Prolog

578 61 9
                                    

Teriknya matahari di tengah langit tidak membuat kedua gadis berusia sepuluh tahun itu mengurungkan niatnya untuk bermain di taman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Teriknya matahari di tengah langit tidak membuat kedua gadis berusia sepuluh tahun itu mengurungkan niatnya untuk bermain di taman. Sudah setengah jam mereka duduk di kursi taman, menunggu seseorang yang sedang menunggu hasil pengumuman kelulusan di sekolahnya.

Sesekali mereka mengipasi wajah dengan tangan mereka sendiri. Taman tempat mereka bertiga berkumpul memang akan sangat panas jika di pertengahan hari seperti ini. satu-satunya tempat berlindung adalah pohon rindang yang ada di dekat mushola, letaknya tidak jauh dari taman. Hanya perlu berjalan sekitar dua puluh langkah maka sampailah di pohon perlindungan itu.

"Ah, akhirnya kita nggak kepanasan." Anak kecil berambut terurai kecoklatan dengan bando berwarna biru menghembuskan napas lega. Ia adalah Janis Ardelle Rahardy.

"Iya, disini selalu sejuk. Coba aja pohon mangga yang di taman nggak di tebang, pasti kita tungguin Faisu disana, di deket pohon harapan." Ucap anak perempuan berlesung pipi dengan senyuman manis di wajahnya. Anak itu adalah Roshni Callia Fernanda.

"Iya. Aku marah sama Pak kebon yang udah nebang pohon tempat kita main boneka di bawahnya. Ngomong-ngomong Faisal kok lama banget, sih?"

"Tuh dia orangnya lagi lari-lari. Udah kayak kucing yang lagi ngejar tikus aja." Ledek Roshni saat melihat Faisal berlari menghampiri dirinya dan Janis.

"Kalian nungguin lama ya?" Tanya Faisal dengan napas memburu. "Maaf ya tadi ada acara penyerahan hadiah kelulusan dulu. Nih liat." Faisal menunjukan piala di genggamannya.

"Wah hebat dapat piala. Selamat ya, Faisu. Berarti kamu harus traktir es krim dong." Ucap Janis semangat. Faisal tersenyum, sejurus kemudian ia menatap Roshni yang hanya diam.

"Kamu gak akan ngucapin selamat? Gak mau di traktir es krim? Kok diem? Lagi sariawan ya? Tikus kok sariawan." Faisal meledek Roshni pada akhirnya.

Roshni mecebikan bibir kesal, "Ihh, Faisu.. aku gak sariawan. Lagian mau banget emang aku ucapin selamat? Padahal tiap tahun juga kamu selalu dapat piala. Aku bosen kasih selamatnya." Ucap Roshni polos.

Lagi-lagi Faisal tersenyum, "Tapi aku gak pernah bosen dapat ucapan selamat terus dari kamu."

"Hey udah-udah. Kapan beli es krimnya kalo kalian debat terus? Tuh si abang tukang es krimnya keburu pergi." Janis memotong percakapan kedua sahabatnya.

Kemudian mereka bertiga berjalan menuju tukang es krim di seberang taman.

"Faisu, aku mau es krim rasa stroberinya tiga ya?" Pinta Janis dengan manja. Mereka kini sedang memilih es krim.

"Iya iya, kamu boleh pesan sesuka hati." Jawab Faisal dengan lembut.

"Kamu mau yang mana, Rosh?" Tanya Faisal pada Roshni yang tidak kunjung memilih es krimnya.

Roshni terlihat kecewa, "Aku gak jadi beli deh."

"Loh, kenapa?" Faisal keheranan.

"Es krimnya tinggal yang rasa stroberi semua, Roshni kan alergi stroberi." Janis yang menjawab kebingungan Faisal.

Dan Faisal terkejut mendengar fakta yang baru ia ketahui.

Roshni alergi stroberi. Dan ia baru mengetahuinya setelah tiga tahun bersahabat. Bagus sekali bukan?

Faisal menatap Roshni sekilas, lalu ia mendekati si penjual es krim dengan wajah dingin, seperti bukan Faisal.

"Bang, niat jualan es krim gak sih? Kenapa yang dijual rasa stroberi semua? Gak usah jualan aja sekalian kalau cuma satu rasa." Faisal si bocah dua belas tahun dengan seramnya memarahi tukang es krim.

"Faisu, gak boleh gitu ih. Kamu gak sopan sama si abangnya. Aku gak suka." Ucap Roshni sedikit kesal melihat Faisal yang bersikap tidak sopan pada yang lebih tua.

"Tapi Rosh, kamu jadi gak makan es gara-gara-"

"Tau ah. Kucing keriting nyebelin." Dan Roshni pun meninggalkan Faisal dan Janis dengan perasaan kesal.

"Rosh, tunggu. Ah Faisu, kenapa sih kalian selalu aja ribut dan marahan. Kamu harus minta maaf. Ayo kita kejar Roshni." Ajak Janis.

Faisal dan Janis berhasil menyamai langkahnya dengan Roshni, Faisal berjalan di samping Roshni. "Maafin aku, Rosh. Aku gak akan kayak gitu lagi deh, beneran." Ucap Faisal terdengar tulus, ia mengacak pelan rambut Roshni. Roshni awalnya terdiam tapi kemudian ia tersenyum lalu mengangguk pelan.

Kemudian Faisal menunjukkan jari kelingkingnya ke hadapan Roshni, Roshni pun mengaitkan jari kelingkingnya di kelingking Faisal pertanda mereka sudah berbaikan lagi.

"Teman?" Ucap Faisal sambil merekatkan jari kelingkingnya.

"Teman!" Balas Roshni sambil menegaskannya dengan menekankan jari kelingkingnya yang berpaut dengan kelingking Faisal.

Mereka berdua kembali tersenyum dengan sangat manis. Sementara Janis yang melihatnya hanya bisa memutar bola matanya sendiri pertanda bosan,

"Mereka selalu kayak gini. Setelah ribut terus baikan terus mereka ribut lagi dan baikan lagi. Capek deh.." Gerutu Janis yang sudah terbiasa melihat pemandangan tersebut.

"Ayo kita pulang. Ibuku pasti senang dengar kabar kelulusanku." Ajak Faisal lalu ia menarik tangan Roshni lalu Janis. Roshni dan Janis tersenyum saat tangan mereka di raih Faisal.

***

Di kediaman Faisal terlihat Juwita -ibunya Faisal sedang duduk serius di ruang tamu bersama suaminya, Firman Bagasditya yang tak lain adalah ayah Faisal.

"Juwita, bagaimana menurutmu tentang keputusanku ini? Ini akan baik untuk masa depan Faisal. Apalagi dia anak yang cerdas. Masa depannya pasti akan sukses jika dia sekolah disana." Ujar Firman dengan serius.

"Aku harus bilang apa, mas? Kamu juga sudah mendaftarkannya, kan? Jadi aku hanya bisa mendukung keputusanmu. Aku harap Faisal setuju untuk melanjutkan sekolahnya di London." Ungkap Juwita dengan penuh harap dan kecemasan.

Di sisi lain ternyata Faisal, Roshni, dan Janis mendengar pembicaraan orang tua Faisal. Mereka bertiga terkejut mendengarnya, genggaman tangan Faisal pada Roshni dan Janis seketika terlepas. Ia berjalan menghampiri kedua orang tuanya.

"Apa yang kalian katakan? Apa maksudnya aku bakalan sekolah di luar negeri?" Tanya Faisal meminta kejelasan.

Firman Bagasditya langsung meraih Faisal dan membawanya duduk dipangkuannya.

"Sayang, kamu akan melanjutkan sekolahmu di London. Ayah sudah mendaftarkanmu lewat email. Ayah harap kamu setuju dengan keputusan Ayah. Bukankah kamu sangat ingin sekolah di luar negeri?"

Faisal, Roshni dan Janis begitu terkejut mendengarnya. Jika Faisal pergi ke luar negeri, lalu bagaimana persahabatan mereka? Akankah semuanya berubah? Ataukah tetap sama saja? Segala pemikiran berkecamuk di kepala ketiga anak kecil itu.

•••••

Here's the prologue.
Tunggu Bab 1 ya..

Tunggu Bab 1 ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Destiny (Cintaku Adalah Kau)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang