Kian Jauh (2)

31 3 4
                                    

Randy tak bisa bertemu dengan Aruni. Saat ia datang ke butik, wanita yang dicintainya pergi entah ke mana. Ponselnya tak bisa dihubungi.

Randy menyesali kebodohannya yang mengabaikan telefon dari Aruni, ia berpikir mungkin itulah yang membuat wanita itu pergi dan marah.

"Tapi mungkinkah Aruni marah padaku? Bukankah ia tak peduli padaku?" Randy bertanya pada diri sendiri.

Rasa khawatir menyelebungi hatinya saat ia juga tak bisa menghubungi Karin. Biasanya Aruni bersama Karin jika Randy tak bisa menemuinya.

Akhirnya Randy putuskan untuk kembali ke kantor. Banyak pekerjaan yang telah menantinya. Ia juga harus mempersiapkan dirinya untuk pergi ke Bangkok dua hari lagi.

Di sana ia akan bertemu dengan rekan bisnisnya pemilik hotel Blue Red Pattaya.

Pertemuan ini sudah dijadwalkan dari beberapa minggu yang lalu. Sebelumnya Mr. Kiet Channarong pemilik hotel Blue Red Pattaya sudah berkunjung ke hotel Randy untuk membahas kerja sama yang akan mereka lakukan.

Kini giliran Randy untuk menemui Mr.Kiet Channarong untuk membahas kelanjutan kerja sama itu. Selain itu Randy berencana ingin menanamkan modalnya di salah satu perusahaan yang ada di Bangkok,Thailand.

****
"Kamu mau ke mana?" tanya Randy pada Aruni yang melihatnya mengepak barang-barangnya.

Saat pekerjaannya sudah selesai Randy memutuskan untuk segera pulang ke apartemen. Selain rasa lelah yang mendera ia juga ingin segera bertemu dengan Aruni.

Tapi ia dikejutkan dengan pemandangan yang tak biasa. Aruni sedang membereskan semua barang-barangnya. Mendadak rasa takut menyelinap ke dalam hati Randy. Ia takut ditinggalkan oleh Aruni.

"Aku harus pergi Ran, ada sesuatu yang harus aku urus. Lagipula dua hari lagi kamu juga akan ke Bangkok kan?" ucap Aruni tanpa menatap Randy dan masih sibuk dengan kegiatannya.

"Kalau memang ada sesuatu yang  ingin kamu urus, kenapa kamu mengepak semua barangmu seolah kamu mau pergi dari sini," ucap Randy menghentikan aktivitas Aruni.

"Aku memang ingin pergi Ran, tak seharusnya aku melibatkanmu dalam kehidupanku. Lebih baik seperti ini Ran," Aruni kembali pada kegiatannya.

Perkataan Aruni membuat dada Randy sesak, ia tidak siap. Tidak akan pernah siap ditinggalkan Aruni.

"Kenapa? Apa hanya karena aku menolak telefon darimu? Ayolah Ar, ini nggak lucu sama sekali, hanya hal sepele seperti itu membuatmu pergi dari sini," Randy masih gigih mempertahankan Aruni di sisinya.

Mendengar jawaban Randy membuat Aruni menghentikan kegiatannya dan mendekatinya. Ia menatap wajah Randy yang diliputi ketakutan, kemarahan dan kesakitan. Aruni tak sanggup menatap wajah itu lebih lama lagi, hatinya semakin sakit karena rasa bersalah.

"Sudahlah Ran, berhentilah mencintaiku yang tak pernah membalas perasaanmu. Aku mohon biarkan aku pergi, karena aku tak ingin menahan kebahagiaanmu jika aku masih di sisimu," terang Aruni pada Randy, mencoba menjelaskan apa yang terjadi.

"Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu, sementara kamu tahu sendiri kebahagiaanku terletak padamu," lirih Randy.

"Ran...."

"Cukup Ar, aku tak ingin membahasnya. Kamu tak bisa mengusir aku dari sisimu sebelum aku yakin kamu menemukan kebahagianmu, meski bahagiamu bukan bersamaku," ucap Randy memotong ucapan Aruni.

Randy pergi meninggalkan Aruni. Ia hanya ingin menenangkan diri. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Aruni darinya. Jika ia tak bisa mendapatkan informasi dari Aruni, setidaknya ia bisa mencari tahu sendiri.

Randy memijit pangkal hidungnya, merasa lelah dengan keadaan. Ia merogoh ponsel dan menghubungi Leo.

"Ada pekerjaan tambahan untukmu. Aku akan menjelaskannya nanti saat kamu memberikan info mengenai Marco Dimitri. Temui aku satu jam lagi di tempat biasa."

Tanpa menunggu jawaban dari orang di seberang telefon , Randy mematikan sambungan telefonnya. Pikiran Randy mengembara jauh.

Usahanya selama ini hanya sia-sia belaka. Tanpa Aruni tahu Randy telah menyiapkan sebuah rumah yamg menjadi idaman Aruni.

Rumah mewah yang cukup luas, rumah dengan gaya klasik victorian yang menjadi keinginan Aruni. Rumah dengan banyak taman dan pepohonan yang terlihat teduh.

****
Aruni duduk di ranjang, mengingat perkataan Randy barusan. Ia menjadi lemah tak berdaya saat mendengar pengakuan lelaki yang dua tahun terakhir ini menemaninya.

"Aku nggak pantas untuk kamu Ran, kamu terlalu baik untukku," gumam Aruni dan matanya mulai berkaca-kaca.

Mungkin langkah yang Aruni ambil begitu terburu-buru, tapi sebenarnya ia telah merencanakannya jauh-jauh hari saat ia mulai intens berkomunikasi dengan Marco.

Ia tak mau menyakiti Randy lagi, sudah cukup ia memanfaatkan kebaikan laki-laki itu. Kebersamaan selama dua tahun tak membuat Aruni membuka hatinya untuk Randy meski mereka telah berbagi segalanya.

Aruni keluar dari kamar sambil menyeret sebuah koper. Tangannya yang bebas menenteng tas yang lebih kecil.

Mata Aruni bertemu  dengan mata Randy. Mata yang menyiratkan kemarahan itu membuat Aruni terpaku.

Randy menghampiri Aruni, menatapnya nyalang. Dengan emosi yang tiba-tiba ia mencengkeram kedua bahu Aruni dengan kuat.

Randy memiringkan kepala mencium bibir Aruni yang masih terdiam. Randy menggigit bibir Aruni hingga membuat bibirnya terbuka, kesempatan itu digunakan Randy untuk memasukkan lidahnya ke dalam mulut Aruni.

Randy melumat bibir Aruni dengan kasar, menyalurkan emosinya yang tak tertahankan, sementara Aruni yang tadi terkejut dengan sikap Randy yang menciumnya dengan tiba-tiba kini hanyut dalam buaian lidah Randy.

Keduanya saling mencecap menyalurkan perasaan yang ada di hati masing-masing. Randy menghentikan ciumannya menatap mata Aruni dengan napas yang tersengal-sengal karena ciuman itu.

Aruni yang ditatap Randy hanya bisa menundukkan kepala, tak ingin membalas tatapan itu.

"Kamu sudah masuk dalam hatiku Ar, dan kamu tak bisa keluar dari sana jika bukan aku sendiri yang mengeluarkannya.

"Dan aku hanya mau mengeluarkan kamu dari hatiku jika kamu menemukan kunci kebahagiaanmu. Meski saat itu bisa saja kunci yang kamu bawa bisa membunuhku, tapi aku rela asalkan kamu benar-benar bahagia," ucap Randy yang justru membuat Aruni terisak.

Aruni menggelengkan kepalanya perlahan. "Jangan seperti ini Ran, aku tidak pantas kamu cintai sebesar ini. Aku hanya bisa memberikan luka padamu, jadi buat apa kamu menahanku?" Aruni makin bersalah.

"Aku tak pernah menahanmu, tapi kamu sendiri yang membuatku melakukannya. Temukan kebahagiaanmu biar aku bisa melepasmu." Air mata menetes dari mata Randy, ia tak kuasa menahan rasa sesak di hatinya.

Aruni melihat luka yang begitu dalam saat melihat sorot mata Randy, hal yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Hatinya seketika gamang, ia teringat saat Randy bersama wanita di taman, ia juga teringat dengan Vanya, ia jadi dilema.

"Maaf Lev, Vanya butuh aku. Dan aku yakin kamu bisa melewati ini semua tanpa aku," batin Aruni.

"Maaf Lev, aku harus pergi."

Rinaceria

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sepenggal Cerita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang