Bab 8

42 9 0
                                    

"Tidak semua tentang masa lalu harus dilupakan dan juga menyakitkan. Terkadang, ada masa lalu yang harus di simpan sebagai kenangan dan pengalaman."
-AldoTandjaya.-

-<>-<>-

"Lo kenapa sih?" Tanya Jasmine saat melihat Nanda tidak bisa diam sejak tadi.

"Gua kebelet pipis." Jawab Nanda pelan, tapi masih bisa di dengar Jasmine.

"Yaudah, kamar mandi sono!" Suruh Jasmine.

"Anterin," Pinta Nanda.

"Ogah, lagian tinggal ke kamar mandi doang make minta anterin segala. Sendiri aja sana! Kalo gak sama Citra."

"Citra lagi tidur, pules banget lagi. Kalo di bangunin, belom tentu juga dianya mau."

"Ya coba dulu apa salahnya?" Jasmine menoleh ke belakang sebentar, dimana Citra sedang tertidur. "Atau nggak, lo sendiri aja ke kamar mandinya." Lanjutnya.

"Gua gak biasa ke kamar mandi sendiri. Kecuali kalo di rumah." Sahut Nanda.

"Yaudah serah lo deh. Gua mau ngerjain tugas dulu. Lo tinggal milih, mau minta anterin Citra atau jalan sendiri." Kata Jasmine tidak peduli dan mulai sibuk kembali dengan bukunya.

Nanda terlihat ragu. Namun, karna sudah tak tahan lagi, mau tidak mau, akhirnya Nanda keluar kelas setelah mendapatkan izin dari Bu Rifa untuk ke toilet. Raut wajah Nanda terlihat lega setelah keluar kamar mandi. Sebelum benar-benar keluar dari kamar mandi, dia menyempatkan diri untuk melihat wajahnya di cermin toilet. Saat ingin keluar, tiba-tiba ada seseorang yang mendorong bahunya kasar sehingga membuat dia jatuh ke lantai.

Nanda merintih kesakitan saat bokongnya benar-benar mencium lantai toilet. Dia melihat ada tiga pasang sepatu di hadapannya, di ikuti dengan suara pintu terkunci. Dia megangkat kepalanya secara perlahan untuk melihat siapa yang berdiri disitu.

Dia menyempitkan matanya, merasa asing dengan ketiga perempuan itu. Saat hendak bertanya, tiba-tiba telapak tangannya di injak menggunakan kaki perempuan salah satu dari mereka.

"ARKHH!!" Pekik Nanda tak tertahankan karna tangannya kembali diinjak lebih keras.

"Ini tuh belom seberapa, udah teriak duluan aja lo!" Kata perempuan berambut pirang dengan badan yang tidak terlalu tinggi.

Dari pakaian yang mereka kenakan, Nanda yakin, kalau mereka adalah kakak kelasnya.

"Tau, dasar lebay!" Timpal perempuan lain yang berambut hitam dan lebih tinggi.

"Udah lah gak usah basa-basi gini. Langsung aja to the point, ntar keburu bel istirahat dan kita bisa ketauan." Ucap perempuan yang memasang wajah datar.

"Ya ampun Adrela, jangan bilang lo takut?" Tanya perempuan berambut pirang itu dengan tersenyum mengejek.

'Adrela? Di panggilnya rela gitu? Ah, ya kali deh. Atau adre kali ya?' Batin Nanda bertanya.

"Bukan gitu Lisa. Lo 'kan tau, kita udah banyak banget kasus. Kalo di tambah lagi, lama-lama kita bisa di keluarin dari sekolah ini." Jelas Adrela.

'Oh.... jadi dia yang nginjek tangan gua namanya Lisa, kaya pernah liat namanya. Tapi dimana ya?' Nanda membatin(lagi).

"Mana adre yang gua kenal? Masa cuma labrak aja takut." Sekarang perempuan yang berambut hitam ikut menimpali.

"Terserah kalian aja lah," Sahut Adrela malas.

Lisa mengalihkan tatapannya ke arah Nanda dan tersenyum sinis. "Ngapain masih deprok disitu? Bangun!" Bentaknya.

Nanda yang mendengarnya segera bangkit dari posisinya. "Maaf kak, ini ada apa ya?" Tanyanya sopan meski tangannya telah diinjak.

Tiga Hati Satu CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang