33

726 62 1
                                    

Sejak kamu bilang, Alda itu teman hidupnya Aldi. Sejak saat itu pula, aku menggantungkan nafasku padamu.
Jangan jadi pecundang, untuk mengambilnya lagi.

♡♡♡

Ttiin ttiin

Aku segera duduk dari rebahanku dan berlari keluar sekencang mungkin menuruni tangga, sampai-sampai aku hampir terjungkal. Aku tidak mempedulikan penampilanku yang sehabis bangun tidur. Rambut acak-acakan ala singa atau wajah kusamku yang terpampang dan piyama Spongebobku yang terlihat kusut.

Saat bertemu dengannya didepan pintu aku segera berhambur memeluknya dengan erat. Aku tidak yakin kalau aku sudah anak SMA, kelakuan ku tidak ada bedanya dengan anak TK yang sangat girang bertemu ayahnya sepulang kerja. Tapi, aku memang sangat girang.

"Katanya cuma seminggu, tapi ini kok lebih satu hari." Aku menggerutu sambil memeluk erat papa. Papa tertawa dan mengusap rambutku.

"Lebih dikit, papa bawa oleh-oleh buat kamu." Aku melepas pelukan papa dengan cepat, lalu mendongak menatap papa dengan mata berbinar.

"Mana pa?" Aku berucap kegirangan, papa mengacak rambutku. Lalu papa mengarahkan matanya, menandakan sesuatu itu dibelakangnya.

Aku segera melihat sesuatu apa yang ada dibelakang.

Aku memicingkan mata, takut-takut kalau aku salah melihat atau ini efek dari masih mengantuk. Tapi, aku rasa yang kulihat ini bukan sesuatu namun seseorang.

Aku melupakan bahwa penampilanku yang buruk rupa, aku melupakan bahwa aku masih memakai celana piyama pendek diatas lutut. Aku terus mendekati sosok itu, yang dilihat hanya diam ditempat tidak bergerak.

Ketika sampai didepannya, aku mencolek pipinya karena kupikir dia patung lilin yang mirip aslinya. Tapi, aku tersentak kaget saat tahu jika pipi itu berdaging. Aku mundur selangkah dengan menatapnya ngeri. Sejurus kemudian aku berlari sekencangnya masuk kedalam rumah, sambil berteriak.

"PAPAAAAA, AKU KAN BELUM MANDIII, KOK UDAH BAWA ALDIIII."

******

Aku menyisir rambutku dengan gemetar sambil menatap bayanganku dicermin. Ini bukan efek air yang dingin, namun kepada sekujur tubuhku yang gemetar karena jantungku lama bertalu sejak aku berlari sampai aku selesai mandi. Untuk memegang sisir saja, aku lupa caranya.

"Gue tadi keliatan buruk banget. Kalau Aldi jijay sama gue gimana? Buset, belum jadi doi aja udah malu-malu in." Aku menendang-nendang meja riasku dengan frustasi.

Lalu setelah melihat penampilanku untuk terakhir kalinya, aku menghela nafas dan segera turun. Saat menuruni tangga, aku melihat Aldi berbincang pada Papa dan Mama dengan akrab. Aku merasakan air hangat menyiram sekujur tubuhku dengan nikmat.

Aku melipat bibir sambil mengeratkan gigi ketika fantasi liar bermunculan dipikiranku, seperti aku membayangkan Aldi tengah berbincang hangat dengan mertua untuk rencana meminta restu pada hubungan kami.

"Aduuhhhh...."

Selanjutnya, aku merasa sedang dihukum Tuhan. Kepalaku sakit luar biasa. Aku tidak memperhatikan jalan saat menuruni tangga, sampai aku tidak sadar pada tangga ketiga terakhir, aku langsung melewatinya sekaligus, hingga tubuhku tidak imbang dan menelungkup terjatuh. Aku mengangkat kepalaku dan mengusapnya keras.

Belum reda sakitku, aku dikejutkan dengan sepasang tangan yang mencengkram kedua bahuku dan mengangkatku untuk berdiri. Aku terpaku menatap matanya yang begitu dekat.

Deg

Rasanya, aku ingin menangis bombay karena melihat raut khawatir yang terpancar dimatanya.

Semu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang