S I X

33 7 0
                                    

Hal yang pertama Aludra lihat saat membuka matanya adalah langit-langit kamar yang berwarna pink muda. Dimana dia?

Ia mengedarkan pandangannya lalu menemukan seseorang yang sedang sibuk dengan handphonenya.

"Na?" panggil Aludra dengan suara paraunya.

Nina menoleh lalu menutup handphonenya. "Lo udah gak demam kan?" Nina memegang dahi Aludra untuk memastikan demamnya.

"Alhamdulillah, udah turun."

Aludra membasahi bibirnya dan berusaha untuk mengucapkan satu kata.

"Apa yang terjadi?"

Nina menatap Aludra iba. "Seharusnya gue yang nanya Dra. Apa yang terjadi sama lo sehingga lo ke rumah gue dalam keadaan hujan deres tanpa payung?"

Aludra mengingat kembali kejadian sebelumnya. Ah iya, dia ingat. Dirinya kabur dari rumah.

"Lo kalau ada apa-apa cerita aja, Dra. Gak usah khawatir rahasia lo bocor. Semua aman di tangan gue."

"Gue gak mau lo begini terus. Setiap hari diem aja, gak ada ngobrolnya. Kalau lo lagi sedih cerita aja sama gue, siapa tau gue bisa bikin lo seneng lagi kan?"

Tanpa sadar Aludra memeluk Nina. "Makasih banyak, gue akan coba untuk lebih terbuka sama lo, Na."

Nina mengelus rambut Aludra sembari tersenyum. "Yaudah, lo makan dulu ya? Gue ambilin. Kebetulan tadi gue masak dulu sambil nunggu lo bangun."

Aludra mengangguk lalu membiarkan Nina pergi.

Mengapa ia memilih rumah Nina sebagai tempat pelampiasannya? Bukan rumah Kenzie.

Omong-omong apa orang-orang dirumah mencari kemana Aludra ya? Ah masa bodoh. Aludra sudah tidak peduli lagi.

<<>>

"Kamu kemana aja?!" cecar Keenan saat Aludra sampai dirumah dengan wajah yang pucat.

Aludra tidak berani menjawabnya. Ia memegang tangan Nina erat, berharap Nina mengerti apa yang Aludra mau.

"Ehm, gini om. Aludra pingsan dirumah saya. Dia butuh istirahat sekarang. Jadi tolong ijinin Aludra untuk ke kamarnya sekarang om."

Keenan mengangguk paham lalu Nina membawa Aludra masuk ke dalam. Tapi dirinya di tahan oleh tangan Keenan.

Nina melihat ke arah Keenan bingung. "Kamu gak usah ikut masuk. Biar Aludranya saja."

Aludra menoleh ke arah Nina dengan pandangan tolong-anterin-gue-sampe-kamer. Tapi Nina menggeleng lalu tersenyum seraya berbisik kalau Aludra pasti baik-baik saja.

Akhirnya Aludra pasrah dan membiarkan Nina tetap di pintu masuk dan Aludra berjalan pelan ke kamarnya.

"Makasih ya om, saya pulang dulu." Nina mencium tangan Keenan lalu pamit pulang.

Keenan menutup pintu lalu menguncinya kembali.

Aludra merebahkan dirinya sembari menahan pusing tak terhingga yang bersemayam di kepalanya saat ini.

Matanya sangat berat saat ini. Tapi entah kenapa, Aludra ingin mengecek handphonenya sekali saja sebelum ia terlelap.

Ia membukanya dan berharap ada satu notif yang selalu ia tunggu tapi nyatanya tidak ada.

Dimana Kenzie yang perhatian saat dirinya tidak online di media sosial semenit saja?

Dimana Kenzie yang selalu membuat notifnya penuh hanya dengan pesan tidak pentingnya?

AludraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang