Kamu dan aku itu seperti sandal yang akan selalu beriringan kemanapun pergi.
"Sena? Ngapain kamu di sini?" tanya Nyonya Cantika kaget ketika melihat putra tunggalnya menemuinya di kantor.
Sudah 3 bulan ia tidak melihat Sena karena kesibukannya. Setiap kali ia pulang kerja, ia selalu mendapati Sena sudah tertidur. Walaupun tinggal dalam satu atap, Nyonya Cantika dan Sena jarang bertemu dan saling menyapa satu sama lain.
"Uang jajan kamu kurang?" tebak Nyonya Cantika.
Sena hanya menggeleng.
"Lalu?" imbuh Nyonya Cantika.
"Aku ingin pindah sekolah di Bandung. Sekolah di Jakarta nggak asyik," papar Sena dengan santainya. Ia kemudian mengambil tempat duduk dan meletakkan kedua kakinya di atas meja. Sejak kecil, ia tidak pernah diajari sopan santun.
"Apa? Pindah sekolah? Jangan bercanda!"
"Aku nggak peduli Mama setuju atau enggak. Sekali aku bilang pindah ya pindah."
"Lagian siapa yang mengawasi kamu di Bandung? Kamu masih SMA. Belum bisa jaga diri."
"Mengawasi?" salah satu alis Sena teranglat. "Apa selama ini aku pernah diawasi?"
"Baiklah. Percuma debat sama kamu," sahut Nyonya Cantika sambil menggelengkan kepala. "Kamu boleh pindah ke Bandung asalkan tinggal sama tante Siska."
"Nggak mau. Tante Siska cerewet soalnya."
"Terus kamu mau tinggal sama siapa?"
"Tinggal sendiri aja di rumah kontrakan."
"Jangan bodoh!"
"Lagian ada Mama atau enggak, sama aja. Nggak ada bedanya."
"Sena!!" bentak Nyonya Cantika geram.
Sena tak menggubris sedikit pun. Ia menurunkan kakinya lalu memutar tutup toples dan mengambil beberapa camilan kemudian memakannya.
"Ya udah terserah kamu. Tapi kamu akan tinggal bersama Mbok Sum buat jagain kamu," kata Nyonya Cantika mencoba meredam emosinya.
Sama seperti Shirlen, Ayah dan Ibu Sena telah bercerai beberapa tahun yang lalu. Sena adalah anak tunggal, jadi tak heran jika ayah dan ibunya berebut hak asuh. Itulah sebabnya Nyonya Cantika selalu menuruti kemauan Sena karena ia takut Sena akan berpaling darinya dan memilih tinggal bersama mantan suaminya.
***
"Hai aku Wirasena Pradipta dari Jakarta. Panggil aja Sena." Seorang cowok berkulit sawo matang berdiri di depan kelas.
"Eh bukannya itu cowok elo?" tanya Nova dari belakang.
Kepala Shirlen terangkat lalu matanya membulat sempurna ketika melihat Sena menaik turunkan alisnya seolah menyapa Shirlen dari tempatnya berdiri.
"Waaaah bakal adem nih kelas kita."
"Seger dah kalau lihat yang beginian."
"Kalau Gilbran seger kayak es puter. Kalau Sena seger kayak es teler cuy."
"Bushet dah. Maco amat yak?"
"Ototnya cuy aduuuh bikin geterin hati gua."
"Itu lengan apa batang pohon?"
"Target baru cuy."
Opini-opini siswi-siswi di kelas Shirlen bisa Shirlen dengar dengan sangat jelas, membuat mata Shirlen memutar malas. Bagaimana bisa cowok sebrengsek Gilbran dan Sena mempunyai banyak penggemar?
"Sena, silahkan duduk di sebelah Nova!" ujar Bu Nuha sambil menunjuk kursi paling belakang.
Sena mengangguk lalu berjalan menuju bangkunya. Ia duduk tepat di belakang Shirlen. Bu Nuha pun memulai pelajarannya, beliau sibuk menulis rumus-rumus kimia di papan tulis.
"Kamu seneng kalau aku ada di sini kan?" bisik Sena ke telinga Shirlen.
Shirlen merasa geli dan jijik, dapat ia rasakan hembusan napas Sena menjamah telinganya saat berbisik tadi.
"Ini semua aku lakuin karena aku cinta. Aku bahkan bisa bedain kamu dengan saudara kembarmu. Devan aja nggak bisa. Itu berarti Devan nggak terlalu mencintaimu," bisik Sena lagi.
Shirlen mencoba tenang, tangannya sudah mengepal marah. Tapi tidak mungkin ia membuat gaduh di dalam kelas dengan meneriaki Sena. Bu Nuha salah satu guru paling killer. Salah sedikit saja, ia bisa dikeluarkan dari kelas.
"Aku cinta kamu, pacar," bisik Sena semakin pelan. "Fiuuuuh..." Ia meniup telinga Shirlen dengan penuh gairah.
Shirlen merasa begitu jijik dan ia sudah tidak tahan lagi. Ia pun berdiri dari tempatnya lalu meminta izin pergi ke toilet untuk melepaskan amarahnya.
"Berani-beraninya si brengsek itu ngikutin gue sampai ke sini. Dia nggak tau kalau gue alergi sama dia apa?" Shirlen mengomel sendiri di dalam salah satu bilik kamar mandi.
"Dia nggak tahu kalau gue bakalan kembali ke tempat gue di Jakarta. Pertukaran ini cuma sementara. Bentar lagi, gue akan kembali menjadi Shirlen."
Shirlen pun bergegas menelpon Sherly. Setelah beberapa lama menunggu, Sherly akhirnya mengangkat panggilannya.
"Halo Sherly?" sapa Shirlen.
"Iya, ada apa?"
"Pokoknya, minggu depan, gue mau kita kembali ke tempat masing-masing."
"Gue nggak mau!"
"Jangan gila! Gue nggak betah jadi orang lain kayak gini."
"Pokoknya gue nggak mau kembali jadi diri gue sendiri. Gue mau jadi elo selamanya."
"Sherly, kenapa elo egois kayak gini sih? Kan elo udah bilang kalau pertukaran ini cuma beberapa bulan saja. Iya kan?"
"Pokoknya gue nggak mau kembali jadi diri gue sendiri. Gue bosan dibully, Len. Gue pengen kehidupan normal seperti kehidupan elo."
"Lo gila! Pokoknya, gue nggak mau tau. Gue mau kembali ke tempat gue!" bentak Shirlen semakin geram dengan saudara kembarnya yang begitu egois.
"Kalau lo maksa, gue akan bunuh diri. Rasanya percuma hidup di dunia ini sebagai Sherly."
"Sherly, lo itu terlahir sebagai Sherly bukan Shirlen. Shirlen itu gue, dan lo itu Sherly."
"Terserah apa kata lo. Kalau lo berani menginjakkan kaki di Jakarta, gue akan terjun dari lantai tiga sekolah. Ngerti? Jadi, jangan pernah berharap kembali, Shirlen. Atau elo akan kehilangan gue untuk selamanya."
"Sherly, tapi... "
Tit...
Sambungan telepon tiba-tiba terputus. Shirlen merasa dunia ini tidak adil. Pertama, cowok brandal tiba-tiba datang mengancamnya dan memaksa untuk menjadi selingkuhan. Kedua, saudara kembarnya mengancamnya untuk bertukar tempat dengan dirinya.
"Aaaarrrghh!" teriak Shirlen sambil memukul pintu toilet.
Kehidupannya yang menyenangkan bersama Devan kini menjadi hancur setelah ia bertemu Sena dan terjebak dengan ancaman saudara kembarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Bad Boy
Teen FictionCover by : prlstuvwxyz "Gue mau jadi selingkuhan elo," ucap Sena dengan tatapan datarnya. Mata Shirlen terbelalak, mulutnya menganga, sedangkan otaknya masih berputar-putar, bertanya-tanya mengapakah bad boy yang tidak pernah sedikit pun berbicara d...