Sudah hampir 2 jam Zehan, Brigan dan Eldira menunggu Zeina diluar kamar UGD. Zehan bahkan kini sudah terduduk di lantai dengan punggu di sandarkan pada tembok, matanya terpejam dengan rambut acak-acakan. Sedang Eldira tengah terduduk di kursi tunggu sambil menangis dengan Brigan yang tak henti-hentinya menenangkan Eldria.
Hingga pintu UGD akhirnya di buka, ketiganya segera berdiri menghampiri dokter yang baru saja melepaskan masker dan sarung tangannya.
"Gimana dok?" Tanya Eldira kemudian.
"Anda keluarganya? Bisa ikut keruangan saya?" Tanya dokternya dan Eldira dengan cepat mengangguk.
"Mari." Dan Eldira juga Brigan segera berjalan mengikuti dokter itu meninggalkan Zehan yang masih berdiri di depan pintu ruangan.
Pitu ruangan terbuka lagi, menampilkan seorang perawat dengan beberapa peralatan dan tumbukan kasa dan kapas penuh darah di dalam sebuah tempat stenlis.
"Silahkan, anda bisa masuk." Ucapnya dan Zehan segera masuk kedalam ruangan.
Zehan berjalan dengan langkah gontai dan tatapan mata tak lepas dari tempat tidur dimana seorang gadis tengah berbaring dengan selang oksigen dan selang infus yang menempel pada tubuhnya, sangat rapuh. Tubuh Zeina terlihat sangat rapuh dari biasanya, bahkan wajahnya serta tubuhnya berwarna pucat pasi.
Zehan melangkah lebih dekat, berdiri di samping tempat tidur Zeina dan segera mengambil tangan Zeina untuk digengam. Tentunya dengan sangat pelan seolah-olah takut jika ia melukai Zeina.
"Bangun Zei." Zehan mengecup punggung tangan Zeina dengan lembut dengan rafalan doa yang tak henti ia lafalkan dalam hati.
*****
Eldira dan Brigan keluar dari ruangan dokter dengan wajah Eldira yang tertunduk lesu, bahkan tangan Brigan tak henti merangkul Eldira takut-takut gadis pingsan. Kabar yang diberikan dokter tidak bisa dikatakan baik juga buruk, karna..
"Ayo, kita lihat Zeina dulu." Ajak Brigan dan Eldira mengangguk.
Keduanya berjalan menuju ruangan UGD dimana Zeina berada dan setelah sampai disana mereka segera membuka pintu ruangan itu, terlihat lelaki yang tadi ikut bersama mereka tengah menggenggam tangan Zeina erat dan tak lama mengecupnya lembut. Eldira meremat tangan Brigan yang berada dipundaknya, menahan tangis yang sedari tadi ingin ia ledakkan. Jika tak ingan di rumah sakit, Eldira sudah menangis kejar sedari tadi.
Eldira melepas rangkulan Brigan, menghapus air matanya secara kasar dan berjalan mendekati Zehan. Eldira menepuk pundak Zehan membuat Zehan segera melepaskan tangan Zeina dengan pelan dan segera berbalik untuk berhadap-hadapan dengan Eldira.
"Kamu Zehan?" Tanya Eldira, Zehna mengangguk.
Eldira menghela nafasnya, lalu bertukar posisi dengan Zehan untuk menggeggam tangan Zeina.
"Kamu pacar Zeina?" Tanya Eldira lagi.
Zehan gelagapan, bukan Zehan buka pacar Zeina tapi dia juga tak terima jika ia disebut sebagai teman Zeina karna Zehan.. ah Zehan belum sempat menembak Zeina.
"Besok Zeina akan kita bawa keluar negi untuk pengobatan."
Zehan membulatkan matanya, memang penyakit apa yang Zeina derita. Dan kenapa harus luar negri? Zehan tidak bisa, Zehan tidak bisa jauh dari Zeina. Zehan berjalan mendekati Eldira dan menatap wajah Zeina sekilas lalu menatap Eldira yang juga tengah menatap Zeina dengan sendu.
"Kenapa Mbak? Sebenarnya Zeina kenapa?" Eldira menatap kearah Zehan.
Flashback on
"Tuan dan nyonya, sebelumnya saya minta maaf. Entah ini akan menjadi berita baik atau buruk, tapi saya harap kalian bisa segera mengambil keputusan untuk keadaan nona Zeina selanjutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZE (ZEhanZEina) [Sudah Terbit]
Teen Fiction⚠️Sudah Terbit!!! 📱Pemesanan lewat Instagram @dlisnawati_046 Hidup itu sebuah misteri, kita tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Sama halnya ketika seorang Zehan Adrio Rainendra bertemu dengan Zeina Mikaila, sigadis misterius nan tertutup...