***
Cahaya matahari membangunkan Riri dari alam mimpinya bahkan dirinya sama sekali tidak menyadari bahwa ia tergeletak di lantai dingin, tepatnya di balkon. Ia terisak pelan mengingat semua peristiwa demi peristiwa selama ia tinggal dirumah ini. Ia memeluk dirinya sendiri, dalam bayang seberkas cahaya sinar matahari "mengapa jadi begini... aku sama sekali tidak mengerti apa kemauan makhluk itu.. wajahnya .." ia menutup wajah dengan telapak tangannya sendiri memikirkan itu saja sudah membuat ia sangat ketakutan. Kemarin malam wanita itu menunjukkan wujudnya sungguh menyeramkan melebihi dari apa yang sering Riri lihat, seluruh tubuhnya hampir tertutupi rambut panjangnya ~ tetap! wajah itu tampak mengerikan terlebih ada goresan di bagian mata, bibirnya mengeluarkan darah begitu banyak. Aku tidak sanggup menceritakan wujudnya "sebaik-baiknya penolong adalah Allah, Dia yang menciptakanku dan aku bersyukur masih diberi kesempatan bernafas ~ tangisnya" . Kini fikirannya bergelut dengan rasa takut, menusuk, dada terasa sakit tubuh seperti ngilu akibat tidur di lantai dingin.
Bruakk!!prang!
Suara barang-barang kembali berjatuhan, tanpa sebab akibat lagi. Nafas Riri memburu terdengar berat, terasa sakit sekaligus takut secara bersamaan ingin sekali berlari keluar dan meninggalkan rumah itu segera akan tetapi Riri sendiri bingung kemana ia akan pergi? ia tak lagi memiliki saudara selain para sahabatnya dan Mas Alvino! Sebuah do'a lah yang akan menolongnya-
Hihihi...
Tawa perempuan itu menggema, tepat disamping kiri Riri terduduk. Wajah pucat Riri semakin pucat ia ingin mendongak tapi hati seolah tak mendukung, Riri meloncat berusaha lari keluar dari rumah besar itu dengan tergopoh-gopoh ia menuruni tiap tiap anak tangga "aaghhhh" Riri terpeleset jatuh berguling kakinya terkilir keningnya berdarah menambah rasa pusing yang semakin tak tertahankan namun disaat kata menyerah tersirat dalam benaknya Riri mencoba bangkit mengumpulkan kembali sisa tenaga yang ia punya "derajatku lebih tinggi aku tidak akan menyerah bahkan mati sia-sia!".
"Dimana pintunya? Rumah terkutuk! Kau mempersulitku!" tangisnya tak terima. Rasa kesal menggelayuti hati, Riri yang tak terbiasa mengumpat pun akhirnya berucap sedemikian rupa air mata kembali menggenang tidak ada pilihan ia hanya bisa pasrah tubuh kecilnya sudah sangat lemas Riri memohon kepada Allah agar ada seseorang yang dapat membantunya.
"Riri.." suara yang berasal dari luar pintu itu terdengar saat Riri berhasil mencari arah sumber suara dan ternyata Riri berada tepat dibalik pintu tersebut. Riri membukannya samar-samar wajah beberapa orang berdiri di depannya tapi penglihatannya semakin menggelap dan blank Riri tak sadarkan diri.
👹👹👹
"Ri, bangun dong jangan buat kita khawatir begini" ucap seseorang yang berada di samping Riri saat ia terbaring lemah setelah pingsan.
Perlahan mata Riri terbuka sedikit demi sedikit, pada akhirnya ia dapat melihat dengan jelas. Riri menatap setiap sudut langit-langit kamar yang luas setelahnya mata Riri tertuju pada keempat sahabatnya.
"Stella." Lirih Riri yang mencoba duduk perlahan
"Kamu sudah bangun?" Ucap Stella
"Ini beneran kalian kan?" tanyanya kembali mencoba meyakinkan penglihatannya. Rasa haru terjadi diantara mereka, sekian lama mereka berkomunikasi lewat sambungan udara akhirnya kembali bertemu.
"Kamu kenapa Ri ? Kamu membuat kami semua cemas" ucap Ines yang kini duduk di sebelah kanan Riri.
"Ceritanya panjang, aku takut benar-benar takut." Ucap Riri terbata-bata lalu melanjutkan ceritanya.
"Saat pertama aku dan keluarga ku datang kesini semua keanehan itu terjadi mulai dari bertemu kakek-kakek, anak kecil misterius yang bernama Emily, seorang wanita yang rupanya buruksekali, dan satu lagi mama dan mas ku selalu saja melihat ku ada dimana-mana dari cerita mama dan mas Vino aku mulai melarang mereka bahkan sampai berulang kali untuk tidak masuk ke dalam gudang tua itu. Dan Mama melanggarnya di tempat itu pula aku menemukan mama dalam kondisi yang mengenaskan bahkan nadinya sudah tak ada hikkssss ..." Rasa bingung itu beralih menjadi rasa duka sehingga untuk merindu pun lebih besar lagi keinginannya. Riri merindukan Elena, Mamanya.
Ke empat sahabat yang menyaksikan Riri menangis menjadi tak tega, mereka semua saling memandang seolah sedang melakukan telepati "untuk sementara kita harus menemani Riri dan tinggal bersamanya sembari menunggu habisnya waktu berlibur". Erlin yang mempunyai kelebihan pun mengangguk sembari mengelus lengan Riri, "jangan bersedih ada kami disini" senyumnya tulus.
"Apa sebelumnya kamu sudah berbicara kepada mas dan mama mu?" celetuk Anggi penasaran.
"Sudah, tapi mereka tak pernah mempercayai ku karena mereka tidak melihat apa yang aku lihat" tunduknya sendu
"Kamu benar, ada yang aneh dirumah ini." ucap Erlin memotong.
"Aneh? Kenapa sih setiap kita kemana-mana selalu ada yang berbau mistis aku kan takutt." Kini Anggi yang sok penasaran berubah menjadi takut, mengubah posisinya berpindah duduk di antara Stella dan Erlin. Ines yang melihat gerak-gerik anggi langsung menempel pada Stella terlebih dahulu.
"Stell, lindungin gue ya? Kan loh kuat, hantunya pasti takut sama lo" ucap ines yang berubah menjadi memeluk Stella.
"Apa? Kamu kayak anak kecil, dasar penakut! Bagaimana kalau posisi Riri ada di kamu mungkin kamu gakkan bangun dari tidur mu lagi"
"Jahat banget sih lo" pukul Ines
"Biarin, lagian siapa suruh penakut kalau tuh demit makan orang kamu duluan yang aku serahin supaya gak berisik!" Dengus Stella. Kini Stella melepaskan genggaman tangan Ines yang menempel erat pada tangannya. Erlin juga Riri terkekeh pelan melihat tingkah Ines, sementara Anggi masih bercengkraman dengan rasa takut.
Bruakk!! Prangg!!
Suara barang yang berjatuhan kembali terdengar, Anggi yang kaget langsung tertunduk kaget menyembunyikan wajahnya di balik punggung Riri. Mendengar suara kekacauan yang terjadi di bawah Erlin dan Stella bangkit dari duduk berniat ingin turun namun Riri mencegahnya.
"Jangan ke bawah, itu sudah biasa terjadi." Ucap Riana dengan perasaan takut kembali menghujam dadanya.
"Jadi tiap malem kamu menyadari hal ini, dan kamu hanya berdiam diri?" Komentar Stella yang menatap Riana dengan tatapan datar.
Hanya diam dan terus saja diam, Riana takmenjawab pertanyaan yang sudah di ajukan Stella, hatinya kembali tak tenang lantaran takut apa yang menimpa sang Mama akan kembali terulang Riri tidak siap untuk itu. Ia mencintai sahabatnya sama seperti Ia mencintai sang Mama.
"Ri, kita gak akan pernah tau apa yang terjadi jikalau kita tidak mencari tau" Stella kembali bersuara meyakinkan Riri.
"Stella bener, kita harus cari tau apa yang sebenarnya terjadi, jangan takut karna kita bersama" timpal Erlin yang ikut meyakinkan Riri.
Kini Riri dan keempat sahabatnya itu mulai mencari tau apa yang menjadi rahasia dalam rumah tua peninggalan keluarganya. Penulusuran pertama mereka menuju dapur sumber asal suara yang terjadi. Namun mereka tak menemukan satu barangpun yang jatuh ke lantai. Mereka saling tatap satu sama lain kemudian pandangan Stella melihat jejak kaki di bawah kolong meja rasa takut kembali mencekam.
Dan sekarang mereka berlima memutus kan untuk segera kembali kekamar.
"Aku yakin ada sesuatu yang mengganjal dirumah ini, besok kita harus caritau sejarah apa yang pernah terjadi dirumah ini" ucap Stella, Erlin yang satu pendapat dengan Stella dengan cepat mengiyakan ide tersebut. Sedangkan Anggi dan Ines tak dapat menolak, pulang pun yang ada ia tidak menyelesaikan masalah malah menambah terlebih kalau Stella sudah mengomel. Dengan hembusan nafas kasar mereka berdua mengangguk pasrah, "Baiklah" ucapnya loyo.
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Happy Reading 👹
KAMU SEDANG MEMBACA
HE CAME (GHOST)
HorrorRiana seorang gadis indigo yang berusaha menyelamatkan keluarga dan keempat sahabat nya dari dendam masalalu. Cerita ini berdasarkan karangan belaka namun di pertengahan part akan ada cerita yang nyata dari pengalaman kita berlima.