Zehan menyeret kopernya memasuki rumah mewah bergaya klasik yang akan ia tempati sekarang, tak semewah rumahnya yang di jakarta. Tapi lumayan lah, dari pada harus tidur di kandang kambing.
"Bang, kamar kamu di lantai dua! Yang pintunya hitam ya! Ayah sama ibu di lantai bawah aja! Disana ada beberapa kamar tamu!" Ucap Fatma sebelam meninggalkan anak sulungnya menuju kamarnya.
Zehan masih terdiam di tengah rumah yang megah ini, akankah ia bisa menjalani hidupnya tanpa teman-teman gangnya dan menyalurkan hobi balapnya? Dan berpisah dengan Sizi kekasih seksinya di jakarta?
Rasanya ini sulit dan ia tak akan mampu, ia pasti akan merasa bosan dan kesepian karna harus menjalani hidupnya tanpa semua yang mampu membahagiakannya.
Balapan! Gang! Disco! Dan semuanya termasuk Sizi si seksi pujaanya, ya meski Zehan masih sering bermain perempuan di belakang Sizi! Tetap saja gadis itulah kekasih sahnya.
Hembusan nafas kasar Zehan terdengar, percuma mengeluh waktu tak akan berputar mundur! Andai ayahnya tak mengetahui kegiatannya setiap malam minggu itu! Pasti semuanya tak akan berantakan seperti ini.
Ini gara-gara Brian, orang kepercayaan ayahnya yang memergoki Zehan pergi balapan dan merayakan kemenangannya di diskotik sambil berpesta miras. Alhasil Zehan dipindah sekolahkan karna ayahnya menagnggap dirinya salah pergaulan.
Zehan menaiki anak tangga rumah mewah itu dengan menyeret kopernya, satu persatu anak tangga ia naiki. Dan disana pulalah ia meyakinkan hatinya untuk bisa menerima semuanya.
hingga tubuh tegap Zehan berhenti di depan pintu sebuah kamar yang berwarna hitam, dan mungkin ini adalah pintu kamar yang ibunya maksud.
Zehan membuka pintunya pelan-pelan dan terpaparlah ruangan yang tertata maskulin dihadapannya, kamar bernuansa hitam putih dan abu ini memberikan kesan tenang.
Dengan tatapan yang mengedar keselurih ruangan, Zehan berjalan memasuki kamar itu. Sebuah tempat tidur king size dengan sprei putih dan dan selimut bermotif abstrak hitam abu tersimpan dengan rapi didalam ruangan begitu juga dengan satu set sofa berwarna abu, lemari dan beberapa riasan kamar lainnya yang berwarna putih hitam dan abu itu.
Zehan mendudukan tubuhnya diatas tempat tidur, dan karna merasa pinggangnya pegal karna duduk seharian di dalam mobil. Zehan merebahkan tubuhnya, awal yang bagus! Kamar yang mampu membuat dirinya nyaman dari sekian keraguan yang ia rasakan.
Baru saja ia menutup matanya, dering ponsel terdengar. Zehan merogoh saku celananya dan mengangkat sambungan telponnya tanpa melihat siapa yang menelponnya.
"Baby! Kamu gimana sih? Katanya janji mau nganter shopping? Kok malah gak jemput-jemput aku sih?"
Suara cempreng menggelegar di sambungan teleponnya membuat Zehan membukakan matanya dan mendudukan tubuhnya dengan cepat.
Ia sudah tahu siapa yang menelponnya, siapa lagi kalo bukan si seksi pujaan hati? Dan apa tadi katanya? Nganter dia shopping? Zehan rasa ia tak memiliki janji pada Sizinya untuk mengantarnya berbelanja.
"Baby, aku rasa aku gak punya janji untuk itu!" Ucap Zehan.
"Ihhh kamu emang pelupa, yaudah aku maafin! Tapi cepet baby! Nanti keburu hujan!"
"Tapi baby! Aku udah gak di jakarta!"
"Maksud kamu?"
"Aku udah pindah kebandung!"
Hening, Zehan tak mendengar apa-apa di ponselnya. Ia mengecek layar ponselnya apakah masih terhubung atau tidak dan ponsel itu masih terhubung.
"Baby?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ZE (ZEhanZEina) [Sudah Terbit]
Teen Fiction⚠️Sudah Terbit!!! 📱Pemesanan lewat Instagram @dlisnawati_046 Hidup itu sebuah misteri, kita tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Sama halnya ketika seorang Zehan Adrio Rainendra bertemu dengan Zeina Mikaila, sigadis misterius nan tertutup...