ten

5.8K 921 317
                                    

Teh di dalam cangkir yang Yoongi genggam itu masih panas, asapnya mengepul. Yoongi mendengung, berniat mengajukan protes kecilnya pada Jimin yang sibuk mondar-mandir.






"Aku tak suka teh."





"Minum saja, jangan cerewet."



Yoongi diam, Jimin akhirnya menghentikan kegiatan yang ntah itu apa lalu mendudukkan tungkai di bawah Yoongi, di atas lantai. Yoongi di ranjang. Duduk kaku seperti manekin etalase.




"K-kenapa kau duduk disini?!"




"Mau jarak?" Jimin mendongak, bulir keringat tampak menggantungi pelipisnya. Ac matiㅡdemi Tuhan Flat Jimin ini bukan surga. Bahkan tempat tinggal Yoongi dan Taehyung lebih berkelas dari pada milik Jimin yang bobrok.






Sejenak terlintas dalam pikiran keruh Yoongi bahwa Jimin penipu atau penjahat uang yang sok miskin.





"Tentu saja."




"Kupikir orang suka, senang kalau bersentuhan."




Nafas Yoongi berhenti, teh yang membasahi kerongkongannya berhenti mengalir, tersendat di tengah-tengah ingin Yoongi muntahkan kembali. "K-kau?"




"Aku dengar."




"Jangan ambil perasaan, lagi pula nanti menguap. Itu murahanㅡsejujurnya, malu juga mengakuinya. Haha."




Yoongi berbicara sendiri, Jimin benar-benar mengambil duduk di sebrang, menjauh dari Yoongi dan mengatupkan bibirnya rapat. Tangannya menggenggam teh yang sama dengan Yoongi. Cangkirnya biru dan Yoongi baru sadar ternyata rumah Jimin hampir semua perabotnya biru.





"Ngomong-ngomong. Apa celana dalammu warna biru?"





Jimin melihat Yoongi bingung, "apa?"





"Tidak. Tidak, lupakan." Yoongi mengibaskan tangan, dirasanya kepalanya pening sampai linglung dan bertanya hal konyol. "Cepat ceritakan."





Jimin menaruh tehnya, baru bunyi gelas bertubrukan dengan meja ia merasa bimbang. Apa Yoongi harus terlalu masuk dalam hidupnya begini?





"Aku anak kedua keluarga Park. Yang ibunya meninggal dan ditinggali adik kecil yang lucu."



Besar dalam keluarga yang namanya dielukan membuat Jimin yakin tidak ada yang sebahagia keluarganya. Keluarganya disanjung, sempurna sepertinya kata terpantas yang wajib disematkan dalam nama keluarga Park, namun riak kecil keluarga mulai tak terelakkan saat si sulung masuk SMA, pindah sekolah berkali-kali karena tak memenuhi syarat.




"Chan Hyung."



Jimin berseragam SMP kala itu diumur 15 tahun dengan tampang penurut duduk bersebalahan bangku dengan adik kecilnya, Jungkook. Jimin memilin baju seragamnya. Ingin bercerita bahwa ayahnya membuang ibu mereka namun terkatup begitu saja saat mata memandang kakaknya yang luka dibabat habis beberapa orang.

"Jangan turuti Appa,"

Chanyeol menyeka darah di pergelangan tangannya. Luka disambitㅡtergores tak terlalu dalam tapi meninggalkan luka menganga seram. "Kau takkan bahagia, hehe." Chanyeol menyeringai.

"Jalani saja hidupmu seperti yang kau mau. Lawan sajaㅡdengar aku, appa hanya mengumpulkan anaknya untuk aset. Kita mainan kalau rusak. Di buang."

GANGSTA (pjmxmyg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang