Tabrakan

120 9 9
                                    

"Laper anjir." Sekar menggerutu, masih melototin soal matematika yang belom kelar.

"Ayo Kar, itu dua nomer lagi." Ezra dengan enaknya nyemangatin, mentang-mentang 5 menit udah kelar semua soalnya.

"Yaelah, gue juga tau tinggal 2 nomer. Caranya gimana ini?" Sekar mukulin soal.

"Nomer 1 jawabannya A, nomer 5 jawabannya C. Nanti kumpulin di Joy." Nico ngasih tau jawaban.

"Hah? Okede." Sekar buru-buru menyilang jawaban.

"Eh, Joy kemana?" Sekar nanya.

"Taro aja di mejanya Joy. Tadi dia jajan." gue ngejawab.

"Okai!" Sekar langsung nyari meja Joy, si ketua kelas.

"Udah beres, kantin kuy." Gue ngerangkul Nico dan Ezra, Sekar ditinggalin di deket meja Joy

"Heh, Akira, itu si Sekar ditinggalin?" Ezra ngeliatin Sekar yang masih nyari mejanya Joy.

"Tinggalin ajalah, isengin kali-kali." gue ngejawab sekenanya.

"WEH, GUE DITINGGAL?" Sekar teriak pas mendapati gue, Nico, dan Ezra udah bukan di jarak pandangannya.

"Akira yang nyuruh!" Nico balas teriak.

"Heh, eh, enggak kok Nic!" gue keteteran.

"AKIRA BABI!"

"Mampus lo Ki!" Ezra ngetawain gue yang pucat dengan puas.

***

Sekar ngambek sama gue gara-gara hampit ditinggal ke kantin. Untung, ngambeknya Sekar beda sama cewek kebanyakan yang mendadak dramatis. Dia cuma cemberut sebentar, terus biasa lagi.

Tapi masalahnya, gara-gara gue, Sekar yang panikan itu lupa bawa dompet.

Karena gue bertanggung jawab, sementara gue talangin aja dulu makannya Sekar. Toh dia pasti ganti duitnya.

"Heh, boleh beliin batagornya seporsi lagi gak?"

"Kar, gue belom makan."

Sekar tersenyum lebar ke arah gue.

"Ya makan lah sana."

Gue meratapi dompet yang kering, habis buat ngebayarin Sekar yang makannya porsi kuli.

"Gaada duit. Abis ngebayarin makan lo."

"Nah!" Sekar ngasih duit 50 ribuan ke gue.

"Katanya gaada duit, Kar?" gue meringis.

"Tadi ketemu di saku Ki, sori yak!" tanpa dosa, cewek itu cengangas-cengenges.

"Yaudah sana, kalian balik duluan aja, gue mau beli seblak, takutnya kalian kelamaan nunggunya. Sekar juga katanya mau belajar Fisika kan buat ulangan?" gue ngejawab.

"Iya, Zra, bantuin gue yak, bisa mampus kalo nilai fisika gue kepala 5 lagi." Sekar nepuk pundak Ezra.

"Santuy, jaminan bisa sama gue mah." Ezra nyengir, ngulurin jempol.

"Okedeh, kita balik duluan ya!" Nico melambai.

Gue menunggu seblak dengan kesabaran yang haqiqi. Begitu gue dipanggil sama ibu kantin, gue langsung melonjak dengan bahagya (alay).

Kutukan Pak RahmadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang