Aku berjalan menuju tempat penginapan dengan banyak pikiran di otakku. Sebagian besar mengingat kejadian barusan. Memang dari dulu aku tidak bisa menghindar dari sifat pemaksa Naruto. Dia sukses mengambil beberapa fotoku dengannya ketika melihat air terjun tadi.
Lagi-lagi aku tak bisa memahami maksud dari mantanku itu, apa yang dia fikirkan dan rasakan tentang kami? Kenapa dia pandai menarik ulur hati. Kalau seperti ini terus kapan kami bisa saling pergi dari perasaan ini. Perasaan nyaman karena terbiasa bersama. Kalau memang Naruto ingin membuka hatinya untuk Sakura ataupun wanita lain, lebih baik dia menjauhiku bukan?
Meskipun jika nyatanya Naruto sudah tak mencintaiku dan menganggapku hanya teman, tak bisa kah dia sedikit memikirkan bagaimana perasaanku? Memberikanku waktu untuk melupakannya dengan cara berhenti membuatku seperti remaja tolol yang sedang jatuh cinta.
Tak tahu kah dia melupakannya tak semudah itu? Kenapa Naruto suka menyiksaku dengan sikapnya yang biasa saja seperti tak pernah terjadi apa-apa. Padahal luka hatiku masih menganga. Masih kuingat dengan jelas, ketika dia memilih mengakhiri hubungan kami dengan alasan dia sudah bosan denganku. Aku merasa menjadi seperti barang yang sudah tak dibutuhkan lagi oleh sang Tuan karena sudah terlalu lama dan membuatnya bosan.
"Hinata"
Aku tersadar dari lamunanku karena seseorang memanggil namaku, kemudian aku menoleh ke arahnya.
"Sasuke-kun?"
"Kau melamun apa sih? Dari tadi aku memanggilmu!" ucapnya kesal
"Maaf.. " aku pun menundukkan kepalaku merasa bersalah, lagi-lagi aku melamun dan membuat orang kesal.
"Hn, kau kemana saja aku mencarimu dari tadi?" tanyanya.
"Melihat air terjun, ada apa Sasuke-kun mencariku?" tanyaku, dari tadi aku memang tak melihat Direktur muda tampan namun dingin ini.
"Kau sakit? Kenapa wajahmu pucat?" bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya.
"Benarkah? Kurasa tidak, aku merasa baik-baik saja" jawabku bohong, padahal aku merasa sakit perut.
"Hn, baiklah. Ikut ke kamarku. Aku membutuhkanmu"
.
.
.
Aku mengerjapkan mataku dengan wajah yang masih mengantuk, netraku melihat sekitar. Ini bukan kamarku. Aku melihat pria disebelahku yang tertidur dengan laptop yang masih menyala. Entah kenapa aku tersenyum melihat wajah polos Sasuke ketika sedang tidur. Aku kagum padanya, dia pria pekerja keras.
Aku membuka selimut yang entah sejak kapan membalut tubuhku. Kupindahkan selimut itu pada tubuh Sasuke yang tertidur di kursi, laptop yang masih menyala itu kupindah dari pangkuannya dan kuletakkan di nakas. Membiarkan pria bersurai raven ini menikmati waktu tidurnya.
Perutku terasa sakit, susah sekali aku untuk beranjak dari tempatku tapi aku harus segera kembali ke kamar, Fuu pasti mengkhawatirkanku.
Aku membuka pintu perlahan agar tak menimbulkan suara yang bisa membangunkan Sasuke dari tidurnya. Langkahku tak bisa cepat karena menahan rasa sakit dibagian perutku, padahal aku ingin segera sampai di kamarku.
Sreett
Tiba-tiba ada yang memegang pergelangan tanganku.
"Naruto? Kenapa malam-malam kau berkeliaran di sini?"
Dia tak menjawab pertanyaanku, wajahnya merah seperti menahan marah.
"Darimana saja kau?" Tanya sinis, pergelangan tanganku belum dilepasnya. Kemudian aku melepaskan pegangan itu dengan paksa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love?
Fiksi PenggemarSudah 8 tahun kami berpacaran dan tiba-tiba dia minta putus dengan alasan yang tak terduga. Cerita cinta klasik. Coba saja dibaca, siapa tahu suka. [Naruto belongs only to Masashi Kishimoto] [NarutoXHinata] [Romance, Hurt/Comfort, Mature content...