4. Memori

164K 15.9K 1.5K
                                    

"Bahkan, barang yang dianggap udah nggak berguna, bisa diubah jadi berlian berkat inovasi dan pemikiran yang jenius."

÷÷÷

Sebelah sudut bibir Saga terukir ke atas ketika menyadari sudah 2 hari ini ia tidak lagi menemukan kertas yang menempel di speedometer vespanya. Rupanya tindakannya yang memindahkan tempelan kertas waktu itu ada untungnya juga. Kini, gadis bernama Selin tidak lagi mengusiknya.

Saga sudah berdiri di dekat vespanya sambil mengenakan helm. Kemudian, sesuatu yang membentur kakinya, membuat ia menunduk. Ekspresi wajahnya berubah ketika menemukan sebuah mobil mini warna merah setinggi mata kaki di dekat kakinya. Ada sebuah kertas yang menempel pada mobil mini itu, yang membuat Saga bisa menebak dengan mudah siapa orang yang sedang mengendalikan mobil mini itu.

Alat pengukur massa disebut neraca,
Penemu baterai bernama Alessandro Volta,
Hai Kakak yang lagi baca,
Kenalin, namaku Selin Ananta

.
Selain sebait pantun itu, tertera juga nomor ponsel di kertas itu.

Mobil mini itu bergerak-gerak di kakinya, seolah meminta Saga untuk meraih kertas yang tertempel di sana.

Pandangan Saga masih terpaku pada benda kecil di kakinya itu. Ia benci karena kembali teringat sebuah momen di masa lalu yang sangat ingin ia hapus.

Dengan kesal, Saga menendang kasar mobil mini itu hingga menjauh beberapa meter darinya dengan posisi terbalik.

Selin yang melihat hal itu berkali-kali mencoba mengendalikan remote kontrol di tangannya untuk membuat mobil itu bergerak kembali. Namun, posisi mobil yang terbalik membuat usahanya sia-sia. Hanya roda-roda mobil itu yang berputar kencang dengan posisi yang memprihatinkan.

Selin makin panik ketika melihat Saga sudah menyalakan mesin vespanya dan bersiap meninggalkan area parkir.

Selin keluar dari tempat persembunyiannya, kemudian berlari hendak mencegah kepergian Saga.

“Kak, tunggu!” cegah Selin percuma. Karena, tanpa ia duga Saga sama sekali tidak memelankan laju motornya ketika melewatinya. Sehingga membuat Selin terserempet kemudian tersungkur dengan sikut yang menyentuh aspal lebih dulu. Remote kontrol di tangannya pun sudah terpental di aspal hingga terbelah menjadi dua.

Selin meringis kesakitan dalam posisinya kini. Dipandangi mobil beserta remote kontrol yang keadaannya sungguh mengenaskan. Bahkan, Selin melihat motor Saga sempat melindas salah satu sisi mobil mini itu.

“Astaga, Selin! Lo kenapa?” Shakira yang kebetulan lewat, segera menghampiri Selin dan membantu temannya itu untuk bangkit.

“Nggak apa-apa, kok,” jawab Selin pelan, kemudian memungut mobil mini beserta remote kontrol di sekitarnya.

“Nggak apa-apa gimana? Sikut lo sampai berdarah begini!” Shakira mengangkat tangan Selin untuk meneliti luka sobek di sikut Selin. “Ini harus cepat-cepat diobati sebelum infeksi.”

***

Saga tiba di rumah. Seperti biasa. Tidak ada siapa pun di rumah saat ini. Mamanya sedang sibuk di kafe.

Langkah Saga tiba-tiba saja berhenti tepat di depan sebuah pintu gudang yang sudah tidak pernah dibuka sejak hampir 2 tahun ini.

Saga menatap pintu itu cukup lama. Ia bahkan sudah tidak ingat di mana ia menyimpan kunci gudang itu. Dan, ia memang tidak berniat untuk mengingatnya.

Ia memejamkan matanya. Tiba-tiba saja kepalanya terasa berat ketika kejadian di parkiran sekolah tadi memaksanya mengingat kenangan yang paling ingin dikuburnya dalam-dalam.

Saga [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang