"HIDAYAH?" tanya Zaffar dengan kening yang mengerut.
"Iya, hidayah itu bisa datang ke siapa saja, bahkan ke orang non-Muslim pun mudah bagi Allah memberi hidayah," jawab Farras dengan yakin, Zaffar hanya menghela nafasnya.
"Sebaiknya kamu tanya pak ustadz atau orang yang lebih berilmu, mungkin kamu akan lebih mengerti," Farras memberi saran.
"ZAFF!" Zaffar terperanjat kaget hingga gelas pastik berisi jus alpukat yang dipegang sedikit tumpah mengenai sepatu hitamnya.
"Ups sorry Zaf," sesal Zahra, ya Zahra yang mengagetkan sekaligus menepuk bahu Zaffar.
"Zahra ... rajin betul kamu ngagetin aku," omel Zaffar seraya mengelap sepatunya menggunakan tisu yang selalu dibawanya kemana-mana.
Zahra terkekeh, "Kamu, rajin banget melamun, kalau kerasukan gimana? Aku 'kan bukan ustadz," canda Zahra dan Zaffar hanya menggeleng.
"Kamu kenapa melamun Zaff?" tanya Zahra.
Zaffar hanya menggeleng sembari tersenyum. Zaffar memang bukan tipe orang yang suka bercerita, melainkan menutup diri sambil memikirkan solusinya.
Sudah tiga hari berlalu tapi Zaffar masih belum melupakan percakapannya dengan Farras, entah kenapa masih ada terbesit keraguan dihatinya tentang hidayah yang kata Farras telah sampai padanya.
Zaffar menatap jam tanganya, sudah pukul 14.30. Senin ini sekolah memulangkan murid-muridnya lebih awal karena guru-guru mendadak rapat.
Zaffar sudah menunggu Zahra kurang lebih dua puluh menit di parkiran sekolah, karena Zahra yang sibuk akan eskulnya.
Zahra menghela napas kecewa," Kamu kenapa sih enggak mau cerita Zaff, aku saudara kamu atau bukan? Fungsinya saudara apa? Berbagi cerita 'kan?"
Zaffar menghela nafas, "Bukannya aku enggak mau cerita tapi belum saatnya."
"Terserah!" Zahra sambil menatap ponselnya,"Bye the way, jadi ke rumah Cik Alif?"
"Jadi," jawab Zaffar sembari menhidupkan mesin motornya.
"Kamu sendiri saja ya, aku malas ke sana, kamu tahu sendiri'kan gimana Cik Alif. Kental banget agamanya. Belum juga adzan sudah nyuruh aku berwudhu."
Zaffar sedikit heran,"Bukankah itu bagus?"
"Mmmm...." Zahra hanya bergeming sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya sudah ayo naik," ajak Zaffar, Zahra tak menyahut hanya mengangguk saja.
Lima belas menit diperjalanan, Zahra dan Zaffar sudah berada di depan rumah Cik Alif.
"Assalamu'alaikum," ucap mereka serempak.
"Wa'alaikumussalam," wanita bercadar dengan berpakaian yang serba hitam membuka pintu. Wanita itu tak lain adalah istri Cik Alif, biasanya Zahra dan Zaffar memanggilnya Umi Nurul.
"Ayo masuk," Umi Nurul mempersilahkan mereka masuk dengan ramah.
"Apa kabar Umi?" tanya Zaffar ketika sudah di dalam rumah.
"Alhamdulillah baik, kabar kalian bagaimana?"
"Baik Umi," jawab Zaffar.
"Seperti yang Umi lihat sekarang, Zahra baik."
"Alhamdulillah. Zaffar, Cik lagi siap-siap mau ke masjid, kamu mau ikut?" tanya Umi Nurul.
"Mau Umi, Kalau gitu Zaffar ambil wudhu dulu ya," Sahut Zaffar lalu melenggang pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Twin (SLOW UPDATE) ^^maaf
Fiksi Umum"Mengapa kamu selalu buat aku tersenyum? Aku benci," ujar Zahra. "Bukankah senyum itu ibadah?" jawab Zaffar dengan senyum khasnya. "Tapi senyumku tak berarti bila hatiku tengah dirundung pilu," kini Zahra menatap Zaffar sendu. "Kamu lebih kuat dari...