Makasi Ya

721 198 12
                                    



Karina nggak kelihatan marah. Setidaknya sore ini dia tidak kelihatan seperti itu. Sama sekali tak ada ekspresi tersinggung di matanya setelah insiden 'sengaja mencuri ciuman' kemarin

Sikap Karina juga biasa-biasa saja seperti tidak ada yang terjadi.

"Sore, Lix."

Felix menggeser pandangannya kebelakang. Sapaan itu sudah dia ketahui milik siapa.

Karina.

Ada kerut samar diantara mata Felix. Mukjizat pikirnya. Selama sekolah bareng dengan Karina, baru kali ini Karina menyapanya duluan. Tumben

Karina bukan tipe orang yang mudah mengatakan 'halo' apalagi di luar sekolah.

Omong-omong sekarang mereka ada di dalam bus pukul 17.30.

"Sore." Jawab Felix dengan suara bingung, keningnya berkerut dengan sikap curiga.

Karina tersenyum, berdiri di samping Felix, satu tangannya ada di tiang besi dekat pintu masuk, "Tumben ketemu kau di bus."

"Tumben ketua menyapaku, kayak mau kiamat aja."

Karina mengangkat sebelah alis, "Apa?"

"Oh, kupikir ketua marah padaku."

"Marah?" Tanya Karina, "Kenapa aku marah?"

Felix menarik napas, "Yang kemarin," lanjutnya dengan ujung dua jemari tangannya ditekuk ke bawah, menyimbolkan tanda kutip, "Sesuatu.. kau tahulah."

"Ah," ucap Karina. Cuma itu reaksinya.

"Yeah." Felix meringis, kalau sikap Karina santai seperti ini, dia jadi tidak enak sendiri. Felix heran juga melihat sikap Karina yang justru biasa-biasa saja.

Satu menit berlalu ketika wajah Karina berpaling ke arahnya dengan senyum miring.

"Bibirku bagaimana?"

"Bib--oh, apa?"

Itu pertanyaan yang cukup mengejutkan.

Karina tertawa kecil, seperti mengejek, entah mengapa ini dianggap lucu, "Bibirku.. rasanya bagaimana?"

"Oh? Itu..yeah-maksudku, hebat." Felix berhenti lantas memalingkan wajah, "Ah. Lupain."

Karina kembali tertawa, "Bagus." cuma itu responnya, "Jangan tersinggung ya Lix, tapi kau itu nggak pandai mencium."

"Hah?"

Karina mengangkat satu bahu, membuang muka ke arah jendela, "Lupain aja. Tadi aku ngomong sama udara." katanya sambil lalu.

Felix mengerutkan hidung, ada yang ganjil, dia--Karina bicara dengan cara yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya, biasanya dia menutup diri (read ; tidak ramah), biasanya dialah yang banyak bicara tapi kali ini Karina yang menyapa dan mengajaknya bicara dengan topik seperti ini.

Jadi.. apa ciuman kemarin membuat otak Karina konslet?

Tapi keramahan Karina nyaris ganjil, seperti ramah tamah palsu. Felix berpaling menatap pemandangan yang berkelebat cepat melalui jendela.

"Tidak seperti kau, ketua."

"Apanya?"

"Aneh aja kau nggak marah-marah," Felix nyengir, tidak memandangnya, "Ya, tahulah kau itu kan orangnya, maaf.. agak seram,"

"Wah, lucu banget." Balas Karina setengah hati.

"Jadi boleh nih, kalau kucium lagi?"

"Mau kutonjok?" Karina mengacungkan tangan yang terkepal siap menonjok, "Sikap kurang ngajarmu kemarin aku masih bisa kasih toleransi, tapi kalau kau ulangi lagi, awas! Mungkin kau harus ucapkan selamat tinggal pada kakimu itu."

"Nah.. keluar kan sifat aslimu." Felix terkekeh.

"Sikabmu itu salah Lix."

"Kalau suka ketua itu salah, ya sudah, biar aku salah terus aja."

Karina hanya menggeleng, "Omong kosong."

Pintu bus berdesis dan tidak lama terbuka otomatis dengan bunyi 'Ssssssh' persis saat terdengar pemberitahuan lewat speaker pengeras bahwa bus telah tiba tepat waktu di halte tujuan.

Karina beranjak dari sana, melangkah menuju mulut pintu. Tidak mengatakan apapun lagi pada Felix.

Sekarang jarak mereka terpisah jauh, Karina sudah berbaur dengan kerumunan orang-orang yang menunggu lampu merah untuk menyebrang di zebra cross.

Dari jauh, Felix tetap bisa mengenali sosok itu, rambut panjangnya yang beradu dengan tas ransel cokelat yang ditempeli banyak pin. Karina kelihatan paling mencolok di antara orang-orang.

"Ketua!" Felix berteriak melambaikan tangan.

Samar-samar dari balik tubuh orang-orang, Felix melihat kepala Karina berpaling, menoleh ke arahnya.

"Tolong sampaikan ke mamamu ya, makasih udah lahirin orang yang kusayang"




















Sementara itu Karina:

Pura-pura ga lihat,pura- pura gak denger, pura-pura gak kenal..

Halo, Karina - Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang