"APAAA?!" Marcello dan Michael berteriak, tak percaya akan apa yang baru saja disampaikan oleh sang papa.
Siang itu, Nicholas mengumpulkan ketiga pasukan terpercayanya dalam menjaga serta mengawasi si bungsu, Zefanya, dan menceritakan perihal Zefanya yang sepertinya tengah jatuh cinta kepada setan alas berambut gondrong yang saat ini masih terkapar lemah di rumah sakit. Nicholas juga menjelaskan kepada ketiga putera kembarnya untuk mengubah strategi mereka dalam mengawasi Zefanya, tanpa harus menyentuh si setan alas seujung rambut pun.
"Papa tidak sedang bercanda, kan? " Tanya Marcello tak percaya sembari megacak rambutnya, frustrasi.
"Papa bukan seorang komika Marcello!" Nicholas menatap tajam anak sulungnya yang tampak sama frustrasinya dengan dirinya.
"Bagaimana cara mengendalikan jari-jariku yang gatal setiap kali melihat wajahnya, papa? Mereka bergerak secara spontan untuk melukai si brengsek itu" Kali ini Marcello mengusap wajahnya dengan kasar, lelaki itu tampak begitu frustrasi mendengar kabar buruk yang menyangkut adik manisnya.
"Jauhi saja dia Cello, biar papa yang menanganinya kalau kau tak mampu mengendalikan jari-jarimu" Nicholas menghembuskan napasnya keras-keras. Kepalanya terasa akan pecah sebentar lagi.
"Well, bisakah aku berkata kalian terlalu berlebihan?" Tanya Marco, datar dan langsung mendapat tatapan tajam dari papa dan kedua abang kembarnya.
Marco tidak perduli, ia bahkan tak merasa terintimidasi sedikitpun oleh tatapan itu. Dengan santainya ia menaikan kedua bahunya sebelum melanjutkan argumennya.
"Mau sampai kapan kalian mengurung Zefanya di dalam sangkar emas? Menurutku, adalah hal yang wajar ketika Zefanya pada akhirnya harus mengalami fase jatuh cinta di dalam hidupnya. Terlepas dari siapa yang dicintainya, entah itu nanti pada akhirnya akan hancur atau tetap utuh. Hidup semua orang pasti akan mengalami fase naik turun, begitu pula dengan Zefanya. Dia berhak jatuh cinta, merasakan indahnya kisah romansa, lalu patah hati, dan belajar dari pengalaman"
Nicholas tersenyum lesu, mau tak mau, rela tak rela, ia harus menyetujui perkataan anaknya itu. Sementara Marcello dan Michael tengah menganga lebar, tak percaya akan ucapan Marco.
"Co, ini Zefanya loh! Princess kita! Lo ini gila apa gimana sih? Okelah kalau tadi cowok yang dekatin dia itu normal, itupun gue masih mikir seratus kali buat legowo. Nah, Marco, masalahnya ini yang dekatin Zefanya punya predikat burung kotor, heartbreaker, dan sejenisnya!" Marcello mulai meninggikan suaranya, sembari menepuk-nepuk meja yang tak bersalah dihadapannya.
"Co, lo nggak sayang sama Zefanya, apa gimana? Lo tau kan seberapa kurang ajarnya laki-laki itu?" Kali ini Michael menyuarakan pikirannya.
Marco mendengus keras ditempatnya, sementara Nicholas tengah menerka-nerka apa yang sedang merasuki pikiran anaknya itu.
"Burung kotor, heartbreaker, kurang ajar.. Oke ada tambahan lain untuk predikat anak laki-laki bernama Jere ini? Sekarang coba pertanyaannya di balik ke kalian, sudah seberapa normal sih kalian sebagai seorang lelaki?"
"Maksud lo?!" Marcello menggebrak meja dengan keras, dan langsung mendapat tatapan bengis dari Nicholas.
"Santai brother, Gue cuma bermaksud menjelaskan duduk perkaranya saja. Lo nyebut Jere burung kotor dari segi mana, bang? Apa lo pernah mendapati dia keluar masuk club malam dan ngebawa perempuan ke hotel untuk menginap, seperti yang selama ini lo lakukan?" Marco menembak telak Marcello dengan pertanyaannya yang merupakan fakta dari kehidupan selebriti ala Marcello.
"Marco!" Nicholas menatap tajam anaknya itu, memperingati agar Marco tidak kelewat batas.
Sementara Marcello sudah mengepalkan tangannya erat-erat, menahan emosinya untuk tidak meninju adik kembarnya yang memiliki mulut pedas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's Enemy 2
ChickLitFabian Jeremy Peterson - Si playboy macho yang terkenal dengan bakat mengintimidasinya dan juga sifat posesifnya. Tidak ada kata 'jadian' di kamusnya! Kalau dia sudah suka dengan satu perempuan, maka perempuan itu HARUS mau diajaknya 'jalan', tidak...