Pekerjaan...?

286 10 5
                                    


Aku mengerjapkan mata saat merasakan seseorang menepuk-nepuk lenganku. Dan saat kesadaranku kembali utuh, aku melihat isteri shalehahku duduk di tepi ranjang. Wajah cantiknya semakin membuatku terpesona saat terbalut mukena putih yang sudah tersulur indah di tubuhnya.

"Sholat tahajud dulu ya, Mas." Pintanya yang hanya aku angguki, lantas berjalan kearah kamar mandi untuk mandi mengingat pukul 05.00 pagi nanti aku harus sudah berada di kantor. Dan aku belum memberitahu Diana, mengenai ini.

Aku segera mengambil air wudhu saat suara Diana menganggilku dari balik daun pintu.

Dan di sinilah aku sekarang!  Berdiri di atas hamparan sajadah mengahadap ke Rabb pemilik jiwa dan ragu-ku. Dengan seorang shalehah yang berdiri menjadi makmum di belakangku.

Aku mengucap salam yang di ikutinya dari belakang. Setelah berdo'a dan bermunajat kepadaNya, aku berbalik menghadap Diana yang masih memajamkan mata khusuk bercengkrama dengan Rabb-Nya.
Beberapa detik aku cukup terpaku dengan bulu mata lebat nan lentik membuatku sangat takjub menatapnya. Hingga tanpa aku sadari, Diana sudah membuka matanya dan alhasil manik mata kami saling berpandangan.

Diana memutus kontak mata dengan beralih mengambil punggung tanganku dan di ciumnya dengan lembut dan lama. Dua kali, dua kali aku merasakan kehangatan dari dalam tubuhku yang di hasilkan dari sentuhan Diana dan hal itu cukup membuatku menahan napas.

Aku menarik kepala diana agar mendekat kearahku dan tanpa aku minta Diana menundukkan kepalanya. Aku mencium keningnya lembut dan cukup lama merasakan debaran aneh saat bibirku bersentuhan dengan kulitnya.

Aku segera melepaskan ciumanku di keningnya saat pikiranku sudah mulai tidak waras. Sisi laki-lakiku  menginginkannya, tetapi aku tak bisa memaksanya apalagi jika sampai nanti aku menyakitinya. Haram tanganku, jika aku menyakiti perempuan shalehah di depanku ini.

Seusai sholat tahajud, aku dan Diana memutuskan untuk rebahan di kasur sembari menunggu sholat shubuh.

Saat aku ingin memberitahunya mengenai pekerjaanku, aku tersenyum saat melihat Diana yang kembali tertidur pulas dengan lenganku menjadi bantalannya.

"Umurnya saja yang sudah 21 tahun, tetapi sifatnya masih saja seperti anak kecil." Ucapku tersenyum menatap wajah pulas Isteri shalehahku yang tertidur di sebalahku.

Aku mengusap puncak kepalanya yang tertutup hijab, seraya menciuminya berkali-kali.
Suara adzan shubuh bergema membuatku menghentikan aktifitas memandangi wajah Shalehahku, memperhatikannya sedatail mungkin, agar nanti bisa aku putar kembali rekaman shubuh ini jika aku merindukannya.

Aku bangkit berjalan kearah kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menjalankan sholat shubuh sendiri tanpa makmum di belakangku. Aku tak tega membangunkannya, karena tidurnya cukup pulas. Seusai melipat sajadah, aku kembali ke walk in closet untuk mengganti pakaianku dengan celana jens hitam, kemeja biru tua serta jaket tebal melapisi tubuhku agar tak terkena angin nakal yang berhembus.

Sebelum benar-benar pergi aku ingin mengamati wajah isteri shalehah-ku ini sekali lagi. Aku mencium keningnya lama sehingga aku merasa Diana menggeliat dan aku melepaskan ciuman di keningnya seraya mengusap pipi dan rambut kepalanya dengan lembut.

Aku menariik secarik kertas dan membubuhinya dengan tinta hitam membuat sebuah huruf terangkai menjadi kalimat untuk bidadari shalehahku. Baru saja kaki-ku berjalan keluar kamar, ingatanku kembali bahwa saat ini Diana adalah tanggung jawabku. Semua kebutuhannya, sudah menjadi kewajibanku untuk memenuhinya.

Dan akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke dalam kamar. Membuka dompet dan mengeluarkan credit card berwarna gold dari dompetku dan aku letakkan di samping secarik kertas yang aku tulis  di atas meja rias.

Berbagi Rumah SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang