Muhammad Azmi Akbar

356 11 1
                                    

"Mas?"

Panggilnya membuatku menoleh dan berjalan kearahnya yang masih memegang jas-ku.
Kedua sudut bibirku tertarik keatas.

Aku terus memperhatikannya saat Diana berjalan kearah lemari kayu yang berdiri kokoh. Ia membukannya dan mengambil sehelai handuk berwarna putih.

"Handuknya, Mas." Ujarnya menyerahkan handuk yang berada di tangannya kearahku.

Aku selalu tersenyum senang saat Diana memanggilku dengan panggilan 'Mas' tetapi anehnya, saat Diana memanggilku dengan panggilan itu. Ia tak pernah mau menatapku dan lebih memilih menundukkan kepalanya.

"Terimakasih," Kata-ku yang hanya di angguki olehnya.

Setelah hampir 30 menit aku membersihkan diri, aku keluar dengan celana jeans coklat di atas mata kaki dan kaos berwarna hitam yang sangat pas di tubuh tegap-ku.

Mataku tak menangkap sosok bidadari yang sudah resmi menjadi isteriku beberapa jam yang lalu.

Aku baru saja ingin mencarinya, tetapi belum sempat aku menekan handle pintu, daun pintu sudah terbuka menampilkan perempuan yang sudah berdiri di depan pintu.

Aku memperhatikannya dari atas sampai bawah. Ia sangat berbeda dengan abaya yang di pakainya tadi. Gamis biru muda yang menutupi telapak kaki sangat cocok di tubuhnya. di padukan dengan khimar berwarna biru tua yang kontras dengan warna kulitnya, perbedaan warna serta cantik wajahnya membuatku memanjakan mata.

"Apa mas mencari Diana?" Tanya-nya yang masih berdiri di depan pintu seraya menatapku.

Dan baru saat ini Diana memanggilku dengan panggilan 'Mas' tanpa menundukan pandangannya.

"Iya, baru saja saya ingin mencarimu." Balasku.

"Maaf Diana tidak menunggu mas selesai mandi, karena Diana sudah kegerahan mas." Jelasnya membuat seulas senyum tersungging di bibirku.

"Tidak apa-apa!" Balasku.

Diana berjalan melewatiku yang masih berdiri di sisi pintu. Aku terus saja memperhatikannya yang membuka laci. Entah apa yang di carinya?

Aku menutup kembali pintu seperti semula, lantas menghampirinya.

"Kam-"

Sebelum pertanyaanku terlontar, Diana sudah mendudukkan-ku di atas kasur. Membuat pertanyaanku menggantung di tenggorokanku.

Diana berjongkok di hadapanku, membuatku refleks menarik pundaknya agar berdiri kembali. Tetapi tanganku di lepaskannya secara lembut dari pundaknya dan di genggamnya kemudian di letakkannya punggung tanganku yang sebelah kanan di atas pahanya yang terbalut gamis.

"Diana tadi melihat jari telunjuk tangan kanan mas berdarah." Jelasnya menunjukkan jari telunjuk-ku yang sobek sedikit memang.

"Saya tidak apa-apa Diana, berdirilah jangan berjongkok di hadapan saya." Pintuku mengangkat bahunya agar mau berdiri dan aku menghela napas lega saat Diana menuruti perkataanku.

"Tapi mas Azmi, itu berdarah nanti kalau tidak di obati akan infeksi karena banyak bakteri di dalamnya." Jelasnya lagi membuatku menghela napas pasrah dan akhirnya aku mengangguk membuat senyum di bibir ranum milik Diana.

Berbagi Rumah SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang