Pertemuan pertama itu lebih menyenangkan
dari pertemuan terakhir,
Percayalah.♡♡♡
Aku melangkah santai menuju depan setelah diperintahkan Bu Denok-wali kelasku- untuk maju melakukan perkenalan. Aku menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Aku mencoba membuat raut wajah sesantai mungkin sembari mengamati seluruh teman sekelasku.
"Perkenalkan nama saya Revalda Nesya. Biasa dipanggil Alda. Pindahan dari SMA Bogor. Saya harap kita dapat menjadi teman baik." Senyum tipis pun sudah cukup. Setidaknya sopan.
"Gue berharapnya kita dapat jadi jodoh. Gimana dong?" Celetuk cowok berambut tipis dengan kulit sawo matang yang duduk dibangku pojok kiri belakang itu sedang mengedipkan sebelah mata padaku.
"Alah, matematika aja nilainya masih matahari bersinar alias 'nol' mau sok-sok an lo!" Celetuk Ica dengan sinis mengundang tawa seisi kelas.
Huh, Perasaan ini pernah kurasakan bertahun-tahun lalu, dimana aku masih bisa bercanda dan tertawa, tapi kini aku tidak terbiasa melakukannya kembali. Walau seharusnya aku memang telah berada di posisi itu.
"Cemboker lo ya?" Balas cowok itu pada Ica membuatku semakin menghela napas. Bergerak gelisah, karena kaki ini sudah merasa pegal untuk terus berdiri.
"Sudah, sudah. Kalian saja yang ibu jodohkan gimana?" Seru Bu Denok dengan mendayu membuat seisi kelas menyoraki setuju dan menertawakan mereka.
"Boleh juga Bu. Tapi Ica buat cadangan dulu. Istri ke empat gitu. HIDUP POLIGAMI!!" Ucap cowok itu terdengar lantang dan serius ditelingaku. Perutku tergelitik geli.
"HIDUP!" Jawab murid yang tentunya yang menjawab adalah dominan murid cowok yang Lagi-lagi membuat seisi kelas tertawa akan kepercayaan dirinya.
Aku melihat Ica yang kini mendelik kesal pada sang cowok. Aku tersenyum dalam hati melihat ekspresinya, yang pastinya tidak kutunjukkan didepan umum.
"Dasar penjahat cinta." Bu Denok terkekeh geli dengan ucapannya, "Kamu boleh duduk Alda." Lanjut Bu Denok yang ku balas dengan anggukkan terimakasih.
Ketika aku berjalan tidak sedikit yang tersenyum ramah menyapaku atau cowok usil yang bersiul padaku, masih kubalas dengan senyum tipis namun sopan.
"Dan Alda, jangan lupa bersihkan punggung seragam kamu! Ini hari pertamamu." Ucapan Bu Denok membuatku berhenti dan menoleh seraya tersenyum berterimakasih.
Aku melirik cowok yang sebangku denganku itu tengah menyeringai kearahku. Aku menatap tajam menghunus matanya karena berani mengusik dan membuatku malu pada hari pertama aku memasuki sekolah ini.
Kualihkan pandanganku pada Anya dan Ica yang kini tengah tersenyum sambil mengacungkan jempol kearahku. Semangat.
Aku mengerti.
Aku tersenyum manis memperlihatkan lesung pipiku dan mengedipkan sebelah mata pada mereka.
Aku kembali ketempat duduk setelah sekilas menatap cowok yang duduk denganku menatap ku terperangah?
Entahlah apa peduliku?"Gue harus pindah bangku!!" Aku menggerutu pelan, setelah melewatinya yang memberiku jalan. Aku menggerutu kesal seraya melampiaskan pada bukuku dengan membukanya kasar.
Lalu aku memperhatikan Bu Denok yang mulai mengarahkan seisi kelas untuk membuka bab ke tiga. Astaga, baru pertama kali aku masuk. Selain mendapat kesialan karena cowok tengil disampingku, aku juga mendapat kemalangan karena disambut dengan pelajaran matematika.
"Coba aja kalau bisa!" Aku mendengus mendengar ucapannya, tapi aku merasa aneh dengan intonasinya. Seperti mengejek?
"Jijik." Ucapku acuh tak acuh. Mengabaikan kekehan yang terdengar seperti melodi rusak nan menyedihkan.
*******
"Gimana udah beres?" Tanyaku pada Anya dan Ica yang mereka balas dengan senyum penuh arti. Menyeringai membayangkan apa yang akan kulakukan nanti. Tepatnya pada waktu istirahat nanti.
Aku masih punya hati
Shit.
Aku mendengus kesal ketika mengingat ucapan seseorang yang seketika terngiang di memoriku, yang kini selalu membuatku goyah untuk melakukan sesuatu yang bisa dikatakan kurang baik. Aku benci akan hal seperti ini, dimana aku merasa lemah hanya dengan kata-katanya yang berkelelabat.
Selama bertahun-tahun aku terhipnotis dengan untaian katanya, matanya, senyumnya dan arti dari tiap ucapannya yang selalu membuatku kalah telak dan selalu menurut.
Aku tidak ingin tembok kokoh yang telah kubangun dengan susah payah hancur sia-sia karena beberapa kata saja. Bodoh.
"Lo nggak papa Al?" Tanya Anya menatap cemas padaku. Aku tersentak, kenapa pada saat ini aku malah memikirkan sesuatu yang tidak penting dan harusnya dilupakan?
"Nggak papa."
"Lo yakin mau nglakuin ini? Maksud gue mereka itu-"Tanya Ica kupotong, yang kini menatap khawatir padaku.
"Yakin, kalian cukup liat aja!"
Mereka hanya mengangguk. Baiklah aku memang harus melakukannya. Entah nanti apa yang akan terjadi. Aku tidak peduli. Anggap saja aku tengah melakukan hal yang sepadan.
Aku ingin bersenang-senang sedikit saja. Setelah sekian lama aku harus melakukan perubahan pada diriku. Dan tidak akan kurubah lagi perubahan yang sudah terjadi. Tidak lagi.
Sayap kiri sudah tidak berfungsi karena sayap kanan yang sudah patah. Tidak ada tuntunan apapun lagi untuk tetap seimbang. Entah bagaimana bisa terjadi, tapi aku telah kehilangan sesuatu yang telah pergi, lama sekali.
__________
Hayoooo apa yaaa yang mau dilakuin si Alda???? Hehe,
Baca terus ya cerita ini, semoga suka.
Jangan lupa vote dan comment nya 😊
Follow ig aku juga ya.. hehe 😁
Ig : novitas33
KAMU SEDANG MEMBACA
Semu [Completed]
Teen Fiction"Ck. Kenapa sih setiap ketemu, selalu dalam kondisi memprihatinkan?" Suara itu, cukup membuatku mendongak memperhatikan seorang pemuda yang berdiri tepat dibawah sinar rembulan, jatuh membayanginya. Meski temaram aku masih dibuat takjub melihat seny...