"KAN UDAH GUE BILANG, PAKE MINYAK TANAHNYA!" Ezra membentak gue sambil berusaha nutupin muka gue pake jaketnya.
"Iya, sori!" gue meminta maaf tanpa keniatan.
Lah, kan bukan salah gue kalo cewek-cewek di sekolah menggila lagi.
"UDAH, CEPETAN KE PAK RAHMADI!" Sekar mendorong gue, Ezra, dan Joy ke arah koridor guru sementara dia dan Nico mulai membabi buta menyingkirkan cewek-cewek yang nuturin gue.
"TUTUPIN MUKA LO ANJIR! BAHAYA KALO SAMPE DILIAT ORANG LAGI!" Joy menarik jaket biru dongker itu ke arah kanan.
"Goblok! Mukanya malah keliatan kalo gitu!" Ezra menarik jaket ke arah kiri.
"ITU JUGA JADI KELIATAN LAGI!" Joy berteriak di kuping gue. Otw budek.
"JOY, LO GOBLOK BANGET SI! PEGANGIN! ITU KERUMUNAN MAKIN MENDEKAT!" Ezra ngejerit.
"YAUDA IYA YANG PINTER MAH BEDA!" Joy menyumpah kesel.
Setelah keributan reda, gue, Ezra, sama Joy langsung lari ke ruang guru, nyari meja Pak Rahmadi.
"PAK! TOLONG SAYA PAK!" Gue berteriak ke arah Pak Rahmadi.
"Ada apa lagi, Akira? Saya nggak tau apa-apa soal wajah kamu itu." Pak Rahmadi cuma menatap gue dengan wajah bingung.
"PAK! SEPUPU SAYA UDAH TERANCAM! KEMAREN KALO BAPAK TAU YA, RUMAH KITA DISERANG CEWE-CEWE KERUSUPAN!" Joy berteriak.
"Ayo pak, saya juga awalnya jadi begini gara-gara bapak kan?" gue berusaha memilih kata-kata yang sopan.
"Jangan pura-pura gak tau apa-apa pak." Joy mengusap matanya, "Saya gak mau sepupu saya gini gara gara bapak, hiks," terdengar suara sesenggukan Joy.
"Jiya! Jangan nangis woi!" Ezra berjinjit, menepuk kepala Joy yang udah menutupi wajahnya.
"Gue gak tau lagi Zra! Gimana nasib Akira abis ini? Dia satu-satunya sepupu gue!" Joy bergetar makin hebat.
"BAIK, BAIK!" Pak Rahmadi berteriak, membuat aktivitas guru-guru dan tangisan Joy terhenti seketika.
"Sebenarnya saya nggak berasal dari kota ini." Pak Rahmadi menghela nafas. "Saya berasal dari pulau terkutuk bernama Pulau Biru."
"Terus?" Ezra bertanya sambil mengusap punggung Joy yang masih bergetar hebat.
"Saya akui, saya bohong sama kamu saat pertama kutukan ini terjadi, Akira. Kutukan ini diwariskan ke beberapa anak Pulau Biru, termasuk saya." Pak Rahmadi menunduk.
"Selama beberapa tahun sejak kejadian terakhir, tidak pernah ada lagi insiden separah ini. Saya minta maaf pada kalian. Saya nggak bisa bantu."
"Terus gimana caranya pak?" Joy berkata, lebih kayak meraung.
"Kalian harus temui korban saya tiga tahun lalu, ajak dia ke Pulau Biru. Dia tau siapa penyembuh kutukan ini." Pak Rahmadi tersenyum misterius.
"Siapa korban bapak?" Ezra bertanya.
Pak Rahmadi nggak banyak omong, dia mengacak-acak mejanya sampai menemukan sebuah foto lusuh.
Foto seorang gadis gemuk pendek berkacamata dengan banyak jerawat.
Tunggu, rasanya cewek ini familiar.
Rambut ikal, mata tajam, dan hidung mancungnya nggak pernah berubah.
Arika.
"Itu Arika Hanna kan pak? Kok bisa?" Ezra bertanya lagi. Masih menenangkan Joy.
"Karena kutukan itu. Cari dia dan bawa ke Pulau Biru. Dia akan membantu kalian. Satu masalahnya, tidak ada penerbangan langsung ke Pulau Biru. Kalian harus naik pesawat dulu ke Pulau Pelangi. Dan jadwal ke pesawat ke Pulau Pelangi itu jarang dan selalu penuh."
"Ada satu penerbangan malam ini Pak." Ezra tersenyum lebar, menunjukkan jadwal penerbangan di HP nya. Kapan dia sempet nyari gituan?
"Nak, itu pesawatnya kecil, lihat. Sudah penuh. Tinggal yang first class. Mahal. Harganya aja 4 juta." Pak Rahmadi mengerinyit heran.
"Kami ambil yang first class Pak." Ezra tersenyum, mengangkat bahu.
Lah? Lah?
"Lihat pak, ini Pacific Airlines, cabang Pacific Group. Apa bapak nggak tau kalau putra sulung CEO Pacific Group adalah pilot pesawat ini?" Ezra melirik gue yang kebingungan.
"Ya saya tau anaknya Pak Untung itu pilot! Apa maksudnya semua ini?"
"Well, Sekar teman kita adalah adik dari pilot dan anak dari pemilik pesawat itu. Kita berenam dapat tiket gratis." Ezra tersenyum santai.
"Berenam? Siapa aja?" Pak Rahmadi tercengang.
"Saya, Joy, Akira, Nico, Sekar, dan Arika. Kami permisi Pak, sudah jam tiga. Flight nya jam delapan."
Gue, Joy, dan Ezra langsung salam ke Pak Rahmadi dan keluar dari ruang guru diiringi cengengesan Joy yang langsung dikasih lolipop minion sama Ezra.
"Lah?" Gue tercengang lagi liat Joy yang mendadak cengengesan setelah nangis tadi.
"Tadi gue cuma akting. Biar hati Pak Rahmadi tergerak."
Gue melirik Ezra yang udah sibuk lagi dengan HPnya. Dari tadi entah apa aja yang udah direncanain itu bocah satu.
"Gais, Arika udah dijemput sama sopir abangnya Sekar. Sopirnya Sekar bakal nganter kita ke rumah buat siap-siap." Ezra menoleh ke arah gue yang terbengong sambil nutupin muka dan Joy yang lagi makan permen loli.
"Sejak kapan lo mikirin ginian, Zra?" gue nanya.
Ezra cuma menghela nafas.
"Kalian terlalu sibuk mikirin hal yang ada di depan mata. Tugas gue disini ya berpikir dua langkah ke depan." Ezra tersenyum, narik tangan gue dan berbisik.
"Gue yakin lo bisa pulih dari kutukan ini."
Gue menghela nafas pelan.
"Semoga."
![](https://img.wattpad.com/cover/141740177-288-k528643.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Pak Rahmadi
Random"Semua berawal dari kualat gue sama Pak Rahmadi, guru fisika kesayangan gue."