Presiden

854 226 11
                                    


Hari itu pelajaran sosial politik. Guru Lim sedang menjelaskan alternatif solusi masalah sosial politik ketika memergoki satu murid paling bengal di kelasnya alih-alih menyimak pelajaran justru sibuk dengan dunianya sendiri [read: main mobile legend]

Siswa itu—

—Felix.

Guru Lim berdeham menegur.

Yang ditegur bergeming, tidak merasa.

Arin yang duduk di belakang Felix, pelan menendang kaki kursi yang diduduki cowok itu—inginnya memperingatkan.

Duk

Satu kali. Tidak mempan.

Duk.

Dua kali. Sama saja

Duk

Tiga kali.

Kali ini mempan

Kening Felix berkerut. Wajahnya menekuk tersinggung. Apaan sih? Maksudnya apa main tendang-tendang kursinya? super terganggu, ia menoleh, wajahnya merengut dingin pada Arin, "Kau punya masalah apa denganku, ha?"

Guru Lim menepuk pundak Felix, "Yang punya masalah denganmu, itu aku..nak."

Ekspresi terkejut membuat wajah Felix menegang satu detik.

Anak-anak yang lain menahan tawa di wajah mereka.

Felix nyengir, "Eh..Pak.." katanya kalem, "Pagi pak," imbuhnya mencoba bergurau.

"Lee Felix.."

"Ya, Pak?" Jawabnya sok kalem.

"Menurutmu main game di kelas saat gurumu menerangkan, tindakan seperti itu menurutmu benar?"

"Tidak, pak."

Guru Lim terdiam sesaat lalu berkata lagi, nadanya terdengar lebih ketus, "Saya tanya lagi, yang kamu lakukan saat saya menerangkan tadi benar atau salah?"

"Salah pak."

Guru Lim menuding ponsel, "Yang ditanganmu, ponsel.., berikan." suaranya rendah dan dingin.

"Tapi—"

"Ayo" tegas Guru Lim menyodorkan tangan, "Serahkan!"

Felix mendesah, situasinya yang terpojok membuatnya putus asa dan mau tak mau ia terpaksa menurut.

"Sembrono sekali," mata Guru Lim menyipit sementara ia mematikan ponsel, ia menggeleng singkat lalu ganti melotot pada Felix, "Mau jadi apa kamu nanti? Tidak memperhatikan pelajaran, main game di kelas, memangnya kamu pikir bisa jadi Presiden kalau besar nanti?!"

Tiga ketukan di pintu menyela percakapan mereka. Dan Karina berdiri disana, bersama beberapa lembar kertas di pelukannya.

"Permisi, pak."

"Masuk."

Felix mengumamkan kata seperti 'hai' dan melambai pada Karina di belakang punggung Guru Lim. Cewek itu masuk, menatap Felix sekilas dan hanya menaikkan alis menyiratkan keheranan.

Saat Guru Lim memperhatikannya lagi, Felix sudah kembali pada posisi duduk semula— khas murid teladan— tersenyum sumringah dan berkata sangat sopan, "Maaf pak, cita-cita saya bukan mau menjadi Presiden, saya tidak sanggup, kalau saya jadi Presiden yang harus mencintai rakyatnya, aduh, maaf, saya tidak bisa karena saya cuma suka sama dia."

Telunjuknya mengarah pada Karina.

Yang lalu diakhiri dengan sorakan kompak anak-anak sekelas ; 'huuu'


KELUAR KAMU!!!








Sabar ... pak sabar..










Halo, Karina - Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang