E I G H T

29 6 0
                                    

     Seharusnya Aludra tidak mengikuti kata hatinya jika ia tidak ingin sakit. Ia bodoh.

"Serius gak mau ke rumah gue, Dra?" tanya Nina dari sambungan telepon.

Tanpa sadar Aludra menggeleng. Ia berkata bahwa ia tidak apa-apa dan membutuhkan waktu sendiri. Nina mengerti lantas ia mematikan telpon tersebut.

Aludra menaruh handphonenya di sampingnya. Ia memeluk lututnya lalu kepalanya ia benamkan disana. Ia sangat ingin menangis, tapi entah kenapa air matanya tidak keluar.

Suara anak kecil berlarian di sepanjang rumah. Aludra mengangkat kepalanya. Ah iya, saudara tirinya baru sampai kemarin malam dirumah ini.

Aludra suka mempunyai saudara. Tapi ia tidak suka situasi ini. Dimana ia hanyalah seorang anak adopsi sedangkan saudaranya memang benar-benar anak mereka.

Aludra menghela napas beratnya. Hidupnya sangat sulit. Ia membenamkan kembali kepalanya lalu pikirannya mulai melayang.

Kenzie.

Kenzie.

Kenzie.

Kenapa harus Kenzie yang mengambil alih pikirannya saat ini? Ah, dia benar-benar dibutakan oleh cinta kali ini.

"Kak Zarine! Ayo main!" teriak seseorang sembari mendobrak pintu kamar Aludra.

Aludra terkejut lalu mendongakkan kepalanya. Ia tersenyum miring lalu turun dari kasur.

"Baiklah. Main apa kita kali ini?" Ia berjongkok agar setara dengan tinggi saudaranya.

"Clarine mau main di halaman depan!" ucapnya. Anak kecil memang selalu heboh.

Aludra mengangguk lalu menggenggam tangan Clarine dan membawanya ke halaman depan rumah.

Begitu sampai Clarine langsung menghambur ke tempat permainan yang kebetulan sampai saat Clarine sampai dirumah ini juga.

Clarine melambai-lambaikan tangannya menandakan bahwa ia memanggil Aludra untuk kesana.

Aludra menghela napas lalu tersenyum. Untuk kali ini saja, ia ingin harinya bahagia.

<<>>

     Kenzie kecil memakai jaketnya lalu bersiap untuk pulang sekolah. Ia mengeluarkan sepedanya dari halaman parkir lalu menuju gerbang. Baru saja ia sampai depan gerbang, air hujan turun.

Kenzie mendesah kecewa. Mau tidak mau dirinya harus menunggu sampai hujan reda. Ia memakirkan sepedanya di depan gerbang yang kebetulan ada atapnya untuk berteduh.

"Kenzie!" teriak seseorang. Kenzie menoleh dan menemukan seorang gadis membawa payung berwarna pink. Deniza.

"Kamu belum pulang?" tanya Deniza sembari menurunkan payungnya. Kenzie menggeleng.

"Hujan. Gimana Aku mau pulang?" Kenzie menatap datar ke arah genangan air dihadapannya.

Deniza menutup payungnya. "Kan kamu naik sepeda, ngebut bisa dong?"

Kenzie terkekeh. "Aku gak boleh main hujan-hujanan sama Bunda, nanti sakit."

Deniza tertawa. "Yaudah, Aku temenin kamu ya sampai hujan reda." ucapnya demikian sembari tersenyum.

Kenzie termangu. Ada apa dengan gadis satu ini?

"Kamu serius?" tanya Kenzie yang dibalas dengan anggukan Deniza.

AludraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang