03 | S A P U
T A N G A NSenja, waktu di mana Bumi sudah dalam keadaan setengah gelap, ketika piringan matahari secara keseluruhan telah hilang dari cakrawala.
Waktu di mana Chila telah mengikat seluruh rambutnya ke belakang, memutar keran air dan mulai membasuh kedua telapak tangannya secara bergantian dari kanan ke kiri, dengan masing-masing tiga kali basuhan.
Melakukan ritual yang sebisa mungkin tidak ingin ditinggalkannya walau hanya satu waktu. Selesai dengan itu, kembali ke kamarnya, mengambil sajadah dan mukena lalu turun ke bawah, berbelok ke kiri setelah melewati dapur di mana Agil dan Oliv-kedua orang tua Chila-dan juga Keenan adiknya yang baru dua minggu lalu genap berusia sembilan tahun sudah menunggu kedatangannya.
Mereka pun memulai ibadah Sholat Magrib yang selalu mereka lakukan bersama-sama. Sesibuk apapun Agil, sepenting apapun urusan yang sedang dilakukannya, Agil selalu berusaha pulang jam lima sore hanya untuk minum teh bersama Oliv, Chila dan Keenan. Sore hari adalah waktu yang paling tepat untuk berkumpul dan membicarakan segala hal sambil ditemani teh panas dan kue bikinan Oliv, karena Chila hampir tidak pernah makan malam.
"Asalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.." ucap Agil sambil menolehkan kepala ke kiri, diikuti Oliv, Chila dan juga Keenan yang berarti mengakhiri ritual ibadah mereka.
Agil yang berada di paling depan berbalik dan mengangkat kedua tangannya mengadah ke langit. Agil tersenyum ke arah Chila, "Kamu yang pimpin do'a ya."
Chila pun mengikuti gerakan tangan Agil dan langsung mengiyakannya tanpa mengucap. "Ya Allah, ya Tuhan kami, semoga kebahagiaan selalu menyelimuti keluarga kecil kami. Amin."
Singkat, padat dan jelas. Begitulah setiap kali Chila memimpin do'a. Jika dilihat kepribadiannya lima tahun lalu, Chila yang sekarang sudah sangat berbeda. Dulu Chila lebih cerewet dibanding Keenan. Bahkan ocehan Chila bisa mengalahkan omelan Oliv setiap kali Agil melupakan tupperware di kantor.
Semenjak kejadian itu, saat dirinya terbangun di ranjang rumah sakit dengan Oliv menangis di sampingnya sementara Agil berdiri di dekat pintu berbicara dengan seseorang bernama Ben melalui ponselnya dengan raut wajah penuh amarah.
Saat dirinya terpisah dengan Raka. Hal itu benar-benar mengubah kepribadiannya.
Enam bulan pertama Chila mencoba menghubungi Raka dengan berbagai cara, hingga akhirnya ia menyerah dan mengalihkan energinya untuk mempelajari setiap pelajaran akademik di sekolahnya.
Walaupun sampai sekarang, setiap malam sebelum tidur, Chila tidak pernah absen mengirim pesan kepada e-mail Raka yang Chila tidak tahu apakah masih aktif atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RCL : Crack In High School
Novela JuvenilATTENTION! This is [17+] 'Young-Adult' story with strong Romance, Humor, and also Action genre. Mengandung unsur sadistik dan gaya pergaulan yang mungkin kurang nyaman dibaca oleh para pembaca di bawah umur. Sesuaikan dengan gaya hidup dan pola piki...