09

55 7 0
                                    

Shalsa kini tengah duduk di pinggir trotoar. Menanti si pria itu kembali dari perginya. Ia hanya berpesan tunggu sebentar. Benar saja tak butuh waktu lama pria itu kembali sembari menuntun sepeda.

"Maaf, lama ya?" Tuturnya. Shalsa bangkit dari duduk sembari mendekat ke arah pria yang berada di hadapan nya.

"Engga kok." Sembari tersenyum.

"Bagus deh. Gue jelas in nya sambil jalan engga papa kan?" Respon dari Shalsa hanya mengangguk, dia tahu sebab saat ini dia sangat terburu buru itu salah satu ke untungan ngobrol sembari jalan santai.

Banyak sekali pembicaraan yang mereka bahas mulai dari, tempat tinggal, hobby, dan cerita mengenai kematian ayah Rendy. Walau tadi sempat canggung diantara mereka sebelum berakhir kepada topik pembicaraan yang menarik ini. Shalsa sempat berpesan ia ingin mengunjungi ke pemakaman ayah Rendy. Sampai dia tiba di depan salah satu pemakaman umum.

"Lo yakin ngga papa mau ikut?" Tanya Rendy sembari menghentikan langkahnya. "Kenapa ngga boleh?" dengan nada ketus Shalsa menjawab, cepat cepat Rendy menggelengkan kepala. "Bu.. bukan itu maksud gue. Ehm.. anu," Jawab Rendy panik.

"Gue cuma mau kita doa bareng bareng buat bokap lu, tadi kan lo bilang sendiri bahwa ayah lo sama nyokap gue ultah nya sama jadi ya.. itung itung doa dari gue sebagai hadiah buat ayah elo." Senyum hangat dari Shalsa membuat Rendy tersentuh.

Rendy masih diam sembari menatap Shalsa yang berkata jujur dan tulus. Tanpa aba aba Shalsa meraih tangan Rendy, "buruan nanti ke buru sore." Tegur Shalsa, "Di sebelah mana?" Sembari menunjuk arah jalan.

setelah usai memanjatkan beberapa doa kepada beliau Shalsa memetik bunga matahari dari salah satu buoquet miliknya kemudian menaruhnya di gundukan tanah. Rendy yang sadar atas perbuatan Shalsa menegur. "itu kan buat nyokap lu, kenapa lo...?" ucapan Rendy menggantung. "berbagi itu indah Rendy, anggap aja bunga ini tanda terima kasih dari gua."

Ucapan jujur itu berasal dari hati yang tulus. Rendy hanya bisa mengucapkan terima kasih. "Semoga ayah gue tenang di alam sana." kemudian Shalsa menyahut dengan antusias. "Aminn." rendy bangkit dari posisi berlututnya tadi seusai pamit dari pemakaman. kini mereka tengah berjalan menuju kediaman masing masing.

"lo tau kenapa gue selalu ngasih bunga setiap awal bulan ke makam bokap gue?" tanya Rendy kepada shalsa. jawaban Shalsa hanya menggidik bahu dengan tatapan seperti mengatakan "kenapa?"

"kata orang dulu kalo makam seseorang tumbuh kembang artinya dia bahagia alias tenang, maka gue berpikiran bahwa bokap gue belum tenang maupun bahagia." langkah Shalsa terhenti. "justru yang ada alasan bokap lu ngga bahagia itu karena lo yang mudah terhasut dengan omongan orang sehingga bokap lu belum benar benar pergi dengan tenang. itu tandanya lu belum ikhlas." yang di ucap kan Shalsa ada benar nya juga.

kenapa ucapan lu sehangat matahari terbit dan senyum lu seindah bunga matahari, baru kali ini gue nemu orang yang ucapannya selalu bikin gue tenang setiap di sisinya selain nyokap gue.

---------------
Terima kasih atas dukungan kalian semua, saya harap kalian menikmati cerita saya.

Maaf sudah menghilang beberapa hari bahkan bulan, saya harap anda tidak kecewa dan tetap setia menjadi pembaca cerita Shalsa.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ShalsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang