Tidak masalah bagiku ketika bunga tidur selalu memberi penampakan rupanya dikala dunia tidak bisa menampakkannya untukku.
♡♡♡
Aku kembali ke kelas dengan langkah gontai, entah kenapa kepalaku menjadi sangat pusing setelah upaya pembalasan tadi. Mungkin karena aku terlalu emosi dan berpikir keras. Rasanya ingin saja diri ini menjatuhkan diri kedalam jurang kapuk. Mengistirahatkan badan ini untuk sejenak. Akan tetapi, waktu pulang juga masih lama. Cukup lama.
Sesampainya dikelas aku segera melangkah melewati Affan yang duduk di meja. Tampak memperhatikanku. Aku bersyukur dia diam saja tanpa harus memberi komentar atau makian semacamnya karena masalah tadi. Entah apa yang dipikirkannya, dalam rautnya pun sama sekali tidak terbaca.
Aku membenamkan wajahku di lipatan tanganku diatas meja. Sebentar saja.
"Lo kenapa Al?" Tanya Anya yang terdengar khawatir ditelingaku.Kapan terakhir kali aku merasa dikhawatirkan seperti itu?
"Ngacir lo cepet banget. Kemana?" Kini giliran Ica yang bertanya. Aku membalasnya dengan gelengan pelan, tanda bahwa aku tidak ingin bicara dulu, karena pusing yang teramat sangat menahanku untuk bicara.
Aku tak mendengar suara mereka lagi, lalu sampai pada guru yang datang ke kelas, mengucapkan salam. Aku bangun dari rebahanku, dengan kepala yang semakin pusing bahkan telingaku juga ikut mendengung sakit. Aku meringis pelan. Ini sudah tidak tertahankan. Kenapa?
"Noh!" Kulihat air mineral yang disodorkan kearahku. Aku hanya melihat tanpa menjawab atau meraihnya.
Apa Affan tidak tersinggung dengan kejadian di kantin? Tidakkah Affan ingin marah? Aku malah berharap, dengan kejadian itu, Affan akan pindah tempat duduk. Atau seharusnya aku saja?
Karena, setelah perkenalan Affan bilang, baru pertama kali dia senang dapat teman sebangku. Bukannya itu menandakan kalau Affan belum pernah duduk dengan siapapun.
Iya, gue yang harus pindah.
Aku memperhatikan guru yang memulai pelajaran dengan sedikit ceramah singkat mengenai niat dan semangat belajar untuk berkompetisi di saat ujian dan pencarian universitas terbaik di Indonesia bahkan di luar negara.
"Jika kalian punya niat yang sangat, punya semangat yang sangat, doa yang sangat juga tidak lupa dengan usaha yang sangat kalian lakukan, InsyaAllah Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk kalian. Kalian mau nilai yang bagus dan masuk universitas tinggi negeri, kan?"
"MAAAUUU" Jawab seisi kelas serempak. Aku hanya diam sambil meringis pelan, rasanya rahangku ingin lepas saja karena rasanya yang berat dan berdenyut, dengungan telinga dan kepala yang jua tidak mereda pusingnya semakin memperbaiki suasana. Penderitaaanku tidak berakhir sampai sana saja.
"Saya dong bu murid andalan negara.!" Ucap Toni teman sekelasku berdiri sambil menyisir rambut klimisnya dan menepuk dadanya yang tidak bidang itu dengan bangga.
"Iya Bu, cita-cita si Toni itu mulia banget lho Bu."
Balas Fara yang notabenenya mantan nya si Toni. Toni menatap Fara dengan senyum percaya dirinya. Desas desus yang terdengar seantero kelas."Apaan dah far?" Anya mulai menyahut.
"Itu, si Toni mau jadi penjahit keliling di tanah abang, bawa gerobak cinta." Kekeh Fara puas melihat wajah kesal Toni setelah mendengar Fara dengan serius.
Mungkin di kira Fara akan menjunjung tinggi namanya agar bisa bersama lagi seperti sedia kala alih-alih meledeknya.
"Wah bagus lho itu Ton, tapi lebih baik kalau kamu dapat membangun usaha sendiri seperti kios jahit atau dikerjakan dirumah gitu, jadi nggak perlu berkeliling. Cita-cita kamu bagus. Gas pol dan semangat Ton!" Seisi kelas tertawa karena kepolosan guru ini. Tapi, tidak denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu [Completed]
Teen Fiction"Ck. Kenapa sih setiap ketemu, selalu dalam kondisi memprihatinkan?" Suara itu, cukup membuatku mendongak memperhatikan seorang pemuda yang berdiri tepat dibawah sinar rembulan, jatuh membayanginya. Meski temaram aku masih dibuat takjub melihat seny...