Prolog

82 7 5
                                    

"ZAHRA, bunda mau ngomong serius sama kamu," Bunda tiba-tiba berada di samping Zahra yang tengah bermain ponselnya disofa ruang keluarga.

"Astaghfirulah! bunda kapan sampainya? Zaffar mana, bukannya Zaffar yang mengantar bunda ke pengajian?" Zahra kaget dengan kehadiran bundanya yang tiba-tiba sudah pulang tanpa mengucap salam seperti biasa.

Bunda tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Zahra, "Kamu harus janji sama bunda. Jagain Zaffar, jangan terus menyusahkan dia, ia selalu berusaha memenuhi kebutuhan kamu. Kamu tahu? Dia juga ikut menjadi punggung keluarga sejak kepergian ayah, dia menjadi juru masak di restoran dekat sekolah kamu," jelas bunda.

"Apa! Kenapa dia enggak pernah cerita ke aku Bun? Aku kembarannya," tanya Zahra tak percaya.

"Dia enggak ingin kamu mikirin soal ini, dia mau kamu fokus dengan sekolahmu, jangan marahkan Zaffar ya, dia melakukan ini juga demi kamu."

Cairan bening mulai berjatuhan tanpa diperintah. Zahra ingin memeluk bundanya tapi urung ia menyapu derasnya air mata dipipi.

"Satu lagi, Ra, bunda enggak mau Zaffar melupakan bunda, ayah, terlebih kamu, kembarannya. Dan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup kalian dari kalian merangkak sampai merangkul."

"Bun, bunda juga bisa membantu Zaffar, kita berdua bisa melakukannya bersama-sama."

"Bunda enggak bisa sayang, bunda harus pergi. Tapi kamu? Kamu bisa. Berjanjilah untuk membantu dan selalu bersama Zaffar, Bunda percaya sama kamu, kamu juga harus jadi anak shalihah ya," pinta bunda terakhir kalinya.

Zahra mengangguk tersenyum, "Zahra janji."

DRRTT DRRTT.

Zahra mengambil ponselnya yang berada di meja depan sofa. Ia melihat nama yang tertera disana.

My 💛 twin

"Bentar ya Bun Zaffar nelfon," Zahra berjalan menjauhi Bunda untuk mengangkat telfon dari Zaffar.

"Assalamu'alaikum Zaff."

"Wa'alaikumusssalam. Zahra ..."

Terdengar suara isak tangis di sana. Zahra mengerutkan dahinya. Heran.

"Zaff? Kamu nangis? Ada apa?" tanya Zahra curiga.

"Bunda Ra ..."

Zahra menoleh ke belakang dan melihat Bundanya sedang duduk manis sambil tersenyum.

"Bunda ada di sini kok Zaff, oh iya kamu kenapa enggak pulang sama Bunda, kamu dimana?"

Hening di sana, Zahra masih menunggu jawaban Zaffar. Ia mulai cemas.

"Bunda ... Bunda meninggal Ra ... Aku segera kesana."

Hati Zahra bergetar, bulu kuduknya merinding, ponselnya terlepas begitu saja dari tangannya. Nafasnya tidak beraturan. Ia masih terpaku beberapa detik lalu menoleh perlahan. Tidak ada lagi Bundanya.

"Bunda!!"

Dengan air mata yang membasahi pipinya, ia berlari mencari kesana sini di seluruh rumah sambil memanggil Bundanya.

"Bunda! Bunda dimana? Ini enggak lucu Bun!"

"Bunda!"

Zahra berdiri di ruang tamu, menangis sejadi-jadinya. Lalu ia melempar semua barang yang berada di meja, pot bunga yang terbuat dari kaca, foto sekeluarga, semua sudah berada di lantai dengan pecahan kaca berserakan.

"Enggak mungkin!!" teriak Zahra tidak percaya.

Zahra duduk di lantai depan sofa berwarna biru dongker memeluk lututnya, tatapannya kosong sambil terus bergumam enggak mungkin!

"Zahra!"

Pintu terbuka, sudah ada Zaffar yang berdiri di ambang pintu mencari keberadaan Zahra, setelah tahu, ia langsung berlari menghampiri Zahra dengan rambut yang sudah berantakan. Tidak peduli dengan beling-beling yang berlamparan.

"Zaffar..." Zahra melihat Zaffar, langsung memeluknya.

"Zaffar ... tolong bilang kalau ini hanya mimpi, tolong bilang kalau ini tidak nyata, Bunda enggak pergi kan? Tadi ada Bunda disini," lirih Zahra yang masih tersedu-sedu dalam dekapan Zaffar yang juga mengurai air mata.

"Maafkan aku Zahra, ini semua salahku, kamu harus kuat. Kita harus bisa melewati ini sama-sama."

Semakin menjadi tangisan Zahra, mendengar perkataan Zaffar.

Zaffar mengeratkan dekapannya sampai Zahra cukup tenang.

Jadi ini yang dimaksud bunda.

Bunda harus pergi.

Pergi. Meninggalkan mereka selama-lamanya.

Pergi. Meninggalkan mereka menyusul ayahandanya.

Pergi. Meninggalkan mereka dan tak akan pernah kembali.

Pergi. Meninggalkan dua anak kembarnya, Qalisha Zahra Rashid dan Anaqi Zaffar Rashid tanpa mengucapkan selamat tinggal.

.

My Lovely Twin.

My Lovely Twin (SLOW UPDATE) ^^maafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang