Sore ini berbeda dengan biasanya. Awan hitam yang sudah berkumpul menjadi satu sudah siap untuk menumpahkan segala isinya. Gadis berambut panjang itu menghela nafas. Ia lupa membawa payung lagi hari ini, dan juga dirinya tidak membawa kendaraan untuk kesekolah hari ini. Pagi tadi dirinya sengaja memilih untuk menumpang dengan salah satu tetangga depan rumahnya yang kebetulan satu sekolah dengannya. Dan tadi, Jisung-tetangga depan rumahnya-mengabari bahwa ia tidak bisa pulang bersama. Karena Jisung memiliki jadwal latihan futsal bersama teman satu eskulnya sehingga membuat pemuda itu pulang lebih terlambat dari biasanya.
Kenzia, gadis itu kerap disapa seperti itu. Ia menghembuskan nafasnya secara kasar berkali-kali. Koridor sekolah sudah nampak sepi. Hanya ada segelintir orang yang masih ada didalam sekolah. Dan rata-rata Kenzia tidak mengenali mereka semua, sial. Seketika Kenzia merasa menyesal karena tidak mengenal lebih banyak murid disekolahnya selain teman-temannya, dan teman satu kelasnya. Jika ada satu dari mereka yang Kenzia kenal, mungkin Kenzia sudah meminta tolong agar mereka berbaik hati untuk mengantarkannya pulang sebelum hujan turun dengan deras.
Ia melirik arloji yang melingkar ditangannya. Sudah hampir petang namun ia masih tertahan disekolah. Seharusnya tadi Kenzia bisa pulang menggunakan bus, meskipun nanti ia harus menerobos hujan agar bisa sampai kerumah, namun itu lebih baik dari opsi berlari menerobos hujan yang kini sudah turun dengan jelas. Kenzia menghela nafas pasrah, sepertinya ia harus nekat berlari menerobos rintikan air yang turun dengan deras untuk sampai ke halte bus yang ada di sebrang jalan, tidak ada pilihan lain selain nekat menerobos hujan. Baru saja Kenzia ingin melangkahkan kakinya, namun sebuah tangan mencengkeram erat pergelangan tangannya.
Kenzia langsung membalikkan tubuhnya, untuk beberapa detik ia mematung menatap sosok yang ada dihadapannya.
Tampan.
Haya itu yang bisa Kenzia deskripsikan tentang sosok dihadapannya. Dan tentunya Kenzia tidak kenal dengan laki-laki yang ada dihadapannya ini, jadi wajar saja jika dirinya memberikan respon yang 'agak' berlebihan ketika melihat sosok dihadapannya ini memilih wajah tampan itu berdiri tepat didepannya.
"Mau balik?" Tanya orang itu.
Kenzia mengangguk kaku. Pemuda dengan suraibhitam legam, serta seragam yang ternyata berbeda dengannya itu menatap awan yang sudah meneteskan buliran air hujan dengan deras. Ia menunjuk menggunakan dagunya, membuat Kenzia menoleh mengikuti arahan pemuda itu. Kenzia menghembuskan nafas kesal. Hujan turun deras dan langit yang semakin menghitam, artinya ia harus menunggu untuk waktu yang lebih lama agar hujan reda.
"Hujannya deres banget. Yakin mau nerobos?" Tanya pemuda itu. Kenzia sontak menggelengkan kepalanya.
"Mau bareng? Biar gue anterin" tawar pemuda yang sampai sekarang belum mengucapkan namanya.
Kenzia menatapnya dengan pandangan kaget. "Tapi-" ucapannya terpotong.
"Tenang. Gue temannya Jisung, lo tetangganya'kan?, gue tadi ikut kumpul sama dia disini. Dan sekarang gue mau balik karena udah ditunggu sama mama, jadi lo mau bareng?"ujar laki-laki itu lagi.
Kenzia terdiam cukup lama, hingga akhirnya ia mengangguk. Tidak masalah bukan untuk menerima tawaran dari pemuda tampan dihadapannya ini? Hitung-hitung, sambil menyelam minum air.
Setelah Kenzia mengangguk. Pemuda itu langsung melepaskan jaket bomber yang sedari tadi ia gunakan. Meletakkannya diatas kepalanya.
"Agak deketan. Biar gak terlalu basah banget. Mobil gue ada di parkiran" ujarnya terkesan jutek.
Kenzia melangkah pelan untuk mendekatkan tubuhnya dengan pemuda itu. Hingga sebuah tangan menarik pinggangnya cukup kuat, hingga membuat kepalanya membentur dada bidang sosok tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LDR; Hwang Hyunjin (PROSES REVISI)
Short StorySaat LDR terberat bukan lagi soal jarak dan juga waktu. Tapi soal kepercayaan yang berbeda. story by; Kairzel