar. "Walaupun menurut lu itu bersih, tapi gua yakin kalau itu bersih."

Tegar diam saja di perlakukan seperti itu oleh Lisa. Rasanya sekujur tubuhnya kaku. Hanya jantungnya saja yang masih sehat karena terus berdetak. Tapi detakannya tak seperti biasa. Detakannya terasa lebih cepat dari biasanya.

"Udah bersih. Masih panas ya? Muka lu merah." Lisa memperhatikan wajah Tegar.

Saat ini wajah Tegar memang terlihat memerah. Entah karena panas matahari atau hal lain dari hatinya yang terasa meletup-letup.

"Eh. Engga."

"Sini duduk. Biar ga kepanasan." Lisa duduk dan diikuti Tegar yang duduk di sampingnya.

Lisa baru menyadari perubahan pada dirinya saat Tegar sudah duduk di sampingnya. Cowok itu sedang meluruskan kakinya. Eh ko sikap gua bisa berubah gini ke Tegar. Ini apa-apaan sih. Ko bisa-bisanya gerak refleks gua kaya gitu. Duh Lisa. Bego banget sih. Malu-maluin. Kalau kaya gini, gimana gua bisa lepas dari Tegar.




Yeay😄😄😄Happy reading gaes😙😙😙😙jangan lupa voment ya.lup lup

LDR STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang